Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Operasi Tumpas Narkoba Semeru 2023 digelar serentak di Jawa Timur. Polres Pelabuhan Tanjung Perak beserta polsek jajaran berhasil mengungkap 13 kasus dan menangkap 16 tersangka selama operasi pada 14-25 Agustus lalu.
Kasatresnarkoba Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Yunizar Maulana Muda mengungkapkan, dari 13 kasus tersebut pihaknya berhasil menggagalkan peredaran sabu-sabu (SS) sebanyak 35,43 gram dan 6.516 butir pil LL. "Ungkap sabu terbanyak oleh Polsek Asemrowo dengan barang bukti 16,88 gram sabu," tuturnya seraya menunjukkan barang bukti narkoba(radarsurabaya.id/3/9/23).
Namun lebih ironis lagi, Kadafi alias David, bandar narkoba kelas kakap sekaligus suami selebgram Adelia Putri Salma, yang menjadi narapidana kasus narkoba kini menjadi perhatian.
Pasalnya, David diduga masih bisa mengendalikan bisnis narkobanya dari balik penjara. Hal ini disampaikan oleh Direktur Direktorat Narkoba Polda Lampung Kombes Erlin Tangjaya(serambinews.com/1/9/23).
Sungguh mengherankan narkoba dikendalikan dari lapas. Hal ini menjadi tanda ada berbagai persoalan, di antara longgarnya penjagaan lapas, hukum yang tidak menjerakan, sesat pikir akan narkoba
Ada banyak pihak yang terlibat, termasuk perempuan.
Peredaran narkoba semakin menggila. Pemberantasannya selama ini ternyata tak berefek jera. Bahkan penemuan baru-baru ini, pengendalian peredaran barang haram ini dilakukan dari beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas).
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama Juni-Agustus 2023 telah menangani lima kasus peredaran narkoba di DIY. Pun meringkus tiga jaringan pengedar narkoba, salah satunya dikomando dari dalam lapas Jawa Tengah (Jateng) (kompas.com, 7/9/2023).
Peredaran narkoba bukanlah hal baru. Telah puluhan tahun berlangsung. Berbagai upaya dari penyuluhan, penggerebekan, penangkapan, hingga pembinaan, terus dilakukan. Namun bukannya hilang, tetapi malah berkembang.
Jika ditelisik, ada beberapa sebab seseorang terjerat narkoba. Di antaranya, salah pergaulan, terpengaruh budaya fun, ingin cepat kaya dengan cara mudah dan instan, pelarian dari masalah (teman atau keluarga), bahkan ada yang awalnya hanya korban.
Ditambah dengan oknum-oknum penegak hukum yang menjadi payung bisnis haram ini, membuat jaringan narkoba makin sulit dimusnahkan. Realitasnya, aparat yang seharusnya memberantas narkoba, justru ada yang menjadi aktor utama penyebarannya.
Kian buruknya penegakan hukum akan membuat narkoba kian tidak terkendali. Banyak kasus narkoba yang melibatkan institusi kepolisian, kejaksaan, anggota dewan, kehakiman, dan seterusnya. Misalnya, penangkapan Kapolda Jatim Irjen Teddy Minahasa karena kasus narkoba beberapa waktu lalu. Sebelumnya ada 136 anggota kepolisian yang di-PTDH-kan (pemberhentian tidak hormat) terkait narkoba.
Dari aspek penegakan hukum nyaris tidak tegas bahkan banyak oknum aparat yang terlibat. Pun dari aspek edukasi, tidak ada kebijakan serius melalui beberapa institusi terutama pendidikan yang secara efektif mengedukasi masyarakat agar tidak menggunakan narkoba dan menjadi agen peredarannya. Tidak ada kampanye masif perang melawan narkoba.
Yang terjadi justru kampanye masif melawan radikalisme (yang diidentikkan dengan agama Islam). Padahal yang mampu menangkal penggunaan narkoba adalah pemahaman agama seseorang, dari sisi akidah dan syariat. Namun agama malah dimusuhi dengan berbagai macam propaganda serta stigmatisasi negatif.
Dari semua penyebab di atas, sejatinya sebab utama adalah kian jauhnya manusia dari agama. Mereka menjadikan agama sebatas kepemilikan. Bukan keyakinan yang menghujam hingga berpengaruh pada tindakan. Mereka merasa tidak butuh agama sebagai timbangan boleh tidaknya memakai atau mengedarkan narkoba. Termasuk keterlibatan oknum aparat yang melindungi bisnis haram ini.
Inilah buah penerapan sekularisme, paham hidup yang mendidik manusia untuk memisahkan agama dari keseharian. Mencukupkannya saat berhubungan dengan Sang Khaliq dalam ibadah ritual. Namun saat mengatur dirinya, terlebih ketika berinteraksi dengan sesama manusia di segala aspek hidup, agama dianggap tidak penting.
Dari rahim sekularisme ini pula, terlahir konsep kapitalisme dalam sistem ekonomi. Mereka menganut prinsip ekonomi untuk meraih sebanyak-banyaknya hasil dengan sedikitnya upaya. Tidak lagi memperhatikan proses meraih harta. Melabrak halal haram. Bahkan tak peduli bermasalah atau menjerumuskan. Seperti dalam kasus peredaran narkoba sebagai barang terlarang.
Sekularisme juga melahirkan demokrasi dalam sistem pemerintahan yang berbasis pada kebebasan individual; kebebasan beragama, kepemilikan, berpendapat, dan bertingkah laku. Jadilah penerapan demokrasi berstandar ganda.
Di satu sisi, ia melarang peredaran narkoba tersebab dampak negatifnya. Di sisi lain, ia menafikan titah Yang Maha Kuasa dan menempatkan kedaulatan di tangan manusia(tintasiyasi,9/9/23).
Berbeda halnya dengan Islam, negara bertanggungjawab penuh terhadap seluruh masyarakatnya dari segala hal yang merusak jiwa, akal, kehormatan dan harta terlebih lagi agamanya.
Narkoba dalam pandangan Islam haram hukumnya. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan.”
Adapun dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba:
Pertama, Allah berfirman yang artinya: “Dan belanjakan lah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Kedua, Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Artinya: “Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya.” (HR. Ibnu Majah).
Ketiga, dari Ummu Salamah, ia berkata yang artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR. Abu Daud).
Dalam istilah para ulama, narkoba termasuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa) dan diharamkan dalam Islam.
Adapun sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah tazir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi tazir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya.
Pengguna narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Tazir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi,Al Mausuah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki,Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98). Demikianlah, Islam menuntaskan narkoba hingga ke akar-akarnya. Wallahu ‘alam bish shawab.[]
Tags
Opini