Bullying Masih Marak, Butuh Solusi Komperhensif




Oleh : Ami Ammara


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan.

“Kasus perundungan maupun kekerasan lainnya yang terjadi di sekolah sudah sangat memprihatinkan,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami dalam keterangan di Jakarta, Jumat (20/10/2023).
REPUBLIKA,CO.ID

Puspeka, sejak 2021 bekerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru, dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan.

Adapun target di tahun 2023, akan dilaksanakan bimtek Roots secara luring dan daring pada 2.750 satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180 orang fasilitator nasional.

Program Roots menjadi sebuah program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan sehingga selama dua tahun pelaksanaannya, program ini telah mendorong 34,14 persen satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan.

Salah satu provinsi yang mendapat apresiasi Kemendikbudristek dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pendidikan adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut), terutama Dinas Pendidikan Provinsi Sumut.

Bullying masih saja terus terjadi, padahal sudah ada banyak aturan yang ditetapkan negara.

Karena penyebabnya sangat kompleks, maka tidak akan cukup dengan Gerakan Pelopor Anti Bullying.

Selain itu maraknya kasus bullying terjadi karena banyaknya tontonan perilaku bullying yang disuguhkan oleh media baik media massa seperti televisi atau media sosial yang dapat mempengaruhi anak untuk mencontoh perilaku yang sama. Sebab dalam sistem sekuler kapitalisme, segala fasilitas kehidupan diarahkan untuk kepentingan materi belaka, sehingga tidak heran tontonanpun hanya diarahkan untuk kepentingan komersial tanpa memperhatikan baik buruknya dampak yang ditimbukan. Ditambah kurangnya kontrol dari orang tua terutama ibu. Banyak orang tua khususnya ibu yang beralasan sibuk dengan pekerjaan (mencari nafkah) sehingga tidak ada waktu mengurus dan mengontrol aktivitas anak, serta mendidik anak di rumah. Apalagi di masa pandemi yang menuntut kesigapan bekerja keras agar dapat tetap bertahan hidup. Demikianlah alur kehidupan negara yang dibangun atas dasar sistem sekuler kapitalisme.

Berbeda dengan Islam. Islam bukan hanya hadir sebagai agama ritual tetapi juga hadir sebagai solusi atas segala problema kehidupan dibawah kontrol pemerintahan Islam, termasuk dalam mengatasi perilaku bullying. 


Dalam sistem pemerintahan Islam, negara akan menjamin keamanan rakyatnya baik dalam skala individu maupun dalam lingkup masyarakat banyak. Baik anak-anak, remaja sampai usia tua, semuanya akan berada dalam lindungan negara daulah, dibawah kepemimpinan seorang khalifah. 

Negara akan menjamin keamanan rakyat secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, negara telah menyiapkan seperangkat kekuatan militer dalam rangka melindungi rakyatnya. Sedangkan secara tidak langsung, negara melindungi rakyatnya dengan menanamkan aqidah serta kepribadian islam kepada setiap individu melalui sistem pendidikan formal maupun non-formal seperti keluarga. Dengan demikian akan terbentuk individu-individu taqwa yang akan mencegah terjadinya perilaku zalim semisal bullying. Negara juga akan mem-filter tayangan-tayangan media seperti halnya televisi agar tayangan yang disuguhkan adalah tayangan yang berkualitas, bukan tayangan yang hanya membawa pengaruh buruk. 

Selain itu negara hadir untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat, sehingga kemungkinan besar seorang istri bekerja membantu perekonomian keluarga akan terminimalisir, baik dalam masa pandemi atau dalam kondisi normal. Sebab dalam Islam, segala sumber daya alam yang dimiliki negara dikelola secara mandiri oleh negara.

Sehingga lapangan pekerjaan akan tersedia secara terbuka bagi rakyatnya. Dengan begitu rakyat terutama istri sebagai pengurus rumah tangga semaksimal mungkin mampu mengurus urusan rumah tangganya terutama dalam mengurus anak-anaknya. 

Semua itu dapat direalisasikan hanya dengan adanya kepemimpinan Islam yakni Khilafah yang akan menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan.

Hanya Khilafah yang mampu memberikan solusi komprehensif untuk memberantas bullying secara tuntas.
Wallahu alam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak