Bagaimana Islam Menangani Karhutla Yang Berulang?




Oleh: Bunda Fatih Syifa


Karhutla di Indonesia selalu berulang setiap tahun, pada tahun 2019 yang lalu membuat Malaysia menekan pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah yang rutin terjadi tiap tahun. Karena kabut asap yang diakibatkan karhutla menyebabkan ratusan sekolah di Malaysia terpaksa ditutup. Dan karhutla tahun ini adalah yang terbesar sejak tahun 2019. Karena menurut data yang disampaikan oleh Lembaga Madani Nirlaba Berkelanjutan menyebutkan, karhutla periode Januari-Agustus 2023 sudah lebih dari 250.000 hektar yang berarti naik 45.106 hektar dibanding periode Januari-Desember 2022. Malaysia menuduh akibat karhutla yang terjadi tahun ini menyebabkan kabut asap yang terjadi di negeri tersebut. Akibat karhutla di selatan dan tengah pulau Sumatra dan selatan Kalimantan menyebabkan polusi udara di pantai barat Malaysia dan juga di Sarawak yang berbatasan dengan Kalimantan. 


Hal ini disampaikan oleh Dirjen Lingkungan Hidup Malaysia yaitu Wan Abdul Latif WAN Ja'far.
Kabut asap akibat karhutla juga menimbulkan kekhawatiran di negeri Singapura. Pemerintah Singapura telah memperingatkan warganya terkait kemungkinan polusi  udara yang memburuk akibat peningkatan titik api kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatra. Pusat Meteorologi khusus ASEAN telah mendeteksi sebanyak 52 titik api di Sumatra dan 264 titik api di Kalimantan. 


Mencermati luasnya dampak ditimbulkan oleh karhutla terhadap masyarakat, seharusnya pemerintah meningkatkan pengamanan karhutla yang telah berjalan selama ini. Karena, terus berulangnya kasus karhutla menunjukkan minimnya penanganan oleh pemerintah.


Sebenarnya penanganan kasus karhutla bukan hanya masalah teknis melainkan juga menyangkut sistem, karena ternyata penanganan pemerintah belum bisa mencegah terjadinya karhutla. Sementara pembukaan lahan gambut dan deforestasi untuk kepentingan bisnis masih terus berlanjut. Dan UU yang berlaku juga memperbolehkan pembukaan lahan dengan pembakaran hutan yang disertai beberapa ketentuan. Sehingga pembakaran hutan terus mendegradasi lahan walaupun upaya restorasi terus dilakukan pemerintah.


Persoalan karhutla terjadi akibat ijin konsensi kawasan hutan yang telah diberikan pada korporasi. Pemberian konsesi ini akibat diterapkannya sistem kapitalisme di negeri ini. Atau dengan kata lain, negara melegalkan pemberian dan pengelolaan SDA termasuk hutan kepada swasta. Sistem kapitalisme juga melahirkan pemerintahan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pemerintah dibatasi perannya hanya sebagai regulator dan fasilitator yaitu pembuat regulasi atau UU.


Padahal pemerintahlah yang seharusnya bertanggung jawab akan pemenuhan kebutuhan rakyatnya, termasuk menjauhkan rakyat dari bahaya kebakaran hutan. Karena itu, selama sistem pengelolaan hutan masih menggunakan sistem kapitalisme yang hanya berorientasi keuntungan semata dan tiap orang diberi kebebasan untuk menguasai aset-aset ekonomi tanpa batas, mustahil pengrusakan hutan bisa dihentikan. Satu-satunya sistem yang bisa menangani kasus karhutla hanya dengan penerapan sistem Islam kaaffah dalam naungan khilafah. Karena khilafah hanya memakai syariat Islam yang berasal dari Al Khaliq dzat yang sangat memahami manusia dan alam semesta sebagai landasannya.


Dalam menjalankan pemerintahan, khilafah hanya menerapkan syariat Islam. Konsep dan kebijakan yang diambil bertolak belakang dengan sistem kapitalisme liberalisme yang diterapkan saat ini. Dalam Islam tidak ada kebebasan yang bersifat mutlak, melainkan tiap manusia harus terikat dengan aturan atau syariat. Karenanya pemanfaatan berbagai hal kepemilikan harus mengikuti status kepemilikannya. Hutan termasuk pada kepemilikan umum sehingga tidak diperbolehkan swasta untuk mengelolanya. Hutan boleh dimanfaatkan secara langsung dan bersama-sama oleh seluruh masyarakat. Tapi bila hal ini menyebabkan kerusakan dan konflik di masyarakat, maka pengelolaannya wajib diambil alih oleh negara.


Namun pengelolaan oleh negara tidak boleh untuk bisnis melainkan hasil pengelolaannya wajib dikembalikan kepada rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu dalam bentuk fasilitas umum. Agar pengelolaannya benar dan bisa dirasakan oleh rakyat, maka negara yang mengelolanya pun harus menggunakan paradigma Islam dimana Islam menetapkan pemerintah berfungsi sebagai pengurus (Ra'in) dan pelindung (Junah). Oleh karena itu pengelolaan dan pengaturan dilakukan oleh negara hingga kebijakan teknis yang ditetapkan juga hanya untuk mengurusi warganya agar terjamin pemenuhan kebutuhan pokok seluruh warganya dan bukan untuk mengambil keuntungan. Hal ini juga termasuk dalam pengelolaan hutan, khilafah wajib memperhatikan keamanan dan kemudharatan yang ditimbulkan. Rasulullah bersabda, " Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain."(HR Al Baihaqi)


Jamak dipahami, hutan mempunyai fungsi ekologis, sehingga khilafah akan mengkaji secara mendalam apakah pemanfaatan hutan di suatu wilayah akan menimbulkan kemudharatan atau tidak. Bila pemanfaatannya bisa menimbulkan kemudharatan, maka Islam boleh menetapkannya sebagai kawasan Hima dalam rangka konservasi. Secara otomatis kawasan Hima akan memberi manfaat jangka panjang bagi kehidupan masyarakat. Dengan penerapan Islam, maka karhutla bisa dicegah agar tidak menjadi bencana yang berulang.
Wallahualam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak