Oleh Aulia Rizki Safitri
Menjelang Pilpres 2024 mendatang rakyat Indonesia akan menyambut pesta politik yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Setiap masing-masing partai politik sudah siap mengusung nama yang akan maju dalam pemilihan mendatang untuk menjadi pemimpin.
Yaqut mengatakan, pemimpin yang ideal harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Menurutnya, agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat dan masyarakat. "Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," ujar Yaqut. (Kompas.com, 04/09/2023).
Alih-alih penyataan Yaqut tersebut, para kandidat calon malah menjadikan momen pemilihan agar terlihat baik dan lebih islami bahkan menarik tokoh islami untuk mendapatkan suara rakyat, bahkan ada yang menjadikan agama hanya sebagai tameng bagi kepentingan dirinya sendiri dan partai politik untuk menarik simpati para pemilih agar mendapat banyak suara.
Para partai politik sudah meyiapkan strategi agar dapat menarik simpati rakyat dengan menunjukkan sisi baiknya saja, oleh karena itu partai politik tak sedikit yang melakukan black campaign dan juga SARA untuk menjatuhkan partai politik lain sehingga terjadi konflik perpecahan dalam suara rakyat.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengingatkan untuk menghormati pilihan politik setiap orang. Hal ini penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara perbedaan politik.
"Kita harus hilangkan ego, lalu juga memahami perbedaan, dan kita harus hormati beda pilihan siapapun di antara anak bangsa. Dan untuk tidak membangun politik yang berdasarkan identitas, SARA, fitnah dan narasi negatif lainnya," ujarnya. (Republika.co.id, 05/09/2023).
Pada dasarnya, semua partai politik di Indonesia menerapkan strategi politik indentitas untuk memperoleh kemenangan dan orang yang berpolitik akan menunjukan indentitasnya masing-masing.
Masa-masa kampanye dijadikan sebagai momen untuk menunjukkan citra dan identitas yang baik para partai politik untuk meraih dukungan dan suara rakyat. Bahkan, adapun yang menggunakan kekuatan politiknya untuk menekan atau meremehkan kelompok lain sehingga terpinggirkan dan menjadikan terpecah belah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mewanti-wanti agar para tokoh politik tidak menciptakan konfrontasi antara nilai keagamaan dan nasionalisme pada Pemilu 2024.
"Mestinya kita sudah selesai soal nasionalime dan agama. Jadi, para tokoh dan juga warga bangsa tidak perlu mengonfrontasikan sendiri antara nasionalime dan agama, antara sikap kecenderungan nasionalis dan agamais," kata Haedar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (7/9/2023). (Republika.co.id, 08/09/2023).
Di era kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan ini, sehingga para calon memisahkan urusan dunia dari aturan agama, mereka hanya mementingkan keuntungannya saja padahal sebagai calon pemimpin haruslah mementingkan kemaslahatan umat.
Yang terjadi saat ini mereka berpendapat bahwa urusan politik dan negara tidak ada sangkut pautnya dari agama dan agama hanya menyangkut dirinya dan ibadah saja tanpa harus mencampur adukan dengan urusan dunia.
Padahal politik tidak dapat dipisahkan dari agama sebagaimana Imam Al- Ghazali mengatakan: “Memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan politik (penguasa) adalah saudara kembar. Agama adalah dasar perjuangan, sedang penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak didasari (prinsip) agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak dikawal akan sia-sia”.
Sebagaimana Rasulullah SAW itu sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :
“Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Melihat perpolitikan saat ini, Islam bukan alat untuk mendapatkan suara dalam pemilu, tetapi Islam seperangkat aturan yang mengatur segala aspek kehidupan, baik persoalan politik atau negara.
Hendaknya partai politik memahami kembali makna dan tujuan politik itu sendiri untuk mewujudkan kemaslahatan umat.
Dengan demikian, hendaknya setiap umat ataupun negara dalam menjalankan seluruh aktivitasnya sesuai dengan perintah Allah.
Politik tidak boleh dipisahkan dari agama, sebab hanya agama islam yang mengatur sistem perpolitikan sesuai fikrah dan thoriqah sesuai tuntunan Rasulullah yang dapat membawa kemaslahatan umat sehingga tidak terjadi kekeliruan dan perpecahan diantara umat.
Wallahua'lam bi shawab.
Tags
Opini