Aksi Bunuh Diri Di Kalangan Mahasiswa Marak, Inilah Solusinya




Oleh: Hamnah B. Lin

Heboh seorang mahasiswi melakukan aksi bunuh diri di Mal Paragon Semarang, Jawa Tengah. Aksi tersebut dilakukan oleh NJW (20) pada Selasa (10/10/2023) di area parkir Mal Paragon. Pihak kepolisian Semarang menemukan sebuah surat yang berisi pesan dari korban seolah-olah berpamitan dengan keluarganya. Selain itu, di dalam surat tersebut juga berisi permintaan maaf.

Terlepas dari kasus mahasiswi yang bunuh diri yang terjadi di Semarang, pakar psikologi Universitas Airlangga Atika Dian Ariana MSc MPsi menjelaskan bahwa terdapat penyebab biologis dan psikologis atau mental yang melatarbelakangi seseorang melakukan bunuh diri. Secara biologis, orang tersebut mungkin memiliki keluhan fisik yang membuatnya merasa tidak berdaya, misalnya seperti masalah jantung dan hormonal. Sedangkan, secara psikologis korban mungkin memiliki kerentanan untuk merasa tidak berarti dalam kehidupan.

Atika mengungkapkan kecenderungan seseorang untuk ingin melakukan bunuh diri perlu ditangani dengan segera. Orang-orang yang ada di sekitar harus bisa lebih mawas untuk melihat situasi orang yang disayangi. Oleh karena itu langkah pencegahan dan penanganan perlu dipahami Jika diperlukan, segera bawa orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa untuk pergi ke profesional kejiwaan. Dengan begitu, penanganan yang tepat bisa dilakukan.

Benar apa yang disampaikan oleh psikologi asal Universitas Airlangga Atika, bahwa kecenderungan seseorang untuk bunuh diri ini segera ditangani dengan serius. 

Jumlah bunuh diri pada usia muda semakin meningkat. Menurut data WHO pada 2005, pelaku bunuh diri kebanyakan usia muda antara 15—24 tahun. Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat, Indonesia sudah masuk darurat bunuh diri anak. Pada 2014 saja ada 89 anak meninggal akibat bunuh diri.

Meningkatnya depresi dan bunuh diri pada remaja adalah gambaran memburuknya kesehatan mental masyarakat. Selama ini, pembangunan selalu ditujukan untuk perbaikan materi dan gizi masyarakat, bukan pada kesehatan mental. Tidak heran karena memang begitulah paradigma masyarakat dengan sistem sekulerisme-kapitalisme.

Bagaimanapun, negara dan masyarakat bertanggung jawab mencegah depresi dan tindak bunuh diri di masyarakat, khususnya remaja. Budaya sekularisme kapitalisme harus dihentikan karena menjadi penyebab hancurnya mental remaja. Sekularisme kapitalisme memiliki “anak kandung”, yakni hedonisme. Hedonisme adalah paham yang memuja kekayaan materi dan ketenaran, dua hal yang paling diburu manusia yang hidup di dalamnya.

Ada beberapa langkah yang Islam sodorkan, sebagai upaya mencegah semakin meningkatnya aksi bunuh diri. Mulai dari keluarga hingga negara harus bergandengan sejalan melakukannya:
Pertama, bangun komunikasi dengan dorongan kasih sayang. Hindari komunikasi bergaya koersif seperti menekan, mencurigai, memaksa, dan investigasi kepada anak. Remaja akan menghindar dari orang tua ketika merasa dicurigai, diintimidasi, dan ditekan. Ini membuat mereka tidak punya tempat curhat di rumah dan kemudian kemungkinan besar salah memilih teman bergaul.

Kedua, batasi penggunaan media sosial dalam keluarga. Media sosial punya sisi negatif pada remaja. Sejumlah kasus depresi dan bunuh diri pada anak dan remaja dipicu bullying yang terjadi di dunia maya. Oleh karenanya, orang tua perlu membuat aturan penggunaannya, juga terlibat dalam media sosial yang dipakai oleh remaja.

Ketiga, menerima prestasi anak dengan bijak. Banyak remaja mengalami depresi menjelang ujian. Selain khawatir mendapat nilai buruk, mereka juga khawatir tidak dapat memenuhi keinginan orang tua. Tidak sedikit orang tua yang menekan anaknya untuk berprestasi, masuk sekolah atau PTN favorit, lalu bekerja di perusahaan bonafide. Keadaan ini membuat remaja semakin tertekan. 

Keempat, tanamkan sikap tawakal kepada Allah Taala. Rata-rata mereka yang depresi dan berlanjut bunuh diri karena merasa hidup sudah tidak punya harapan. Sikap itu datang karena tidak paham konsep tawakal yang benar dalam agama. Seorang muslim wajib mengimani bahwa manusia itu memang lemah. Sebaliknya, Allah satu-satunya yang Mahakuat, Maha Menentukan, dan tempat bersandar, serta menaruh harapan.

Kelima, tumbuhkan rasa peduli dalam lingkungan masyarakat kita. Tidak jarang masyarakat sekarang yang tingkat individualisnya semakin tinggi membuat para remaja memilih mencari teman di dunia maya, yang kadang salah dalam memilihnya.

Keenam, negara bertanggungjawab menjaga kewarasan iman, kesehatan mental dan fisik, ekomomi dan seluruhnya dalam bingkai negara Islam yang menerapkan aturan Islam Kaffah.. Hingga para remaja merasa nyaman dengan suasana yang kondusif untuk menunjang belajar mereka.

Langkah ini akan efektif terlaksana semua jika sistem kapitalisme hari ini dicampakkan dan segera meminta kepada penguasa hari ini agar sistem Islam yang diterapkan.
Wallahu a'lam bishowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak