Kelesah Dunia Pendidikan Akibat Marak Perbullyan

  

Oleh : Rahmayanti, S.Pd


Pendidikan sejatinya bisa menghasilkan generasi-generasi unggul dan membawa harum dengan berbagai prestasi yang dapat diraih. Segenap visi dan misi terbaik, penanganan pada masalah yang komprehensif dan edukatif, walhasil segala kebaikan akan didapatkan. 

Tetapi akhir-akhir ini banyak corengan mulai nampak hingga menjadi noda yang semestinya segera dihapuskan dari dunia pedidikan seperti maraknya model kenakalan anak bullying  melanda, gejala ini yang biasa disebut perundungan sudah sangat mewabah sepertinya tak tekendali.
Seperti pemberitaan berikut dari Kementerian pendidikan, kebudayaan, Riset dan Tehnologi       (Kemedikbudristek) menyatakan berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, ada 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan. Kasus perundungan maupun kekerasan lainnya yang terjadi di sekolah sudah sangat memprihatinkan. 

Banyak kasus-kasus yang kerap kali membuat kita mengelus dada, fenomena ini seperti gunung es, hal ini terjadi disemua jenjang pendidikan hampir merata di seluruh wilayah negeri, yang terbaru di Cilacap seorang siswa yang dianiaya oleh siswa lain dengan cara dipukul dan ditendang, adegan ini disaksikan beberapa siswa lain dan tidak ada yang berusaha melerai. Hal serupa terjadi di Balikpapan, korban siswa SMP kekerasan yang dilakukan temannya sebaya dengan memukul dan menendang kepala korban.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dyah Puspitarini menyatakan, fenomena geng memang sulit dihindari di sekolah para siswa cendrung suka berkelompok yang terkadang menyalurkan hobi dan kesamaan.
Data persentase perundungan pada tingkat SD untuk siswa laki-laki sejumlah 31,6%, perempuan 21,64% secara menyeluruh 26,8%. Berikutnya di tingkat SMP siswa laki-laki  32,22%, sedangkan perempuan 19,97% dan secara keseluruhan 26,32%. Kemudian untuk tingkat SMA/SMK untuk siswa laki-laki  sejumlah 19,68% dan perempuan 11,26% secara keseluruhan 15,54%.

Sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk pencegahan dan mengatasi permasalahan perundungan ini salah satunya  Puspeka dari 2021 bekerjasama dengan UNICEP Indonesia melaksanakan bimbingan tehnik Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan. Target 2023 akan diaksanakan satuan pendidikan SMP,SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180  orang fasilitator nasional.  
Senada dengan Program Roots yang dilancarkan oleh Assoc. Prof.Dr. Susanto, mantan ketua KPAI melalui  Gerakan Pelopor Anti – Bullying tingkat nasional bagi pelajar dijenjang SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA. Peserta terbaik akan mendapatkan hadiah dan bimbingan Tehnis Gratis Tingkat Nasional terkait strategi pencegahan bullying di sekolah yang efektif. 

Dengan banyaknya program-program yang digulirkan bukannya mampu mengatasi berkurangnya perundungan malah semakin bertambah parah dikarenakan solusinya bukan pada akar permasalahan tetapi hanya bergantung pada parsial penanganan atau solusi pragmatis sehingga tidak bisa menuntaskan masalah. Masifnya perbullyingan ini tidak hanya berlaku pada ranah verbal saja akan tetapi sudah parah ke penghilangan nyawa seseorang. 

Perundungan ini juga tidak lepas dari persoalan yang dipengaruhi sistem kapitalis yang serba bebas (liberal) baik dalam berpikir atau bertindak dan selalu mengejar materi, eksistensi, kekuasaan, akibatnya keluarga yang seyogyanya menjadi sekolah pertama bagi generasi mengalami kegagalan dalam membentuk keperibadian unggul dan cemerlang, banyak dari keluarga yang membiarkan anak-anaknya tanpa aturan serta membiarkan anak berprilaku semaunya, yang menimbulkan sikap arogansi pada anak.

Kehidupan yang diselimuti individualistik memunculkan sikap acuh-tak acuh, makin menipisnya rasa simpati dan empati juga mulai malas saling menasehati atau beramar makruf nahi mungkar. Begitu pula di sistem pendidikannya yang berorientasi pada nilai akademik, materi, eksistensi, tanpa memperhatikan nilai-nilai agama. Tak jarang sekolah dijadikan unjuk eksistensi diri yang membuat makin masifnya dunia perbullyingan. 

Harapan akan bisa mewujudkan generasi yang memiliki keperibadian Islam yaitu berfikir dan bertingkah laku sesuai dengan Islam masih terbentang nyata dengan menerapkan syariat Islam dalam kehidupan. Dimana syariat adalah sistem  kehidupan yang shahih. Akidah Islam dijadikan sebagai standar berfikir dan syariat Islam dijadikan sebagai tolak ukur  segala perbuatan. Maka berbagai kebaikan akan lahir di tengah masyarakat. Islam selama 1300 tahun Berjaya telah berhasil mencetak generasi unggul berkepribadian Islam dan menjadi mercusuar peradaban kejayaan. Semua disadarkan lalu berlomba-lomba memaksimalkan potensi dalam beramar makruf nahi mungkar, serta merta mencegah segala bentuk kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat  untuk kemulian Islam dan kaum muslimin.

Untuk tercapainya tujuan itu maka negara haruslah menerapkan beberapa langkah kongkrit yaitu yang pertama, akan memastikan setiap keluarga mendidik anak-anaknya dengan akidah Islam, maka akan terbentuk aqidah yang kokoh dimotori orang tua, anak-anak akan dibiasakan menjalankan syariat. Yang kedua negara memastikan masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar yang mencegah timbulnya kemaksiatan. Ketiga negara menjalankan perannya secara maksimal melalui sistem pendidikan berbasis  aqidah Islam, sehingga setiap individu memiliki pola sikap dan fikir sesuai dengan Islam. 

Yang tak kalah pentingnya adalah peran media yang akan diawasi negara, hanya untuk menyiarkan konten edukatif dan acara yang akan menguatkan keimanan, kecintaan kepada Islam hingga jauh dari konten yang merusak, kalaupun ada maka akan ditin dak dengan tegas. Dengan menerapkan hal ini maka akan jauh dari nuansa perundungan, jangankan membully merendahkan orang lain saja tidak terbayang karena mereka akan berfikir setiap perbuatan pasti akan dimintai Allah pertanggung jawaban kelak    .         

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak