Narkoba PR Besar Negara



Oleh: Mirna


Film “the raid”, adalah salah satu film keren besutan sutradara Indonesia yang memperoleh pengehargaan, memiliki tiga musim penayangan dengan titik sentral cerita seorang polisi pemberantas Narkoba. Terkesan mengerikan, tapi memang kadang itulah gambaran mafia narkoba dan aksi pemberantasannya dilapangan. Fakta tentang tidak semua polisi jujur dan bergerak sebagai pelindung rakyat, fakta bahwa sedikit banyaknya para pengedar memiliki gembong raksasa yang tetap bertahan justru karena gelap matanya para aparat terhadap uang suap.

Narkoba sendiri merupakan kepanjangan dari Narkotika dan obat-obatan yang bersifat adiktif. Banyak sekali dampak negatif yang dirasakan penggunanya. Semakin kecanduan, semakin bahaya efek samping terhadap kesehatan mental dan fisik. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), narkoba adalah zat dan obat-obatan bersifat adiktif yang memberi efek penurunan kesadaran, halusinasi, dan daya rangsang. Obat-obatan ini disalahgunakan oleh pecandu untuk memberikan rasa tenang, meredakan nyeri, meningkatkan kepercayaan diri.

Narkoba dimanfaatkan bukan sesuai anjuran untuk pengobatan penyakit tertentu dengan dosis tinggi, yang artinya dapat memberikan efek samping dan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Selain kesehatan fisik menurun, narkoba berdampak langsung pada kesehatan mental jangka panjang pada penggunanya. Penyalahgunaan obat-obatan berdampak pada perubahan fungsi dan struktur otak yang mempengaruhi kognitif (Sulit berkonsentrasi, tidak bergairah, tidak termotivasi) dan perilaku pecandu. Salah satu dampak penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif lainnya adalah menurunnya kualitas kesehatan mental dan psikologis, seperti depresi, rasa cemas hingga ingin bunuh diri dan skizofernia.

Berdasarkan fakta ini, sebenarnya dalam kondisi darurat seperti pengobatan di Rumah Sakit penggunaan narkoba di bolehkan saja, namun dengan syarat dan ketentuan berlaku. Sementara penggunaan dengan dosis diluar pengawasan tenaga medis dapat membahayakan penggunanya. Peredaran obat terlarang seperti narkotika, sabu-sabu dan ganja memang sudah sejak dulu terjadi di Negara Indonesia, pun termasuk dunia. Apalagi baru-baru ini adalah berita menghebohkan yang datang dari negeri Paman SAM, dimana hampir sebagian besar penduduk kota Philadelphia terserang wabah tranq “mayat hidup” karena konsumsi xylazine, yakni narkoba jenis baru yang berasal dari obat bius kuda. SubhanaAllah sungguh mengerikan, mereka berjalan linglung layaknya zombie di film-film. Kehilangan akal, bahkan tidak sedikit yang merenggang nyawa karena overdosis.

Penyalahgunaan narkoba apalagi pengedarnya adalah bentuk kejahatan dan kedzoliman. Aktivitas jahat semacam ini harus dihentikan dan pelakunya wajib mendapat hukuman berat dan men “jera” kan bukan sekedar “memenjarakan” lantas dilepaskan. Dan jelas upaya penanggulangannya tidak mungkin dilakukan oleh “rakyat” yang notabennya adalah korban bahkan mungkin pelaku edar narkoba. Penanggulangan narkoba adalah sebuah upaya besar yang juga harus dipanggul oleh instansi yang besar. Tidak hanya kepolisian namun juga Pemerintahan. Karena meriayah umat dan melindungi generasi muda bukan hanya tanggung jawab keluarga dan masyarakat namun yang paling berkewajiban justru adalah para pemimpin Negara.

Selama ini memang pemerintah sering menghimbau agar masyarakat terutama kaum muda yang terkenal sebagai mayoritas pengguna supaya menjauhi narkoba, berpola hidup sehat dan lain sebagainya. Bahkan pihak medis di minta agar melakukan penyuluhan kesekolah-sekolah, pun termasuk kepolisian dan tentara, sayangnya semua upaya itu masih belum berhasil mengentas masalah narkoba. Bahkan tak jarang dilapangan ditemukan fakta mencengangkan, pihak yang memasang slogan besar 'anti narkoba' ditempat kerjanya, justru menjadi pengedar dan Bos besarnya. Dan tak cukup sampai disana, dosa ini seolah terpelihara dan mudahnya para aparat penegak hukum berjual beli barang haram ini dalam sel penjara.

Lalu dengan keadaan semacam ini apakah mungkin upaya pengentasan obat haram bisa dilakukan? Jelas itu semua hanya utopi semata. Karena bagaimana bisa orang yang dipercaya untuk menjaga rumah dan seisinya justru ternyata adalah pelaku penghancurannya. Pada akhirnya kita sampai pada satu kesimpulan adalah wajar jika persoalan Narkoba tetap menjadi momok menakutkan yang gagal untuk dientaskan. Selain karena keberadaan aparat-aparat “kotor”, upaya pemerintah yang minim,juga nilai-nilai keagamaan yang gagal diterapkan dalam kehidupan. Agama sejatinya bukan hanya sekedar aturan tentang “ritual” semata. Namun ia juga benteng pertama yang menjadi pelindung generasi muda. Agama akan mudah direalisasikan dari segi peraturan jika pemerintah mengambil peran dominan disana.

Pemerintah dengan basis agama yang kuat akan menjadi perisai ummat dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Sayangnya system pemerintahan yang dipakai oleh negeri ini sangat jauh dari sifat “religious”. Sistem kapitalis yang diambil sebagai pedoman dalam bernegara menjadikan para penegak hukum dan aparat pemerintah lebih materialistik. Mereka mengejar “modal” sebagaimana yang diajarkan oleh system kapitalis bahkan tak jarang mereka mengorbankan sesama atau memfitnah pihak ketiga sebagai oknum maupun dalang perbuatan tak terpuji yang dilakukan.

Hingga wajar saja, penyelewengan amanah sering terjadi dinegeri ini, godaan “uang” dan harapan hidup “hedon”, serta lemahnya sanksi dan mudahnya hukum dibeli menjadi faktor pendorong utama mengapa persoalan narkoba menjadi sulit berkata “bye” pada masyarakat Indonesia umumnya. Sistem yang mudah dibeli, korupnya para pemimpin negeri dan penjahat berkedok “aparat” hanya akan bisa dihilangkan jika system yang digunakan berdasarkan aturan yang Maha Pencipta, yakni Allah azza wa jalla. Karena sebagai seorang hamba keberadaan Tuhan tentu sangat esensi dalam menjalani kehidupan.

Jika sudah berbicara murka Tuhan, semua makhluk pasti takut. Ketakutan tidak amanah, dan menimbulkan azab atau dosa sebenarnya adalah solusi paling efektif, mengingat semua manusia adalah makhluk terbatas dan penuh nafsu. Agar keterbatasan dan nafsu ini tidak menjadi duri maka yang bisa menahan gejolaknya hanyalah iman dan konskwensinya. Dengan kata lain keberadaan pemerintahan yang bebasis agama, menjadi rakyatnya lebih menjaga keimanan dan maruah, hingga berbuat dosa menjadi hal yang harus dihindari agar iman tetap terjaga. Wallhua’alam bissawab…

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak