Oleh: Ari Sofiyanti
Harga makanan pokok masyarakat Indonesia, beras, mengalami lonjakan yang mengkhawatirkan selama setahun ini. Para pengamat pertanian pun mewanti-wanti masyarakat agar bersiap menghadapi lonjakan harga yang bisa lebih tinggi lagi.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan harga beras Perum Bulog yang masuk sebagai beras operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) naik per 1 September. Harga beras Bulog ukuran 5 kilogram (kg) naik menjadi Rp 54.500 dari sebelumnya Rp 47.000.
Membubungnya harga beras dispekulasikan karena beberapa faktor. Pertama, siklus produksi padi. Pada umumnya di bulan-bulan ini hingga akhir september nanti produksi padi tidak sebanyak di musim panen raya. Sehingga harga gabah atau beras bisa lebih tinggi. Kedua, fenomena El Nino. Negara-negara lain, termasuk ASEAN telah menjadikan prioritas ketahanan pangan untuk mengantisipasi bencana kekeringan akibat El Nino. Walter Baethgen dari Institut Penelitian Internasional untuk Iklim dan Masyarakat menyebutkan, pada tahun El Nino ini negara-negara Asia Selatan dan Tenggara berpeluang terjadi panen buruk yang meningkat.
Dampak lanjutannya, pada Juli 2023, India sebagai eksportir terbesar beras di dunia telah membatasi ekspornya karena kerusakan tanaman akibat hujan monsun yang tidak teratur. Indonesia sebagai salah satu importir beras India pun merasakan dampaknya.
Masalah ketahanan pangan telah lama dibahas di Indonesia. Telah lama pula bangsa ini bercita-cita swasembada pangan, mengingat negeri ini memiliki gelar negeri agraris. Namun, tata kelola ala sistem sekuler kapitalisme terbukti menghancurkan impian itu.
Sistem sekuler kapitalisme adalah sistem berdasarkan asas manfaat materi. Sehingga kebanyakan kebijakan sarat akan kepentingan materialistik. Kepentingan materi bukanlah asas yang bisa menyejahterakan manusia, justru itu adalah asas yang merusak. Maka, sebagai solusi yang tepat adalah mengadopsi sistem yang berdasarkan asas yang benar. Asas yang memahami dan memanusiakan manusia, bahkan menjadikan manusia mulia. Sistem itu menuntun manusia dalam memimpin dan mengelola di muka bumi. Itu adalah sistem Islam, satu-satunya sistem yang ditunjuki oleh Sang Pencipta.
Produksi beras yang menurun disebabkan alih fungsi lahan dan mahalnya biaya produksi (bibit, pupuk, perawatan). Alih fungsi lahan pertanian sesungguhnya tidak akan masif dan menjadi masalah jika kita menjalankan politik yang benar. Misalnya, memberikan izin industri sesuai yang dibutuhkan.
Industri dan tambang yang menjamur di seluruh permukaan bumi sesungguhnya memberi efek besar pada perubahan iklim. Kerusakan lingkungan dan deforestasi mengakibatkan menurunnya kualitas kesuburan lahan dan semakin terbatas atau tidak pastinya penyediaan air untuk produksi.
Jika fenomena El Nino saja memberikan dampak kekeringan, ditambah pemanasan global yang diakibatkan ulah sistem kapitalisme ini maka tentu bencana lebih besar akan terjadi.
Hari ini masifnya industri, gedung-gedung perkantoran, perbelanjaan dan sejenisnya didirikan bukan karena kebutuhan, tetapi lifestyle masyarakat. Inilah masalah di bagian konsumsi, yaitu gaya hidup konsumtif yang diajarkan kapitalisme. Sistem ini mendorong dan menstimulus nafsu keinginan manusia. Salah satu contohnya adalah kontradiksi antara sebagian masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dan sebagian lainnya malah membuang-buang makanan.
Di samping semua itu, distribusi pangan juga bermasalah. Hal ini menjadi penyebab terhambatnya pasokan pangan khususnya di daerah yang terpencil dan sulit dijangkau. Masalah distribusi pangan dapat disebabkan oleh faktor yang bersifat fisik seperti: sarana dan prasarana, transportasi barang. Sedangkan faktor non fisik yaitu adanya pelaku distribusi untuk mengendalikan pasokan pangan yang akhirnya bertujuan mempengaruhi harga pasar. Bukan rahasia umum lagi bahwa biaya transportasi, jalan tol berbayar dan BBM yang terus naik juga mempengaruhi inflasi pangan.
Semua faktor ini saling berkelindan satu sama lain dengan sekulerisme kapitalisme sebagai pusat permasalahnya. Maka, benarlah jika Allah dan Rasul-Nya senantiasa memerintahkan untuk berhukum pada apa-apa yang Allah turunkan. Sehingga seluruh kebijakan negara pun harus mengadopsi syariat.
Industri, tambang dan bangunan bisnis atau komersial yang berdiri haruslah memenuhi syarat syariat, sesuai kebutuhan dan tidak menimbulkan mudharat. Jumlahnya, letaknya dan skalanya pun harus sesuai batas syariat, bukan asal menghasilkan keuntungan materi saja. Pengaturan ini bisa mencegah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Alam pun akan tetap lestari. Islam juga memiliki mekanisme sempurna untuk mengedukasi masyarakat hingga terbentuk karakter islam sehingga masyarakat tidak akan bergaya hidup konsumtif.
Masalah distribusi akan teratasi dengan mudah dengan pengaturan sistem Islam. Aturan Islam dan mindset takwa penguasa akan menyelesaikannya. Seperti kisah Khalifah Umar bin Khattab yang mendistribusikan gandum kepada keluarga yang membutuhkan. Atau ketika beliau memerintahkan perbaikan jalan yang berlubang. Artinya, penguasa benar-benar memenuhi tanggungjawabnya. Membangun transportasi yang dibutuhkan rakyat, BBM gratis atau murah dan mengirimkan pasokan pangan untuk kaum lemah.
Seumpama bencana alami menimpa, semacam El Nino, Islam juga menetapkan ada mitigasi, yaitu persiapan menghadapi kondisi tersebut. Persiapan ini harus dijalankan dengan matang dan koordinasi yang baik dari seluruh kalangan.
Inilah perintah Allah kepada manusia untuk meraih kehidupan mulia dan berkah. Tentu saja kemuliaan dan keberkahan ini tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Wallahu a'lam.
Tags
Opini