Peredaran Narkoba Dikendalikan Dari Lapas, Peran Negara Tak Amblas?




Oleh: Siti Maisaroh 

Indonesia adalah pasar besar narkoba, bahkan pernah menjadi yang terbesar di dunia. Indonesia pun masuk dalam segitiga emas perdagangan narkoba dunia, terutama jenis metafetamin atau sabu. Pemasok barang haram tersebut, terbesar dari China, menyusul Taiwan, Singapura, dan lainnya. Besarnya permintaan narkoba dan jaringan pengedarannya, mengakibatkan tindak pelanggaran hukum ini sulit ditaklukan.

Baru-baru ini kembali terkuak peredaran narkoba dalam lapas. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membongkar tiga jaringan pengedaran narkoba lintas kota yang masuk ke DIY, salah satunya diketahui dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (lapas) di Jawa Tengah. (detik, 8-9-2023). 

Tak hanya itu, selebgram cantik asal Palembang bernama Adelia Putri Salma ditangkap karena terlibat dalam kasus peredaran narkoba jaringan internasional. 
Adelia yang merupakan lulusan dari S2 menegemen adalah istri dari narapidana bandar narkoba bernama Kadafia alias David. 
David saat ini tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara dilapas Nusa Kambangan.

Sementara itu, Adelia diduga terlibat dalam upaya menyembunyikan aset-aset kejahatan sang suami. Ia juga diduga menerima uang miliaran rupiah dari hasil transferan suaminya. Ditangkap karena barang bukti 10 kg sabu dan 30 butir pil ekstasi, tapi David masih bisa menjalankan bisnis haramnya itu dari dalam penjara (Tribun Medan. Com, 31/8/2023).

Pengedaran narkoba dikendalikan dari lapas bukanlah kasus baru. Hal ini menjadi tanda longgarnya penjagaan lapas. Longgarnya lapas bukan tanpa sebab, keterlibatan oknum aparat dalam melindungi sindikat narkoba dianggap sebagai penyebab suburnya narkoba di lapas. Lantas mengapa banyak oknum aparat yang terlibat? Padahal seharusnya aparat menjadi pihak yang bisa menjerakan pelaku dan memberangus sindikat kejahatan ini.

Kehidupan Sekuler Liberal

Telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberantas narkoba. Namun, alih-alih selesai, makin hari angkanya kian tidak terkendali. Apa sebenarnya yang menjadi sebab? Setidaknya ada tiga faktor yang bisa dibahas.

Pertama, pecandu makin banyak, sehingga permintaan terhadap barang haram ini makin tinggi. Sesuai hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi, jika permintaan suatu barang tinggi maka akan menaikan volume penawaran. Inilah yang menyebabkan berbondong-bondongnya produsen untuk memasok narkoba ke tanah air.

Lantas mengapa pecandu makin banyak? Ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang sekuler liberal. Banyak warga khususnya anak muda yang tidak paham agama sehingga tingkah lakunya tidak terikat dengan aturan agama. Narkoba yang telah jelas keharamannya, dianggap barang yang lumrah untuk dikonsumsi. Ketika ada tawaran dari teman untuk mencoba barang haram ini, mereka tidak segan untuk mencicipi. Inilah pintu masuk ketergantungan mereka terhadap narkoba.

Kedua, bisnis narkoba banyak peminatnya, dari mulai produsen, bandar, hingga pengedar terus tumbuh. Sebabnya, bisnis ini meraup cuan yang fantastis. Miliaran hingga triliunan bisa disikat habis oleh para bandar narkoba. Sebut saja Kadafi alias Dafid di Palembang, yang sekali transaksi saja nilainya sudah miliaran rupiah.

Begitu pun pengedar, banyak kita jumpai dari mulai ibu rumah tangga, hingga anak-anak menjadi pengedar karena keuntungannya besar. Dengan alasan ekonomi mereka berbisnis narkoba. Sebenarnya jika ditelisik, kembali lagi persoalannya kepada sistem kehidupan yang sekuler liberal, para pebisnis dari kelas kakap hingga teri, tidak peduli apakah bisnisnya haram atau halal, yang penting mereka mendapatkan keuntungan melimpah. Walhasil, kendati pun sudah masuk bui, alih-alih tobat, mereka malah mengendalikan bisnis dari lapas.

Ketiga, aparat yang telah disumpah bekerja untuk menjaga keamanan dalam negeri. Narkoba yang merupakan extraordinary crime, yang seharusnya diberantas tuntas karena menimbulkan dampak buruk yang begitu besar, malah banyak oknum yang melindungi. Lagi-lagi persoalannya pada kehidupan sekuler liberal. Oknum aparat seolah tidak peduli dengan banyaknya kejahatan yang lahir dari narkoba, yang penting cuan masuk kantong mereka.

Lebih lagi, banyak kejahatan yang lahir dari kecanduan narkoba. Sebut saja kejahatan remaja yang kian popular, yaitu begal. Banyak anak mudah yang sudah menjadi pecandu mereka membutuhkan uang untuk membeli barang haram tersebut. Jalan pintasnya adalah dengan begal, merampok hingga membunuh dianggap perbuatan biasa. Astagfirullah.

Peran Negara

Negara sebenarnya telah banyak berupaya, tetapi dianggap jalan di tempat. Negara seolah mandul dalam memberantas dan mencegah beredarnya narkoba. Misalnya, bandar narkoba yang hanya dijerat hukuman penjara.

Seperti yang terjadi pada Kadafi di Palembang, bandar narkoba kelas kakap itu hanya dihukum 20 tahun penjara. Mirisnya, ia masih bisa mengendalikan narkoba dari dalam lapas. Bebasnya para napi mengonsumsi narkoba dan mengedarkannya tidak bisa pula dilepaskan dari oknum aparat. Inilah yang menyebabkan narkoba sulit diberantas.

Selain itu, Indonesia sebagai pangsa pasar yang sangat besar untuk narkoba, tidak bisa pula dilepaskan dari bentuk pemerintahan korporatokrasi, yaitu kewenangan pemerintah telah beralih dari negara kepada pengusaha besar. Petinggi pemerintah pun dipimpin secara sistem afiliasi korporasi sehingga bukan tidak mungkin bisnis narkoba pun menjadi pengendali. Lihatlah bagaimana banyak oknum pejabat, petinggi polisi, jendral hingga hakim agung terlibat dengan kejahatan narkoba.

Belum lagi berbicara kemiskinan dan kebodohan yang menjadi pemantik tingginya pengedar dan pecandu. Negara dianggap gagal dalam mensejahterakan dan menjadikan warganya memiliki pola pikir yang tinggi. Masyarakat sangat mudah terbawa arus perdagangan narkoba akibat kemiskinan dan kebodohan.

Islam Memberantas Narkoba

Narkoba telah jelas keharamannya dan umat muslim wajib untuk meninggalkannya, sesuai dengan hadis Rasulullah saw.,

 “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka walau sedikit pun adalah haram.” (HR Ahmad dan imam empat).

Islam pun memiliki cara yang komprehensif dalam memberantas narkoba dengan peran sentral negara. Negara yang berlandaskan sekuler tidak akan pernah sanggup memberantas narkoba. Negara yang berasaskan akidah Islamlah yang sanggup. Alasannya,

Pertama, akidah Islam akan mendorong negara mengeluarkan kebijakan yang tegas terhadap pelaku baik konsumen, pengedar dan produsen. Seluruh pejabat dan juga aparat akan bersinergi untuk memberantas karena ini adalah tugas mulia yang akan mendatangkan banyak pahala dan keberkahan hidup bermasyarakat.

Kedua, negara akan senantiasa menjaga jawil iman (suasana keimanan) masyarakat agar hidup hanya berlandaskan Al-Qur’an dan Sunah. Negara akan menjaga agar keluarga dan sistem pendidikan berbasis Aqidah, sehingga semua warga akan menjadikan islam sebagai pegangan hidupnya.

Ketiga, negara akan menciptakan kesejahteraan agar tidak ada lagi warga yang mau melirik bisnis haram karena kondisi ekonomi. Begitu pun perdagangan luar negeri semua di bawah kendali negara, agar tidak ada lagi penyelundupan barang-barang haram.

Satu-satunya jalan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan menjadikan akidah Islam sebagai landasan negara. Negara seperti ini disebut dengan khilafah. Sistem pemerintahan Khilafah inilah yang akan mampu melahirkan manusia-manusia yang terikat dengan aturan Allah Swt., termasuk pejabat, aparat, para pebisnis, dan masyarakat lainnya. Terlebih budaya amar makruf nahi mungkar akan kental, dan negara akan konsisten menerapkan seluruh hukum syariat yang menutup celah kerusakan sebagai wujud ketakwaan. Wallahualam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak