(Sari Isna_Tulungagung)
Tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) makin marak terjadi. Tidak sedikit kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak. Dan sayangnya anak-anak yang menjadi korban kekerasan enggan menceritakan kepada keluarga atau tidak berani untuk melaporkan apa yang sudah dialami. Pelaku yang kebanyakan orang terdekat juga menjadi salah satu faktor kenapa anak-anak tidak berani bercerita.
Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Indra menyoroti fenomena anak yang menjadi korban TPKS, namun enggan menceritakannya. Indra menyebut anak tak mau melaporkan kasus TPKS karena takut menjadi aib dan mencoreng nama keluarga. Padahal orang tua perlu menciptakan ruang yang aman dalam keluarga. (news.republika.co.id, 27/08/2023)
Kemenpppa menyatakan pencegahan terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga. Keluarga juga harus menciptakan ruang aman untuk anak sehingga anak berani menceritakan jika terjadi kekerasan seksual dan berani melaporkannya. Keluarga yang sehat akan menghindarkan diri dari terjadinya kekerasan terhadap anak.
Sejatinya tak cukup hanya keluarga, namun butuh peran nyata negara dan masyarakat. Apalagi persoalan mendasar adalah adanya sistem yang rusak yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Kenapa TPKS makin marak terjadi? Tidak lain dan tidak bukan karena sistem sekuler yang berasaskan liberal. Kebebasan berprilaku dalam sistem yang sekarang dianggap hal yang wajar. Memisahkan agama dari kehidupan sehingga tidak ada pegangan dalam pergaulan. Ditambah dengan keberadaan media sosial yang menyuguhkan berbagai konten pornografi dan pornoaksi tanpa adanya penyaringan.
Sistem sekuler yang menjerat kaum muslim berdampak pada tipisnya kadar iman bahkan bisa jadi hilang ketika berbagai goadaan menerjang. Halal haram tidak lagi dijadikan standar, asal bisa menyenangkan dan bisa memuaskan semuanya dilanggar. Jadi tidak heran jika TPKS lebih sering dilakukan oleh orang-orang terdekat yang mempunyai kesempatan.
Selain itu lemahnya penegakan hukum juga mengakibatkan korban tidak mendapatkan keadilan yang sesuai. Selama ini jika TPKS terjadi, apalagi ketika dilakukan oleh keluarga terdekat sendiri hanya diselesaikan dengan permintaan maaf. Adapun jika masuk ke ranah hukum hanya dikenakan sanksi yang tidak memberatkan. Inilah yang menyebabkan makin maraknya TPKS. Seharusnya keberadaan payung hukum bisa memberikan keadilan bagi korban dengan memberikan sanksi yang tegas serta memberikan efek jera bagi pelaku sehingga tak terulang lagi kejadian serupa.
Islam melarang kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas sehingga keadilan terwujud nyata. Jika seseorang terbukti melakukan tindak kekerasan seksual pada perempuan dan sudah ada bukti-bukti yang membenarkannya maka pelaku akan dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk sebanyak 100 kali jika belum menikah, dan dirajam hingga mati jika sudah menikah. Pelaksanaan hukuman cambuk dan rajam ini dilakukan di depan publik sehingga akan memberikan efek jera bagi pelakunya dan untuk yang lain agar tidak mengulanginya.
Sistem Islam tegas memuliakan perempuan. Dalam sistem Islam, kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah kecuali ada keperluan syar’i yang membolehkan keduanya bertemu, seperti pendidikan, pengobatan, dan muamalah. Islam benar-benar menjaga batasan dengan mewajibkan setiap muslimah menutup aurat sesuai syariat dan laki-laki untuk senantiasa menjaga pandangan. Dengan adanya batasan-batasan secara syar’i akan mampu melindungi kehormatan perempuan.
Jika sistem sekuler adalah biang penyebab rusaknya moral, maka penyelesaiannya pun haruslah tersistem pula. Tidak hanya dari keluarga tapi harus dikuatkan oleh pilar-pilar yang lainnya. Tiga pilar yang mampu mencegah adanya TPKS adalah keluarga, masyarakat, dan negara. Individu yang bertaqwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Akan tetapi sebuah keluarga tidak bisa berdiri sendiri melainkan ada lingkungan masyarakat yang mendukung. Kontrol masyarakat sangat penting mencegah adanya kemaksiatan. Masyarakat yang Islami akan mampu memberikan perlindungan dengan mengedepankan beramar makruf nahi mungkar. Masyarakat harus memiliki satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan yang bersumber dari syariat Islam. Dan pilar terakhir adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) yang akan mampu melindungi warga dan negara dari kemaksiatan bahkan dari gempuran sistem sekuler liberal. Tegaknya tiga pilar inilah yang akan menjadikan upaya pencegahan terwujud nyata dan terjaminnya perlindungan bagi semua warga negara.
Tags
Opini