Oleh : Maulli Azzura
Nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terseret kasus dugaan pemerasan terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Sebelumnya, Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menerima pengaduan masyarakat pada 12 Agustus 2023 mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan, pihaknya telah memanggil Syahrul Yasin Limpo sebanyak tiga kali untuk dimintai klarifikasi mengenai kasus pemerasan tersebut. (tempo.co 06/10/2023)
Geleng-geleng kepala ketika mengetahui berita dari para pemimpin negeri yang berkaitan dengan korupsi dan pemerasan.
Gambaran sistem kapitalisme yang berwajah demokerasi menjadikan pemimpin mengeluarkan biaya yang tidak sedikit ketika menjelang pemilu dan ujung-ujungnya ketika jabatan sudah di dapat, mereka berbondong-bondong mencari cara untuk mengembalikan modal yang mereka keluarkan ketika saat pemilihan. Walhasil tidak sedikit para pejabat mengambil jalan korupsi untuk memperkaya diri sendiri.
Namun sungguh ironi ketika seorang pejabat pilihan rakyat memilih untuk korupsi dengan memverikan kebijakan-kebijakan serta aturan yang sesuai dengan cukong mereka. Melancarkan aksi memperkaya diri dengan melaju ke medan politik atas dukungan pengusaha.
Tentu saja faktor yang menjadi lancarnya aksi korupsi tersebut tidak lain karena lemahnya hukum di negeri ini. Hukum negeri bersifat politik belah bambu yang di sebut hukum pisau dapur yakni tajam kebawah dan tumpul ke atas. Hukum di negeri di nilai lemah karena tiada ketegasan yang sering kali menimbulkan kekecewaan di hati rakyat. Bagaimana tidak ?. Pelaku korupsi yang benar-benar merugikan negara, faktanya hanya di hukum penjara layaknya memasuki hotel berbintang dan lama-kelamaan akan ada pengurangan masa tahanan.
Para koruptor yang dinilai mampu membeli hukum dengan kekayaanya, menciptakan palaku makin subur dan tidak tanggung-tanggung dengan hasil yang di korupsinya. Dan inilah sebab kenapa makin banyak kasus korupsi terjadi di negeri.
Dari sini bisa dipastikan bahwa sistem kapitalis tidak mampu mengatasi masalah korupsi, karena mustahil bagi sistem yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan kasus korupsi terhenti. Untuk mendapatkan solusi sistemis, umat membutuhkan sistem Islam yang menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber hukum dan aturan yang akan mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Kenapa demikian? Karena dari sisi asas kehidupan, Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan perbuatan kaum muslim. Tujuan hidup umat Islam bukanlah mengumpulkan materi/kekayaan, tetapi meraih rida Allah Taala.
Wallahu A'lam Bishowab