Oleh: Tri S, S.Si
Belum lama ini, warga Kecamatan Cinere, Depok dikejutkan dengan penemuan dua jasad di perumahan elit pada Kamis, 7 September 2023. Kedua jasad itu ditemukan dalam keadaan telah kering di kamar mandi. Belakangan polisi menyatakan kasus ini ada kemiripan dengan kasus kematian satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat, setahun lalu (metro.tempo.co, 11/09/2023).
Terulangnya penemuan mayat tinggal kerangka di kompleks perumahan elit adalah cerminan masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan dan bertetangga. Inilah ciri khas masyarakat sekuler yang memisahkan nilai-nilai Islam dari ruang publik dengan karakter individualismenya. Individualisme merupakan ide yang lahir dari satu pandangan bahwa manusia harus diberikan kebebasan (HAM) sekaligus tanggung jawab supaya mengejar kepentingan pribadinya. Kebebasan individu ini harus dijaga sehingga tidak boleh ada individu yang mengusik kebebasan perilaku individu yang lain.
Bahkan sekedar perhatian saja kepada tetangga dalam masyarakat sekuler bisa dianggap sebagai kriminal, karena bisa berpotensi mencampuri urusan pribadi orang lain. Inilah salah satu penyebab mengapa masyarakat sekitar tidak tahu kalau ada tetangganya yang sudah meninggal. Karena mereka memosisikan perilaku keengganan bersosialisasi dalam rangka “saling menghormati” kepentingan pribadi. Pada titik ini, lambatnya masyarakat sekitar mengetahui tewasnya tetangga mereka sekeluarga adalah perkara miris.
Normalnya manusia sebagai makhluk sosial, pasti membutuhkan hubungan interaksi, komunikasi saling membutuhkan dalam menjalankan kehidupannya. Namun di era digitalisasi yang sekuler, rasa saling peduli di tengah-tengah masyarakat semakin terkikis bahkan hilang. Cukup sekedar saling kenal nama, selesai. Bukti kalau penyakit individualisme di masyarakat semakin kronis. Ini adalah perkara serius yang harus dicarikan solusinya. Karena kalau dibiarkan kerusakan tatanan sosial masyarakat akan semakin meluas. Efeknya yaitu akan menyebabkan rusaknya fitrah manusia, dan jiwanya jauh dari ketenteraman hidup.
Disinilah pentingnya untuk memahami hakikat manusia berdasarkan Zat Yang Maha Menciptakan manusia itu sendiri. Allah sebagai Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, telah menetapkan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan Allah sepaket dengan kelebihan dan kekurangannya. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan orang lain untuk saling melengkapi, berbagi interaksi sosial, baik secara fisik (bertatap muka langsung) maupun digital (chatting). Manusia juga membutuhkan orang lain untuk berbagi kebaikan yaitu amar makruf nahi mungkar (dakwah) sehingga terwujud saling menjaga dan memelihara dalam kebaikan bersama.
Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw sebagai agama sekaligus The Way Of Life (ideologi) untuk kemaslahatan umat manusia. Islam memiliki konsep masyarakat yang khas dan unik, yang sangat berbeda dengan masyarakat sekuler hari ini. Walaupun saat ini mayoritas masyarakat ini beragama Islam. Islam memandang masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama, dan di dalamnya terjadi interaksi sosial berdasarkan aturan Islam. Islam menjadikan kepedulian terhadap tetangga sebagai akhlak yang mulia, bahkan satu keharusan/kewajiban. Dalam Islam, hubungan interaksi masyarakat tidak terbatas dengan yang sesama muslim saja, tetapi juga kepada tetangga yang nonmuslim.
Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kepedulian dalam kehidupan masyarakat secara riil. Islam secara rinci dan detil mengatur terkait adab dan tata aturan bertetangga. Islam tidak memberi ruang bagi siapapun yang berperilaku individualisme, karena perilaku ini akan mengikis hakikat makhluk sosial pada diri manusia. Rasulullah saw. Bersabda, “Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Muslim)
Hadis di atas jelas menganjurkan untuk berbuat baik dan memuliakan tetangga sebagai bukti keimanan kepada Allah dan Hari Akhir. Islam juga menganjurkan setiap muslim untuk memperhatikan tetangganya. Rasulullah saw bersabda:
“ Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang. Sedang tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang) mengetahui.” (Muttafaq ‘alayh)
Begitu besarnya hak tetangga pada diri seorang muslim hingga Rasulullah sempat mengira bahwa tetangga memiliki hak waris. Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari 6014 dan Muslim 2624).
Interaksi sosial dengan tetangga dalam Islam tidak berarti harus berlaku kepo dan nyinyir kepada tetangga. Juga tidak boleh menabrak batas-batas kehidupan khususnya (hayatul khas). Ada adab bertetangga yang juga harus diperhatikan, seperti kewajiban mengetuk pintu ketika bertamu ke rumah tetangga, juga larangan mengintip melalui jendela ketika pemilik rumah belum membukakan pintu setelah diketuk.
Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘Kembali (saja)lah,’ maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nuur [24]: 27—28)
Begitulah mekanisme Islam dalam mewujudkan kepedulian dalam kehidupan masyarakat secara riil. Dengan landasan keimanan kepada Allah SWT, kemaslahatannya bukan hanya dirasakan di dunia. Tapi menjadi amal sholeh bagi umat Islam yang mengamalkannya. Menjadi tetangga dan memiliki tetangga yang baik adalah salah satu karunia Allah Taala. Masih sangat banyak tuntunan lain Rasulullah saw. Dalam berbagai sunnahnya terkait dengan hidup bertetangga. Maka sudah saatnya setiap individu, masyarakat dan negara mengadopsi Islam sebagai aturan kehidupan. Sembari membuang paham sekulerisme dan individualisme. Wallahu’alam bishowab.