Oleh : Ummu Aqeela
Oknum dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung berinisial SH digerebek ketika berduaan dengan mahasiswi. Penggerebekan tersebut terjadi di rumah pribadi SH di perumahan Bahtera Indah Sejahtera, Sukarame, Bandar Lampung Senin, 9 Oktober 2023.
Dari hasil pemeriksaan polisi, kedua pasangan di luar nikah tersebut mengaku telah menjalin hubungan selama satu bulan dan telah melakukan hubungan seksual (HS) sebanyak 6 kali.
“Dari hasil pemeriksaan kurang lebih sudah melakukan 6 kali (hubungan seksual) di rumah dosen tersebut,” ujar Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi Fadillah Astutik, dilihat dari unggahan video akun X @Pai_C1, Kamis, 12 Oktober 2023.
Umi menyampaikan, mahasiswi tersebut sebetulnya sudah mengetahui bahwa si dosen telah memiliki istri dan anak. Adapun, saat disinggung apakah ada mahasiswi lain yang dibawa ke rumah SH, Umi belum bisa memastikan. (https://www.viva.co.id/trending/1646432-digerebek-warga-dosen-uin-lampung-dan-mahasiswi-ngaku-1-bulan-6-kali-hubungan-seksual)
Sebenarnya dalam sistem demokrasi ini, kemaksiatan apa sih yang tidak bisa terjadi? Mengingat sistem sekuler adalah akar masalah utama kebebasan dalam segala hal yang menyebabkan kemaksiatan terjadi. Sistem ini tidak menyelesaikan kemaksiatan bahkan tenaga didik yang kita harapkan mampu menjadi teladan menjadi pelaku kemaksiatan. Bahkan yang terjadi adalah semakin subur dan berkembang di mana-mana selama masih ada yang menikmatinya, memfasilitasinya, dan abai terhadap masalah yang ada disekelilingnya.
Terlepas dari itu semua, perlu kita pahami bahwa kasus seperti ini merupakan sebuah degradasi moral yang terjadi di masyarakat, begitupun dengan berbagai komentar pembelaan terhadap para pelaku yang menyandingkan bahwa salah satu penyebab adalah kegagalan tugas seorang istri yang dianggap menjadi pemicu atau penyebab kemaksiatan suami itu terlaksana. Hal ini tentu merupakan sebuah kedangkalan berpikir yang sangat fatal.
Merajalelanya perzinahan, yang terkadang mendapat pembelaan adalah akibat semakin jauhnya masyarakat terhadap pemahaman Islam dan segenap aturannya. Selain itu, aturan yang diberlakukan di negara ini bukanlah aturan Islam, yaitu demokrasi dengan jargon pengusung kebebasan. Nyatanya kebebasan yang diperjuangkan adalah kebebasan yang menjerumuskan kejurang kemaksiatan.
Apakah kita masih berharap dengan demokrasi pengagung kebebasan? Masihkah ingin sistem yang malah merusak moral umat dipertahankan? Utopis jika kita ingin menghilangkan kemaksiatan namun berharap kepada demokrasi yang mengusung kebebasan, kapan pun demokrasi tidak akan pernah memberi solusi paripurna dalam segala aspek di negeri ini. Lantas bagaimana caranya untuk menanggulanggi menjamurnya kemaksiatan di negeri ini?
Di dalam Islam orang yang berzina belum menikah, maka sanksinya ialah dia didera cambuk sebanyak 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun, seperti dalam Quran surat An-Nur: 2, Allah berfirman “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali Dera, janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalnkn) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah(pelaksanaan) hukuman mereka disangsikan kumpulan dari orang-orang yang beriman.”
Sedangkan bagi seseorang yang sudah menikah melakukan zina, maka sanksinya ialah dihukum dan dirajam, hal ini juga disebutkan dalam banyak hadis antara lain, Rasulullah SAW bersabda “Ambillah diriku, ambillah diriku sesunggunya allah telah memberi jalan yang lain mereka yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah hukumnya Dera 100 kali dan rajam.”
Hukuman tersebut mungkin terlihat amat kejam bagi umat yang baru mengetahui tentang sanksi di dalam Islam, bahkan berat bagi sang pelaku kemaksiatan tersebut, namun sebagai korban, bukankah itu adil bagi sang pelaku? Sebagai korban pasti akan merasa adil, terlindungi dan terayomi.
Jika kita memaknai, sanksi di dalam Islam memiliki keistimewaan dari pada sanksi selain hukum Islam, sanksi tersebut tegas bagi sang pelakunya dikarenakan tidak hanya jawabir (pencegah /jera) namun juga jawazir (penebus dosa). Nah, semua tersebut dapat dilakukan jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam sendi-sendi kehidupan umat manusia. Hanya Islamlah yang akan mampu untuk mengatasi segala bentuk kemaksiatan yang telah merajalela.
Wallahu A’lam Bisshawab.