Bullying Masih Marak, Perlu Solusi Komprehensif




By:  Dzakiyah Fathia
(Aktivis Mahasiswa)

Bullying adalah tindakan merundung seseorang secara fisik seperti menendang dan memukul, juga secara verbal dengan cara mengolok-olok dengan perkataan yang buruk. Fenomena ini bisa menimpa kepada siapapun, namun fenomena bullying ini umumnya ditemukan pada remaja hingga anak-anak.

Seperti pada kasus yang menimpa siswa SMP di Cilacap, di mana menampakkan keadaan seorang siswa yang tengah dipukuli dan ditendang oleh siswa lain. Kejadian ini kemudian viral dan banyak diperbincangkan setelah rekaman video perundungan tersebut beredar di media sosial. Video tersebut pun menampakkan beberapa orang murid lain yang menonton dan tidak berani untuk melerai. Kejadian serupa pun terjadi pada murid SMP di Balikpapan. Pelaku yang baru berumur 13 tahun memukul dan menendangi teman sebayanya atas alasan korban mengirimkan pesan via Instagram kepada pacar salah satu pelaku. (Tirto, 22-10-2023).

Lalu sejak semakin maraknya kasus bullying, Prof. Dr. Susanto, Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menginisiasi sebuah program bernama Gerakan Pelopor Anti Bullying dan meluncurkan Olimpiade Anti Bullying tingkat nasional bagi pelajar tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. Gerakan ini nantinya akan dilaksanakan oleh Sang Juara. (Republika, 21-10-2023).

Usaha serupa pun tengah dilancarkan oleh Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Nahar menyampaikan, saat ini pihaknya bersama Kemendikbud Ristek tengah bekerja sama dalam program Sekolah Ramah Anak (SRA) yang berjumlah 65.877 SRA yang tersebar di 344 kabupaten/kota dan 34 provinsi. SRA ini diharapkan dapat memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus untuk anak, termasuk mekanisme pengaduan untuk penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan, juga bisa menjadi sarana pembelajaran bagi anak untuk memahami cara menyelesaikan masalah tanpa harus melalui kekerasan. (Tirto,  22-10-2023).

Dinamika kasus bullying yang semakin hari semakin mengkhawatirkan ini dilatarbelakangi oleh berbagai sebab. Seperti masalah percintaan, mencari eksistensi diri, kelalaian pengawasan dan pengasuhan dari keluarga, hingga terpaksa tergabung dalam geng atau kumpulan yang senang membully karena alasan mencari aman. Pemerintah pun tidak tinggal diam atas masifnya kasus bullying dengan melancarkan beberapa program yang diharapkan dapat menekan angka kasusnya.

Namun sejatinya, kasus bullying dan turunan masalah yang dihasilkannya adalah buah dari sistem kapitalisme yang mempengaruhi cara pandang kehidupan manusia. Di mana sistem kapitalisme ini menjadikan agama tak berperan penting dalam kehidupan dan hanya berada pada lingkup ibadah mahdhah atau ibadah yang bersifat ritual saja. Padahal bila agama dipisahkan dari kehidupan, faktor kesenangan, kesewenangan, dan kenyamanan akan menjadi asas atau alasan perbuatan. Hal ini bisa dilihat pada latar belakang perbuatan para pelaku bullying yang cenderung sepele hanya karena kesenangan mereka terusik. Sehingga mereka tidak tahu bagaimana seharusnya berbuat atau merespon suatu masalah dengan ahsan (baik). 

Tindakan pemerintah yang mengusung program preventif untuk mengurangi angka kasus bullying pun sebenarnya belum menyentuh akar permasalahannya. Sebab sebagus apapun program itu, bila dijalankan di bawah sistem kapitalisme hanya akan seperti menggali dan menutup lubang terus menerus, bukan mencabut tanaman dari akarnya. Maka ibarat akar, kapitalisme adalah akar masalah yang perlu untuk dicabut untuk memutuskan mata rantai permasalahan-permasalahan yang ada, termasuk kasus bullying.

Bila kapitalisme masih menjangkiti dan dijadikan sebagai standar umum berkehidupan, pendidikan agama seperti apapun yang diterima oleh ummat, pengimplementasiannya tidak akan terlalu efektif sebagaimana harusnya. Sebab kapitalisme menjadikan siswa hanya akan berorientasi pada eksistensi prestise materi. Hal ini dapat dilihat pada kasus bullying yang terjadi pada siswa SMP di Cilacap tadi yang ternyata adalah seorang yang mahir dalam tilawah dan aktif berorganisasi. Walaupun pendidikan agama telah diterimanya, kapitalisme memang tidak memfasilitasi ummat untuk berbuat ketaatan di dalamnya. Kapitalisme justru memaksa ummat agar mengatur hidupnya sendiri tanpa harus berpedoman kepada agama. Maka ummat pun berlomba-lomba membuat aturan sesuai pemikiran dan sekehendaknya sendiri dan berujung pada kekacauan yang kita lihat pada hari ini.

Maka inilah mengapa perlunya menerapkan Islam secara keseluruhan, bukan hanya pada aspek pendidikan saja, namun juga pada bidang-bidang lain secara menyeluruh. Sebab Islam diturunkan tidak hanya menjadi agama dengan ritual ibadah semata, namun juga mengandung pedoman kehidupan yang sangat lengkap dan terstruktur. Mulai dari hal sesepele masuk kamar mandi hingga mengurus negara. Islam mampu memberikan solusi penyelesaian atas berbagai masalah selama manusia mau mempelajari dan menerapkannya secata utuh dalam berkehidupan sehari-hari, seperti yang sudah tergambar pada masa Kekhilafahan Islam sebelumnya. Allah SWT. berfirman:

"Dan Kami turunkan kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim)." -QS. An-Nahl: 89

Dalam Islam, kasus bullying akan dituntaskan hingga ke akar-akarnya sebab telah jelas perintah dalam Al-Qur'an bahwa sesama manusia adalah terlarang untuk saling merendahkan satu sama lain. Allah SWT. berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka." -QS. Al-Hujurat: 11

Maka dalam sistem Islam akan dibuat aturan-aturan preventif sebagai langkah pencegahan terjadinya pelanggaran syariat, termasuk tindakan bullying secara verbal maupun fisik. Seperti dalam lingkup keluarga, orang tua akan memerintahkan untuk mendidik anak-anak mereka dengan akidah Islam. Pendidikan yang benar dan sesuai syariat akan menjadikan anak-anak paham dan mengenal Tuhan mereka dan bahwa mereka adalah hamba Allah Azza wa Jalla. Selain itu, Islam memahami bahwa lingkup anak-anak tidak hanya dalam keluarga namun juga akan berbaur dengan masyarakat. 


Karena hal itu, sistem Islam akan membentuk lingkup masyarakat yang Islami, di mana masyarakat yang Islami akan paham bahwa mereka mempunyai tugas untuk beramar ma'ruf nahi munkar, saling mengingatkan pada yang salah dan saling mengajak kepada yang benar. Bila terjadi pelanggaran syariat, maka sudah ada hukuk qisas yang tegas di mana kejahatan akan dibalas sesuai perbuatannya. Namun tentu akan melalui proses yang ketat dan tidak sembarangan. Dengan begitu ini akan menjadi pencegah bagi yang lain dan efek jera bagi pelaku.

Namun perlu diperjelas lagi bahwa hal-hal tersebut tidak dapat terjadi bila masyarakat hidup di bawah naungan kapitalisme yang sekuler. Peraturan-peraturan tadi hanya bisa diterapkan pada sistem Islam di mana aturan Islam dari Allah dijadikan standar berkehidupan secara utuh dan tidak hanya diterapkan setengah-setengah saja.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak