Oleh : Bunda Twins
Perekonomian masyarakat saat ini semakin sulit, dengan berbagai permasalahan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan pokok yang terus naik setiap tahunnya, sulitnya mencari lapangan pekerjaan, bahkan gelombang PHK masal terus terjadi dalam berbagai bidang usaha.
Seperti yang di lansir oleh CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil RI terus terjadi.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, pemicu gelombang PHK yang masih berlanjut ada berbagai faktor, mulai dari tak mampu bertahan di tengah serbuan produk impor hingga anjloknya kinerja ekspor.
"Lagi banyak PHK," kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (5/10/2023).
Bahkan, lanjutnya, mengacu data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mencatat sepanjang tahun 2022 ada PHK sebanyak 345.000 pekerja di industri TPT nasional.
"Kondisi itu masih berlangsung dan ada sekitar 26.540 pekerja yang dirumahkan ke arah PHK. Ini data per Agustus 2023," kata Ristadi.
"Data update PHK 2023 bulan Agustus-September. Ini data PHK terbaru di luar data yang sebelumnya. Data kemarin ada perusahaan seperti Mulia Cemerlang Abadi, sekarang PHK lagi, tutup total. Ini data tahun 2023," ujarnya.
Berikut daftar perusahaan TPT dalam negeri yang melakukan PHK pada 2023:
1. PT Mulia Cemerlang Abadi di Kabupaten Tangerang: tutup dan PHK total 2.600 pekerja
2. PT Lucky Tekstil di Kota Semarang: PHK 100 pekerja
3. PT Grand Best di Kota Semarang, PHK 300 pekerja
4. PT Delta Merlin Tekstil I Duniatex Group di Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah): PHK 660 pekerja
5. PT Delta Merlin Tekstil II Duniatex Group: PHK 924 pekerja
6. PT Pulaumas Tekstil di Jawa Barat: merumahkan 460 pekerja.
Dari angka itu, tercatat yang PHK total sebanyak 4.584 pekerja, sedangkan 460 pekerja lainnya menunggu nasib saat dirumahkan.
Selain itu, pada Mei 2023 lalu, industri alas kaki/sepatu di dalam negeri sudah mendahului. Sektor tersebut terpukul akibat perlambatan ekonomi global, terutama dari negara-negara yang selama ini jadi pasar ekspor utama, seperti AS dan Eropa. Akibatnya, order produksi alas kaki/sepatu ke pabrik di Tanah Air juga anjlok signifikan. Akibat penurunan order itu, utilisasi pabrik (terutama orientasi ekspor) rata-rata menurun, bahkan hanya mencapai 30—50%, padahal saat kondisi normal bisa 100%.
Di sisi lain, sektor bisnis sosial media juga bernasib serupa. Mengutip CNBC Indonesia (5-10-2023), indukan Facebook, META, kembali mengumumkan PHK. Pemecatan dilakukan pada Rabu (5-10-2023) terhadap unit divisi Reality Labs yang fokus pada pembuatan silikon khusus atau dikenal dengan FAST.
Selanjutnya, badai PHK juga menerpa sektor perbankan. Terbaru, Citigroup akan mengumumkan pemangkasan terhadap karyawannya pada November 2023 mendatang. Saat dikonfirmasi perihal kabar PHK, jajaran pemimpin di Citigroup mengatakan bahwa pemangkasan tersebut berfokus pada fungsi pekerjaan dan geografi, tetapi mereka tidak memberi keterangan lebih terperinci. Namun demikian, diketahui bahwa Citigroup melaporkan penurunan laba bersih perusahaan turun 36% menjadi US$2,92 miliar pada kuartal II/2023. (Info Bank News, 6-10-2023).
Berbagai langkah pemerintah untuk menangani permasalahan PHK pun dilakukan, dengan memperhatikan pihak perusahaan dan karyawan.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial (Jamsos) Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit mengatakan Permenaker 5/2023 merupakan respons pemerintah terhadap permintaan kalangan pengusaha yang intinya meminta agar diatur fleksibilitas jam kerja dan hari kerja. (Hukum Online, 3-4-2023).
Sebabnya, adanya krisis ekonomi global yang berdampak pada berkurangnya permintaan hasil industri Indonesia yang bersifat padat karya secara signifikan sejak pertengahan 2022. Persoalan tersebut diperkirakan belum pulih sampai penghujung 2023. Tidak pelak, sektor industri ekspor alas kaki/sepatu dan turunannya, serta garmen dan produk tekstil lainnya, terproyeksi pada 2023 mengalami penurunan permintaan order sebesar 50% dan 30%.
Permenaker 5/2023 itu sendiri memuat tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Pada saat penerbitannya, Permen tersebut sejatinya telah diprotes kalangan serikat pekerja/buruh. Pasalnya, beleid tersebut ternyata juga memberi kesempatan kepada pengusaha tertentu untuk memotong upah buruh sampai 25%.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai hal ini (yakni Permenaker 5/2023 yang membolehkan perusahaan ekspor memotong gaji karyawan hingga 25%) justru bertentangan dengan UU, yakni Pasal 90 jo Pasal 185 UU 13/2003 dan Pasal 88E jo Pasal 185 UU Cipta Kerja. Menurutnya, pekerja/buruh selalu saja menjadi objek yang terdampak ketika pemerintah membuat peraturan untuk menyikapi situasi ekonomi.
Beberapa waktu lalu upah pekerja terkena penyesuaian karena Covid-19, sekarang ada kebijakan pemotongan dengan alasan perubahan ekonomi global. Seharusnya, katanya, golongan pekerja/buruh lebih mendapat perhatian dan perlindungan pemerintah, bukan jadi objek penderita.
Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, lanjutnya, kebijakan tersebut tentu berdampak buruk karena merugikan pekerja dan mencederai rasa keadilan bagi pekerja. Selain itu, terbitnya Permen tersebut mengisyaratkan seolah pemerintah lepas tangan, padahal ada banyak cara yang bisa dilakukan.
Jika memang hendak mengurangi biaya produksi perusahaan, pemerintah bisa saja mengurangi bea masuk bahan impor untuk produksi dan memberikan insentif pajak. Namun, menilik latar belakang lahirnya Permen tersebut, bagaimanapun ini menunjukkan lepas tangannya pemerintah terhadap nasib tenaga kerja di dalam negeri. “Kalahnya” posisi tawar penguasa di hadapan permintaan pengusaha tadi menegaskan bahwa keberpihakan penguasa memang tidak kepada pekerja.
Di sisi lain, laju ekonomi digital memang berdampak tersendiri yang ternyata melemahkan iklim ekonomi masyarakat di Indonesia. Terlebih, di balik bekerjanya dan marketplace itu jelas terdapat porsi besar para kapitalis pengusaha bisnis berbasis aplikasi. Tidak heran, maraknya penjualan pakaian impor murah di e-commerce maupun marketplace adalah bukti nyata penjajahan ekonomi digital di negeri kita.
Berdasarkan data, sebanyak 90% barang murah di pasar digital berasal dari produk impor. Harga baju impor yang sangat murah tersebut tersebab oleh adanya praktik predatory pricing, yakni mekanisme jual rugi yang dilakukan penjual demi membunuh pesaing. Ini terkait erat dengan besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia yang secara angka bisa mencapai US$146 miliar pada 2025. Potensi tersebut bisa meningkat dua kali lipat pada 2030 menjadi US$360 miliar.
Pemerintah memang telah mengeklaim sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi era pasar digital ini, meliputi penyiapan talenta digital, penyiapan dan penerbitan sejumlah aturan terkait penggunaan produk dalam negeri, serta penyiapan peta jalan dan infrastruktur digital.
Hanya saja, jika dikembalikan pada lemahnya posisi tawar penguasa di hadapan pengusaha sebagaimana yang terjadi saat penerbitan Permenaker 5/2023 tadi, apakah kita layak percaya begitu saja dengan wacana “perlindungan” pemerintah dari arus deras predatory pricing menuju kondusifnya pergerakan sektor ekonomi di dalam negeri? Rasanya tidak !
Sistem Ekonomi Islam memandang para kapitalis tidaklah dibangun dalam rangka kesejahteraan tiap individu, alih-alih memenuhi kebutuhan tiap individu tersebut secara keseluruhan. Demikian halnya, dalam hemat mereka, perihal kondusifnya iklim ekonomi yang bertumpu pada konsep bahwa distribusi pendapatan dapat terjadi melalui kebebasan kepemilikan dan kebebasan bekerja bagi anggota masyarakat.
Sejatinya, pandangan seperti ini adalah pandangan liberal. Sistem ekonomi beserta mekanisme perdagangan yang lahir dari pandangan tersebut merupakan sistem ekonomi liberal dan perdagangan bebas, baik skala nasional (perdagangan dalam negeri) maupun yang regional dan global (perdagangan luar negeri).
Berbeda dengan Islam. Allah telah mensyariatkan mekanisme perdagangan untuk meraih berbagai kemaslahatan manusia seputar perolehan harta. Mekanisme ini memberikan solusi agar distribusi harta di tengah manusia tidak melalui cara kekerasan dan perampasan. Demikian pula keberadaan sistem ekonomi Islam yang menjamin setiap individu memperoleh barang dan jasa yang ia butuhkan sesuai ketentuan syariat. Inilah wujud kebijakan dalam rangka stabilitas ekonomi hakiki.
Allah Taala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS An-Nisa [4]: 29).
Juga dalam ayat, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah [2]: 275).
Perdagangan dalam Khilafah dibedakan menjadi dua, yaitu perdagangan dalam negeri dan luar negeri. Perdagangan dalam negeri adalah transaksi penjualan dan pembelian yang terjadi di antara individu warga negara Khilafah terhadap barang dan jasa milik mereka dan proses perdagangannya terjadi di dalam negeri. Perdagangan dalam negeri tidak terikat aturan tertentu apa pun kecuali yang telah dinyatakan oleh syarak.
Perdagangan dalam negeri juga bisa menjadi salah satu cara penyediaan lapangan kerja bagi warga Khilafah. Mereka tidak perlu khawatir akan adanya badai PHK karena Khilafah menyediakan banyak peluang bagi warganya untuk mencari nafkah, terlebih bagi para ayah yang memang terbebani kewajiban tersebut.
Sementara itu, perdagangan luar negeri adalah pembelian dan penjualan barang dari dan ke luar negeri (ekspor dan impor). Perdagangan luar negeri inilah yang harus tunduk secara langsung kepada arahan politik ekonomi Khilafah. Negara mengendalikan secara langsung arahan untuk memasukkan dan mengeluarkan barang, termasuk terhadap para pedagang dari negara kafir harbi fi’lan (negara kafir yang memerangi Khilafah) maupun kafir muahid (negara kafir yang terikat perjanjian dengan Khilafah).
Dengan konsep perdagangan seperti ini, tentu warga negara akan memperoleh perlindungan yang memadai dari negara untuk melakukan aktivitas ekonomi tanpa harus khawatir akan adanya intervensi dari pemodal besar maupun invasi arus deras perdagangan bebas.
Wallahualam bishshawab.
Tags
Opini