Oleh: Azza Luthfiyyah
(Aktivis Muslimah)
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain boleh jadi mereka lebih baik dari mereka. Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat: 11).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus perundungan (bullying) di satuan pendidikan sejak Januari hingga September 2023 mencapai 23 kasus perundungan di satuan pendidikan. Dari 23 kasus, 50 persen di SMP, 23 persen di SD, 13,5 persen di SMA dan 13,5 persen di SMK. Dari kasus tersebut memakan korban jiwa, satu siswa SDN di Kabupaten Sukabumi meninggal setelah mendapatkan kekerasan fisik dari teman sebaya. Lalu, satu lagi santri MTs di Blitar (Jawa Timur) meninggal dunia setelah mengalami kekerasan dari teman sebaya. Keduanya terjadi di lingkungan sekolah (Kompas.com, 03-10-2023).
Kehidupan yang serba bebas membuat remaja berbuat sesuka hati baik dalam ucapan maupun perbuatan. Misalnya bullying yang marak terjadi, dianggap tren, gaya hidup dan _fun._ Padahal, di sisi lain merugikan pihak yang dibully. Bagaimana tidak, korban bullying kena mental, luka fisik bahkan sampai meninggal.
Tentu patut dipertanyakan, sebenarnya apa yang sedang terjadi pada generasi muda saat ini?
Pelaku bullying menjadi korban budaya liberal (kebebasan) dan permisif (serba boleh). Akidah yang harusnya menjadi penopang dan kontrol mereka dalam ucapan dan perbuatan terkikis oleh arus sekuler yang menafikan agama dalam kehidupan. Maka, sering remaja mengatakan, _"Tidak perlu bawa-bawa agama, kalau mau baik untuk diri sendiri saja"._ Atau ada yang mengatakan, _"Terserah saya mau berbuat apa saja, itu hak saya. Kalian tidak perlu ikut campur"._ Akhirnya sifat individualis merajalela di kalangan remaja, jika dinasehati dianggap ikut campur masalah privasi. Ini bahaya bagi generasi muda, karena jika dibiarkan hidup bebas dan kebablasan mereka menjadi semakin rusak.
Lihat saja krisis yang terjadi di kalangan remaja, maraknya bunuh diri, bullying, free sex, tawuran, narkoba, aborsi dan masih banyak lagi. Semua ini karena budaya bebas yang diadopsi para remaja. Padahal, dunia remaja seharusnya dibekali akidah yang kokoh, diisi oleh momen dan kenangan yang indah, ilmu yang bermanfaat sehingga bisa menebar manfaat untuk orang lain. Namun sayang, banyak kejadian negatif yang dipertontonkan oleh remaja saat ini.
Maka, para remaja butuh edukasi dalam memahami agama secara benar agar mampu menjadi _self control_ dalam setiap ucapan dan perbuatan. Dalam Islam, setiap ucapan dan perbuatan yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban. Allah Swt. berfirman di dalam surah Al Isra ayat 36:
_"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."_
Remaja butuh diedukasi agar memiliki keimanan yang kokoh yang tercermin dalam ucapan dan perbuatan yang sesuai syariat. Sehingga tak ada perilaku bullying yang sekarang marak dilakukan. Peran orang tua sangat penting dan utama dalam pendidikan dan pola asuh di rumah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan pun memiliki peran yang sangat penting. Agar suasana belajar menyelimuti para remaja, sibuk pada yang positif jauh dari hal negatif dan merugikan orang lain. Sibuk mengukir prestasi bukan melakukan hal yang sia-sia.
Dalam Islam, tidak boleh mengolok-olok orang lain. Sebaliknya, Islam mengajarkan untuk menghormati yang lebih tua, saling menyayangi terhadap sesama dan kepada yang lebih kecil. Budaya bullying yang terjadi, akibat ide kebebasan yang melanda para remaja. Akibatnya, remaja tak memiliki _self control_ keimanan yang kuat, lalu mengadopsi dan mengikutinya sebagian tren dan _fun._ Padahal, sejatinya pelaku bullying memiliki _mental illness_, membebek gaya hidup bebas yang rusak.
Remaja harus dipahamkan bahwa atmosfer kebebasan yang rusak bukan milik mereka, yang harus mereka miliki ialah kepribadian Islam yang unik. Di mana ucapan dan perbutan terjaga dengan baik, salih, berprestasi dan memberikan manfaat untuk orang lain. Apalagi di usia muda, harus banyak menyalurkan energi positif untuk umat, saat pikiran masih fresh, tenaga masih kuat, dan memiliki ide-ide yang cemerlang. Lihat pemuda di masa dulu, mereka sibuk berdakwah dan menjadi pejuang Islam. Sibuk menimba ilmu hingga menjadi ulama besar seperti Imam Syafi'i dan lainnya. Tentu kita mendambakan kembali sosok pemuda seperti itu di masa sekarang. Allahu A'lam Bishawab.