Setengah Mati Generasi Hancur, Setengah Hati Negara Mengatasinya




Oleh: Dyah Putri Ratnasari



Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat penyebaran uang melalui transaksi judi online meningkat tajam. Dikutip dari artikel CNN Indonesia, pada 2021 nilainya mencapai Rp57 triliun dan naik signifikan pada 2022 menjadi Rp81 triliun. Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan dalam diskusi Polemik Trijaya FM pada Sabtu, 26 Agustus 2023 lalu hal tersebut sangat mengkhawatirkan. Apalagi, masyarakat yang ikut judi online tidak hanya orang dewasa, tetapi ada anak kecil yang masih Sekolah Dasar (SD).
Lanjut Natsir, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait judi online yang masuk ke PPATK juga meningkat. Pada 2021 jumlahnya sebanyak 3.446 dan pada 2022 melonjak hingga 11.222 laporan. (cnnindonesia.com, 26/08/2023)

Angka pelaku judi online terus meningkat terutama saat awal pandemi, karena banyak yang menghabiskan waktu di rumah saja. Peristiwa ini bahkan menyebabkan ruskanya rumah tangga yang berujung perceraian.
Bagaimana tidak, upah harian hanya seratus ribu yang harusnya dipakai untuk membeli kebutuhan pangan keluarga malah habis untuk berjudi. Bahkan tak jarang pelakunya nekat menghalalkan segala cara. Ada yang berkecimpung sampai bertahun tahun, ada yang rela menjual semua aset yang dia miliki baik rumah, tanah, sawah, sampai kendaraan. Bahkan terdengar kasus ada yang sampai nekat menggelapkan uang perusahaan tempat dia bekerja agar bisa terus berjudi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan telah memblokir ribuan situs judi online yang menyusupi situs-situs pemerintah. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong menyampaikan upaya pemblokiran situs ilegal ini dilakukan sejak tahun lalu. "Sejak tahun lalu kita sudah memblokir situs-situs judi online (daring) yang menyusup ke situs pemerintah sebanyak 5.000 situs," ujar Usman dalam diskusi Polemik Trijaya dengan tema "Darurat Judi Online" yang diikuti secara daring. (Tirto.id, 26/08/2023)

Selain menghapus ribuan situs judi online, pemerintah juga menerapkan beberapa undang-undang mengenai perjudian. Khusus untuk kegiatan perjudian online, Pasal 27 ayat 2 jo. Pasal 45 ayat 2 UU ITE mengancam pihak yang secara sengaja mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya judi online, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah. Pasal 303 bis KUHP turut mengancam para pemain judi dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda pidana paling banyak 10 juta rupiah. (Kominfo.go.id, 22/02/2022). Akan tetapi, penegakan hukum tersebut tidak serta merta menghapus judi online sampai ke akarnya.

Dikutip dari artikel muslimahnews.com (14/08/2023), setidaknya ada lima konsekuensi negatif yang akan didapatkan para pelaku judi online yakni pertama, kecanduan. Kedua, tingkat ekonomi menurun. Ketiga, kesehatan mental terganggu karena membuat pemainnya menjadi lebih emosional dan stres akibat kecanduan dan berulang kali kalah dalam permainan. Keempat, meningkatnya angka kriminalitas. Seseorang yang kalah ketika bermain, akan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang agar bisa bermain lagi. Kelima, pencurian data. Data yang digunakan untuk mendaftar dipakai untuk kepentingan yang tidak semestinya.

Menjamurnya judi online tidak lain karena mereka ingin mendapatkan keuntungan yang banyak dalam waktu singkat. Ibarat candu, permainannya bisa melenakan. Pelaku akan dibuat menang pada putaran pertama, kemudian kalah diputaran selanjutnya, sistem tersebut membuat pelaku akan mencoba bermain lagi dan lagi karena diiming-imingi uang banyak jika menang. Cocok sekali dengan sifat generasi kini yang maunya serba instan. Ingin kaya raya tetapi tidak ingin bersusah payah. Yang berperan membentuk para pemuda demikian adalah sistem. Lingkungan sekuler membuat mereka tidak lagi dekat dengan agama, kering dari aqidah, sehingga tidak peduli aktivitas judi online itu dilarang atau tidak.

Padahal Allah begitu tegas mengatakan judi itu haram, termasuk perbuatan setan.
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).

Sungguh ilusi, ingin menghilangkan kemaksiatan ketika masih berharap pada penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Dimana sistem tersebut menjadikan pemisahan agama dari kehidupan sebagai asas dalam berpikir dan berperilaku. Hanya Islam satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan manusia yang bertakwa sehingga jauh dari perbuatan maksiat. Ketika Islam diterapkan dalam bentuk institusi negara, maka penguasa wajib memberikan penanaman aqidah yang lurus tentang mana perbuatan halal dan mana perbuatan yang haram. Negara juga bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari judi online yaitu mendidik para orang tua, guru, tetangga agar bersama-sama melakukan pencegahan dan pengawasan. Yang terakhir negara juga wajib memberikan sanksi yang tegas bagi para bandar, pemain, maupun pembuat situs judi online maupun judi offline. Sanksi yang serius, dan benar-benar membuat efek jera.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak