Oleh : Dina, Aktivis Muslimah, Ciparay - Kab. Bandung.
PT Pertamina (Persero) mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per Ahad (1/10/2023). Harga BBM jenis Pertamax kini sebesar Rp. 14.000,00 per liter atau naik Rp. 700,00 per liter dari bulan sebelumnya sebesar Rp.13.300,00 untuk wilayah Aceh, Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT).
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan, Pertamina secara berkala melakukan perubahan harga untuk produk-produk BBM non subsidi sesuai regulasi yang berlaku mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak dunia. Penyesuaian didasarkan pada harga publikasi Mean of Platts Singapore (MOPS)/Argus serta nilai tukar mata uang rupiah.
Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi di seluruh SPBU di Indonesia dinilai mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dr. Ir. Muhammad Said Didu, M.Eng. menunjukkan sensitivitas pemerintah sangat rendah. "Sensitivitas pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat dalam menentukan kebijakan itu sangat-sangat rendah,"
Imbuhnya dalam video Sstt ... Sibuk Copras-Capres !
Said Didu Bongkar Ada Ancaman Besar Ini untuk Rakyat Kecil ! Waspada ! di kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, 9 September 2023.
Meskipun yang mengalami kenaikan harga jenis BBM non subsidi, namun menurutnya, pemerintah telah mengabaikan kepentingan rakyat, abai dari memperhitungkan dampak kerugian yang menimpa masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM seharusnya bukan persoalan gampang karena dampaknya sangat besar. Selain dampak langsung akan dirasakan masyarakat, dampak tak langsung juga harus ditanggung masyarakat karena ongkos industri akan naik sehingga harga produk naik, inflasi pun ikut naik. Karena itu, Ir. Muhammad Said Didu mengatakan, biasanya selalu ada kebijakan afirmatif lain seperti bantuan sosial untuk memenuhi kerugian masyarakat akibat kenaikan BBM. Akan tetapi, menurutnya, saat ini pemerintah mengabaikan langkah-langkah tersebut. Mulai berubah, dulu seluruh BBM masuk subsidi. Kemudian dipisahkan dan dikurangilah BBM bersubsidi. Kemudian, yang dibahas hanya BBM bersubsidi dan dibiarkan dia berlaku berlaku harga pasar," bebernya.
Pengabaian tersebut menurutnya lantaran BBM non subsidi telah diserahkan kepada mekanisme pasar, meskipun realitasnya saat ini BBM nonsubsidi lebih besar persentasenya. "Kita ingat dulu bahwa BBM subsidi saat itu mungkin mencapai 60—70%. hanya 30% yang BBM komersial yang istilahnya mengikuti harga pasar. Sekarang, sepertinya BBM bersubsidi tinggal hanya 10%, BBM tidak bersubsidi yang 90%," imbuhnya.
Penyesuaian harga Pertamax yang mengikuti harga perekonomian dunia makin menegaskan bahwa kebijakan pemerintah tunduk pada mekanisme pasar global. Negara hanya sebagai regulator yang mengikuti kepentingan kapitalisme global. Semua hajat publik terkapitalisasi dan terkelola dengan paradigma pasar bebas. Alhasil, pengelolaan BBM yang semestinya ada di tangan Negara pun tergadai. Dari hulu ke hilir, pengelolaannya banyak diserahkan kepada swasta. Meski saat ini Pertamina masih terlihat mendominasi sektor hilir, pada faktanya kilang-kilang minyak yang ada banyak dimiliki swasta.
Mahalnya BBM dan kelangkaannya sebenarnya bukan karena negeri ini miskin minyak. Akar masalahnya terletak pada paradigma dan visi misi tata kelola minyak yang sangat kapitalistik. Siapakah yang paling diuntungkan atas kenaikan BBM? Tentu saja swasta atau asing. Oleh karenanya, perbedaan harga antara Pertamina (selaku BUMN) dan swasta, selisihnya tipis. Mau di SPBU swasta atau milik Negara, harga yang tertera mungkin tidak akan jauh berbeda.
Dalam tinjauan syariat Islam, BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum karena jumlahnya yang terhitung masih melimpah dan masyarakat membutuhkannya. Dengan kata lain BBM adalah barang publik yang harus dikelola Negara demi maslahatan rakyat. Dengan demikian, Islam melarang pengelolaannya diserahkan kepada swasta atau asing. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Berserikatnya manusia dalam ketiga hal tersebut bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai suatu yang dibutuhkan orang banyak (komunitas) yang jika tidak ada, mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Artinya, berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput, dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas.
Dengan demikian, apapun yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum dan masyarakat membutuhkan dan memanfaatkannya secara bersama, pengelolaannya tidak boleh dikuasai individu, swasta, ataupun asing. Negaralah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta milik umum tersebut.
Dalam hal minyak bumi, negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasilnya kepada masyarakat secara adil dan merata, serta tidak mengambil keuntungan dengan memperjualbelikannya kepada rakyat secara komersial. Kalaupun negara mengambil keuntungan, itu untuk menggantikan biaya produksi yang layak dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Dengan tata kelola minyak yang berlandaskan pada syariat Islam, negara akan mampu memenuhi bahan bakar dalam negeri untuk rakyat. Negara juga memberikan harga yang murah bahkan gratis. Dalam Islam, minyak bumi dan gas alam adalah harta milik umum yang pengelolaan dan ketersediaannya dikelola langsung oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Tags
Opini