Oleh: N. Vera Khairunnisa
Eksploitasi anak adalah salah satu masalah serius yang terus menghantui masyarakat. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dalam kehangatan keluarga dan terlindungi oleh negara, seringkali malah menjadi korban kejam dari berbagai mekanisme eksploitasi yang tak mengenal belas kasihan.
Beberapa kasus yang baru-baru ini mencuat dalam berita hanya menggarisbawahi realitas pahit ini. Polda Metro Jaya menggagalkan upaya perdagangan anak melalui media sosial, dengan menangkap seorang muncikari perempuan yang menjadikan anak-anak sebagai korban. SM (14) dan DO (15) adalah dua anak yang terjerat dalam jaringan ini, mengungkapkan betapa rentannya anak-anak terhadap ancaman eksploitasi.
Tidak hanya di Jakarta, situasi serupa juga terungkap di Kota Medan. Pengelola dua panti asuhan di sana dituduh mengeksploitasi 41 anak yang seharusnya berada di bawah perlindungan mereka. Persoalan ini mencuat dan saat ini sedang dalam penyelidikan oleh pihak berwenang.
Dua kasus di atas hanyalah secuil contoh kasus eksploitasi anak yang mencuat ke permukaan. Ibarat fenomena gunung es, masih banyak kasus serupa yang terjadi di lapangan. Hal ini sebagaimana dinyatakan di dalam laporan dari UNICEF, Interpol, dan ECPAT, yang didanai oleh Global Partnership to End Violence against Children. Disebutkan bahwa dari seluruh anak Indonesia yang mengalami berbagai bentuk eksploitasi seksual dan perlakuan yang salah ataupun pengalaman tidak diinginkan lainnya di dunia maya, 56 persen di antaranya tidak melaporkan kejadian tersebut. (unicef. org, 22/07/2022)
Kegagalan Negara dalam Memberikan Keamanan Bagi Anak-Anak
Kasus- kasus yang baru saja disebutkan adalah cerminan nyata dari kegagalan negara dalam menjalankan salah satu tugas mendasar, yakni melindungi hak-hak anak-anak. Negara seharusnya mampu menciptakan lingkungan yang aman, mendidik anak-anak, dan melindungi mereka dari segala bentuk ancaman, termasuk eksploitasi.
Namun kenyataannya, anak-anak masih menjadi sasaran eksploitasi yang mengerikan. Ini adalah bukti bahwa negara belum mampu memberikan perlindungan kepada mereka. Kasus prostitusi anak di bawah umur yang dijalankan melalui media sosial menunjukkan betapa rentannya anak-anak terhadap bahaya di dunia maya yang semakin kompleks.
Demikian pula, insiden di Kota Medan menyoroti kelalaian dalam pengawasan panti asuhan, tempat yang seharusnya bisa memberikan rasa aman bagi anak-anak yang kurang beruntung. Ini adalah indikasi bahwa negara belum berhasil menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan.
Analisis Mendalam Penyebab Eksploitasi Anak
Mendalami penyebab eksploitasi anak adalah langkah kunci dalam upaya untuk memberantas masalah serius ini. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam analisis penyebab maraknya eksploitasi anak:
1. Kemiskinan: Kemiskinan menjadi salah satu penyebab utama eksploitasi anak. Keluarga yang hidup dalam kemiskinan seringkali terdesak untuk mencari sumber pendapatan tambahan, dan ini dapat mengarahkan anak-anak mereka ke dalam aktivitas eksploitatif.
2. Lemahnya Iman: Keimanan berperan penting dalam mencegah tindakan keji dan kotor. Lemahnya iman dapat membuat individu lebih rentan terhadap godaan materi dan pelanggaran moral.
3. Gaya Hidup Hedonis dan Materialistis Terkadang, anak-anak terjerumus dalam eksploitasi bukan hanya karena kebutuhan dasar, tetapi juga karena tekanan untuk memenuhi gaya hidup hedonis yang didorong oleh materialisme.
4. Hukuman yang Tidak Efektif: Hukuman yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku eksploitasi dapat memicu peningkatan tindakan kejahatan. Kekurangan sanksi yang efektif dapat menyebabkan pelaku merasa bebas melakukan tindakan eksploitatif tanpa takut konsekuensi hukum.
Semua faktor penyebab di atas lahir sebagai dampak dari penerapan sistem kapitalisme sekulerisme yang berfokus pada akumulasi kekayaan dan persaingan ekonomi. Sistem ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan ekonomi yang luas, di mana sejumlah kecil orang menguasai kekayaan sementara yang lain hidup dalam kemiskinan.
Sekularisme, paham yang memisahkan agama dan kehidupan telah melahirkan manusia yang cenderung memikirkan hal-hal yang bersifat dunuawi. Tanpa mempedulikan halal haram, apapun dilakukan demi memenuhi hasrat materi.
Dengan demikian, analisis ini menggambarkan bahwa untuk mengatasi eksploitasi anak dengan serius, perlu ada upaya untuk mencari sistem alternatif yang bisa menggantikan sistem kapitalisme sekulerisme.
Islam Solusi untuk Masalah Eksploitasi Anak
Sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, Islam memiliki aturan yang bisa menyelesaikan segala masalah dalam kehidupan, termasuk eksploitasi anak ini. Islam memiliki serangkaian mekanisme yang bisa melindungi anak-anak dari ancaman eksploitasi. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, menjamin kesejahteraan setiap individu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ini akan menjadikan harta tersebar dengan adil di tengah-tengah masyarakat. Karena sistem ekonomi Islam mengatur masalah kepemilikan, cara mendapatkan kekayaan, pengelolaan kepemilikan serta distribusi kekayaan.
Islam membagi kepemilikan dalam tiga bagian. Pertama, kepemilikan individu. Kedua, kepemilikan negara. Ketiga, kepemilikan umum. Pengaturan kepemilikan ini memungkinlan harta kepemilikan umum dikelola oleh negara yang hasilnya untuk kepentingan rakyat.
Kedua, membina masyarakat dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem ini akan melahirkan individu-individu bertakwa, jauh dari kemaksiatan. Mereka akan terus mencari jalan yang halal untuk menjemput rezeki. Karena mereka meyakini bahwa setiap yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Eksploitasi anak dalam konteks kasus di atas merupakan bentuk dosa besar di dalam Islam. Sebab mereka bukan hanya menjerumuskan diri sendiri ke dalam keharaman, namun juga mendorong anak-anak terjerumus pada kubangan kemaksiatan.
Ketiga, memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera bagi pelaku dengan menerapkan sistem sanksi dalam Islam. Dalam Islam, setiap kemaksiatan atau kejahatan ada hukumannya. Hukuman ini ada yang sudah ditetapkan jenisnya, yakni hudud dan jinayat. Ada pula yang penetapannya dilakukan oleh seorang pemimpin, yakni takzir.
Mengenai hukuman bagi pelaku eksploitasi anak, tidak ada di dalam bab hudud ataupun jinayat. Maka jenis hukumannya ditetapkan oleh pemimpin. Hukuman yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat kejahatan yang dilakukan. Yang pasti di dalam Islam, hukuman di dunia memilki dua fungsi, yakni sebagai penebus dosa dan untuk menimbulkan efek jera.
Demikianlah mekanisme dalam Islam yang akan melindungi anak-anak dari eksploitasi. Semua mekanisme di atas hanya akan bisa diterapkan dalam negara yang menjadikan Islam sebagai asas dalam mengatur kehidupan. Wallahua'lam
Tags
Opini