Jerat Utang yang Dikemas dalam BRI




Oleh: Sri Setyowati
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)



Dalam rangka memperingati 10 tahun BRI, pemerintah China kembali menyelenggarakan Beld and Road Initiative (BRI). BRI diperkenalkan pertama kali pada tahun 2013 yang dihadiri sekitar 130 negara dan 30 organisasi internasional. Presiden China Xi Jinping mengumumkan negaranya akan menyuntikkan dana lebih dari US$100 miliar atau sekitar Rp1.576,99 triliun (asumsi kurs Rp15.769 per dolar AS) ke program Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/ BRI. (cnnindonesia.com, 19/10/2023)

Mengenai investasi BRI, Indonesia merupakan penerima terbesar dengan investasi sekitar US$5,6 miliar yakni setara Rp 87,9 triliun (Rp15.710/US$1) , diikuti oleh Peru sebesar US$2,9 miliar dan Arab Saudi sekitar US$ 1,6 miliar.(cnbcindonesia.com, 19/10/2023)

BRI merupakan tonggak utama upaya Xi untuk memperluas pengaruh negaranya di global. Program yang diluncurkan pada 2013 itu telah menggelontorkan ratusan miliar dolar untuk mendukung pembangunan jembatan, pelabuhan, jalan raya, pembangkit listrik, dan proyek telekomunikasi di Asia, Amerika Latin, Afrika dan bagian Eropa. Tetapi nyatanya, BRI membebani negara-negara berkembang dengan utang yang sangat besar, sementara proyek-proyeknya yang besar seringkali menimbulkan kekhawatiran hingga protes atas dampak buruk terhadap lingkungan, pelanggaran ketenagakerjaan, dan skandal korupsi. (cnnindonesia.com, 19/10/2023)

Indonesia sebagai salah satu pemakai pinjaman program BRI telah bekerjasama dengan China di sektor infrastruktur. China dan Indonesia juga bekerja sama membangun mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat, dan Tol Medan-Kualanamu. Namun, proyek infrastruktur China banyak yang mendapat sorotan tajam. Salah satunya adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung. Kereta api cepat ini adalah proyek Belt and Road Initiative (BRI) andalan Tiongkok di Indonesia. Beijing menyebut proyek kereta api berkecepatan tinggi sebagai simbol hubungan erat antara Indonesia dan Tiongkok, namun proyek tersebut menghadapi beberapa kemunduran sejak dimulai pada tahun 2016. (cnbcindonesia.com, 19/10/2023)

China menyebut bahwa bantuannya dapat melancarkan pembangunan negara bersangkutan. Namun, pada kenyataannya, banyak negara tersebut justru mengalami kesulitan dan terlilit utang. Bahkan lebih parahnya lagi, ada negara yang gagal bayar utang, seperti Sri Lanka yang harus melepas pelabuhannya ke
China. China tentu tak memberikan bantuan begitu saja tanpa imbalan namun pasti ingin mendapatkan keuntungan dari apa yang telah mereka pinjamkan. Karena itu utang yang diberikan selalu berbunga. Dan membangun infrastruktur yang dananya dari utang berbunga pada ujungnya akan mengalami kehancuran.

Utang  adalah agenda dan alat penjajahan kapitalisme untuk negara-negara berkembang agar masuk dalam jeratan untuk menguasai SDA dengan dalih mewujudkan pertumbuhan ekonomi.  Indonesia telah masuk dalam jeratan tersebut karena utang  negara yang makin masif. APBN pun didominasi untuk membayar utang tanpa menjadikan pertumbuhan ekonomi yang berarti. BRI yang ditawarkan ke Indonesia adalah jalan untuk menguasai SDA dan SDM yang dimiliki negara.

Jika kita ingin menjadi negara dengan ekonomi yang kuat maka Islam adalah solusinya, bukan bergantung pada pembangunan  ekonomi ala penjajah kapitalis.

Allah SWT  telah memperingatkan dalam QS. Ali Imran : 28 yang artinya "Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai penolong setia atau pelindung dengan meninggalkan orang-orang beriman yang lain. Barangsiapa melakukannya, maka ia telah lepas dari Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)."

Dalam pandangan Islam, pemerintah yang mengandalkan utang luar negeri yang berbasis riba akan sangat berisiko. APBN hanya dihabiskan untuk membayar utang ribawi yang diharamkan Allah. Kebijakan pemerintah untuk menarik utang luar negeri yang berbasis bunga, apalagi dengan syarat-syarat yang merugikan jelas diharamkan oleh Allah SWT.

Solusi paradigmatis ekonomi negara dan juga ekonomi dunia  harus berubah dari ekonomi kapitalisme menjadi ekonomi Islam. Begitu juga dalam kebijakan moneternya, diubah dari mata uang kertas yang rawan inflasi menjadi mata uang emas dan perak. Independensi dalam mengelola ekonomi negara sehingga bisa mandiri adalah mutlak. Dengan mandiri dalam mengelola ekonomi, pendapatan negara dari sumber daya alam, pertanian, pertambangan, bisa optimal membiaya APBN tanpa mengandalkan utang luar negeri.  Terlebih utang adalah salah satu sarana negara-negara barat menguasai suatu negara.

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak