Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Pemerintah bersama Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencanangkan program SDGs (Sustainble Development Goals) terkait pembangunan desa yang melibatkan kaum perempuan. Di antara tujuan SDGs tersebut adalah agar ekonomi desa tumbuh merata, ramah perempuan, peduli pendidikan, peduli kesehatan, peduli lingkungan, desa berjejaring, dan desa tanggap budaya.
Jika melihat program SDGs, yakni keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa, sebagian menilai bahwa perempuan memiliki kelebihan dari laki-laki, yakni teliti, cakap, mandiri sehingga ketika melakukan proses pembangunan itu bisa berjalan lebih baik. Begitu pula dalam sisi pengelolaan keuangan, perempuan bisa menegelola keuangan dengan baik dan cenderung hati-hati. Dengan SDGs ini, pemerintah pusat menargetkan pemerintah desa menjadi garda terdepan untuk merealisasikan program pengarusutamaan kesetaraan gender.
Di wilayah kabupaten Gresik, juga telah dicanangkan Musrenbang Perempuan, sebanyak 160 perempuan yang terdiri dari unsur Eksekutif, Caleg, Penegak hukum/paralegal, Ormas/Forum Perempuan, LSM Peduli Perempuan, kader/ komonitas perempuan, tokoh agama,/ professional/ seniman, TP PKK dan Sekolah Perempuan, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan perempuan dengan menampung berbagai usulan dari perempuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam rangka mendorong pencapaian tujuan pembanguan berkelanjutan di kabupaten Gresik. Sementara usulan tersebut dibagi berdasarkan 4 kluster yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, kepemimpinan dan partisipasi perempuan. Selain Musrenbang kabupaten tersebut, Program Gender Watch bersama dinas KBP3A Gresik sejak 2018 juga diadakan Musrenbang tingkat desa, diantaranya desa Dungus Cerme, dan desa Wonorejo Balongpanggang.( https://kps2k, Kelompok Perempuan dan Sumber-sumber Kehidupan, 12 Pebruari 2019)
Dengan program pemberdayaan perempuan dalam pembangunan desa ini pada akhirnya berbagai kelompok masyarakat berbondong menyambutnya, entah hanya sekedar program, proyek sesaat atau berkelanjutan.
Sedangkan dalam pandangan Islam, perempuan tidak bisa dipisahkan dari laki-laki. Terkait pembangunan desa, Islam memandang bahwa hal tersebut bukanlah persoalan perempuan saja, melainkan persoalan manusia secara umum. Maka laki-laki dan perempuan haruslah dilibatkan sesuai dengan peran masing-masing berdasarkan aturan Islam. Dalam konsep Islam, perempuan bekerja, dilibatkan diranah publik itu mubah selama yang dilakukan bukan perkara haram dan tidak melalaikan kewajiban syar’inya. Baik kewajiban sebagai individu hamba Allah yang harus beribadah, bermuamalah, bergaul sesuai tuntunan syariat Alloh, ataupun sebagai bagian penting dalam keluarga baik sebagai anak yang harus birrul walidayn, sebagai istri yang merupakan patner suami membangun keluarga sakinah mawadah wa rohmah dengan pembagian hak dan tanggung jawab sesuai syariat Islam, ataupun sebagai ibu pendidik yang akan melahirkan generasi tangguh, cerdas, sehat yang siap menjadi pejuang yang berakhlaq mulia. Dan juga sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki tanggung jawab mendidik umat, beramar ma’ruf nahi munkar atau berdakwah.
Dalam Islam, laki-laki dan perempuan merupakan mitra untuk memperbaiki kondisi yang ada, termasuk dalam amar ma’ruf nahi mungkar, seperti mengoreksi kebijakan penguasa. Oleh karenanya, laki-laki dan perempuan sebagai agen perubahan haruslah bekerja sama untuk mewujudkan peradaban yang mulia, yakni sebuah desa yang diridai Allah Swt.
Oleh karena itu, pembangunan desa tidak bisa dilepaskan dari peran negara karena negaralah yang memiliki kewajiban memenuhi segala kebutuhan warga pedesaan, seperti sarana dan prasarana desa. Sementara rakyat akan dengan sigap mendukung dan membantu kebijakan pemerintah daulah Islam dalam rangka mensukseskan penerapan Islam sekaligus memaksimalkan riayah su’un al ummah, karena mengharap ridho Allah semata. Negara harus meningkatkan taraf berpikir masyarakat pedesaan dan menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam kehidupan sehingga mampu menyelesaikan persoalan yang ada.
Alhasil, kesejahteraan akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat pedesaan. Dengan demikian kita sebagai pengemban dakwah yang sudah sadar mabda’ Islam, sebagai negarawan, yang senantiasa memikirkan kemaslahatan ummat, harus bersemangat dan istiqomah menyadarkan ummat akan bahayanya larut dalam program yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri, dan program yang akan memalingkan umat terkhusus perempuan dari kewajiban-kewajiban syar’inya. Wallohu a’lam bishshowab.