Oleh: Hamnah B. Lin
Kabupaten Bojonegoro, merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki angka perceraian cukup fantastis. Dalam kurun waktu 6 bulan saja di tahun ini, istri yang menggugat cerai suami ke Pengadilan Agama sudah mencapai angka 1.500 orang. Jumlah angka perceraian tinggi di Bojonegoro faktor penyebab utamanya yang harus menjadi perhatian semua pihak terutama Pemkab Bojonegoro yakni terkait persoalan kemiskinan dan kebodohan ( jatimviva, oktober 2023)
Tidak hanya di Jawa timur, berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kendal 1A angka perceraian pada 2022 mencapai 2.233 kasus, dengan rincian cerai gugat 1.683 dan cerai talak 550. Di Jawa Barat sepanjang 2022 kasus perceraian mencapai 67.108. Dikutip dari situs resmi Pengadilan Tinggi Agama Jabar hingga agustus 2022 total kasus gugat cerai 50.606, kasus cerai talak 16.502.
Hal pertama yang harus dicari adalah akar masalah kenapa begitu tinggi angka gugat cerai. Ada yang mengatakan penyebabnya adalah pernikahan dini. Juga banyak pihak yang menuding karena kesulitan ekonomi hingga karena suami tidak memberi nafkah.
Pada Maret 2021, Komnas Perempuan menyatakan bahwa berdasarkan catatan Pengadilan Agama, penyebab tertinggi perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran terus-terusan. Selanjutnya adalah masalah ekonomi, salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya, dan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Jika kita mau meneliti dengan pemikiran yang cemerlang, sesungguhnya akar masalah yang sesunguhnya adalah sistem kapitalisme yang melingkupi kehidupan kita saat ini, yang diterapkan oleh negeri ini, yang di paksakan diseluruh lini kehidupan ini. Yakni sebuah sistem buatan manusia yang berasakan sekulerisme yakni memisahkan aturan kehidupan ini dengan agama (read: Islam). Kebahagiaan diukur dengan banyaknya memiliki materi, kecukupan di nilai dari bertumpuknya harta. Kebebasan bertingkahlaku juga dilindungi dalam sistem kapitalisme ini. Allah Swt. sudah tidak ditakuti lagi dan tidak boleh ikut campur mengatur kehidupan ini. Sungguh runyam dan berbahaya bukan? Kenapa hal ini tidak pernah terlontar dari berbagai pihak sebagai biang keladi penyebab tingginya angka gugat cerai?
Dimana lapangan pekerjaan semakin sulit didapatkan oleh para laki- laki atau suami, jikapun ada, gajinya sedikit atau waktu kerjanya fulltime, hingga waktu dan pembinaan terhadap istri dan anak-anaknya tidak ada, alhasil istri dan anak yang tidak ikut kajian Islam atau mempunyai komunitas Islami, akan kesulitan juga tentang mendidik anak yang benar dan berbakti kepada suami. Bahkan suami sendiri sudah tidak ada waktu untuk menunutut ilmu agama sebagai bekal membina rumah tangga.
Kapitalisme pun biasanya berjalan bersisian dengan liberalisme ‘paham kebebasan’. Perempuan yang tidak menutup aurat, laki-laki dan perempuan bercampur baur tanpa kepentingan yang mengharuskan, khalwat, maupun pergaulan tanpa batas, menjadikan perselingkuhan marak di tengah masyarakat. Tidak hanya suami yang berselingkuh, istri juga sering kebablasan dengan menyimpan PIL (pria idaman lain, ed.). Apalagi dengan menjamurnya media sosial, peluang berselingkuh makin terbuka lebar. Akibat liberalisme, masalah-masalah perselingkuhan dianggap sebagai masalah pribadi yang tidak layak dicampuri orang lain. Kontrol sosial menjadi mandul.
Dan setumpuk permasalahan rumit yang seharusnya membutuhkan sebuah solusi dari sistem yang menaungi seluruh rakyatnya. Tentunya bukan sistem kapitalisme yang sudah diterapkan saat ini, karena fakta berbicara kondisi umat semakin rusak, semakin miskin dan semakin banyak yang hancur keluarganya.
Kita butuh sistem selain kapitalisme, sebuah sistem yang berasal dari Sang Pencipta yakni Allah Swt. bukan sistem buatan manusia. Inilah sistem Islam, sistem yang paripurna dan universal. Mampu menyelesaikan seluruh permasalahan manusia dengan tuntas dan benar. Coba kita lihat bagaimana Islam mampu menyelesaikan tingginya angka gugat cerai saat ini.
Islam merupakan agama yang unik karena satu-satunya agama yang tidak sekadar mengatur ritual atau aspek ruhiyah. Islam adalah akidah siyasi, yaitu akidah yang memancarkan seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan.
Kebutuhan kita hari ini adalah institusi negara Islam, yaitu Khilafah. Khilafah akan memastikan pelaksanaan hukum syariat oleh keluarga dan akan menerapkan sistem kehidupan yang diperlukan oleh keluarga. Khilafah akan memastikan setiap suami atau wali mampu memberi nafkah sebagaimana termaktub dalam QS Al-Baqarah ayat 233, QS An-Nisa ayat 34. Negara sendiri yang memastikan bahwa lapangan kerja bagi laki-laki itu tersedia.
Negara harus memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan jika dibutuhkan akan memberikan bantuan modal. Khilafah akan menyiapkan pendidikan, agar suami istri paham bahwa pergaulan suami istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan, masing-masing menjalankan kewajibannya masing-masing sehingga dapat dieliminir munculnya kasus KDRT, penelantaran keluarga, dan sebagainya.
Khilafah pun akan menyediakan kecukupan kebutuhan keluarga. Penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau, pakaian, dan pangan yang cukup dan murah. Khilafah juga akan menyediakan sarana pendidikan, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan sarana publik lainnya sehingga meringankan keluarga.
Dalam Islam sejatinya negara berperan besar dalam menjaga keutuhan keluarga. Jika bukan dengan syariat Islam yang diterapkan oleh Khilafah, niscaya keutuhan keluarga dan kesejahteraannya mustahil terjadi.
Wallahu a'lam.