Oleh : Maulli Azzura
Pemerintah akan memberi waktu dua tahun lagi bagi para produsen mobil untuk memenuhi persyaratan agar mereka dapat menikmati insentif kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di pasar mobil terbesar di Asia Tenggara. Gebrakan pemerintah tersebut berhasil memantik komitmen investasi dari sejumlah perusahaan, seperti Mitsubishi Motors dan produsen mobil listrik China Neta.
Langkah yang diumumkan dalam pameran mobil di Jakarta baru-baru ini mengemuka saat Indonesia bersaing dengan Thailand dan India dalam membangun industri kendaraan listrik sebagai alternatif China, produsen terbesar dunia.
Berdasarkan aturan investasi yang diumumkan pada Kamis (10/8), produsen mobil harus berkomitmen untuk memproduksi setidaknya 40 persen dari konten EV di Indonesia pada 2026 agar memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif, dua tahun lebih lambat dari target awal. Batas 40 persen telah ditetapkan untuk mendorong produksi baterai lokal. (voa.com 13/08/2023)
Kira-kira mampukah rakyat di negeri ini membeli mobil listrik ? Sedang memenuhi kebutuhan sehari-hari saja banyak sekali yang masih pas-pasan, di dukung lagi oleh kenaikan harga-harga bahan makanan pokok yang pasti akan lebih menyulitkan rakyat. Lalu benarkah mobil listrik ini bertujuan untuk memudahkan rakyat? Atau malah memberikan keuntungan bagi pihak tertentu dengan bisnis yang mereka kelola ?.
Belum tuntas mengatasi kemacetan, kini mobil listrik seolah akan menambah jumlah kendaraan yang akan memenuhi jalan raya. Apakah untuk tujuan ini jalan-jalan tol kian di bangun unyuk memudahkan siapa? Apakah rakyat sudah menikmati fasilitas tersebut? Atau hanya gigit jari saja karena hal itu semakin memudahkan pihak penguasa melancarkan bisnisnya?.
Apakah yang demikian itu juga akan mampu mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas, ataukah lebih ke peralihan dari kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke energi listrik?. Tampaknya mereka kurang dalam mempertimbangkan tentang keamanan dan bahaya yang akan ditimbulkannya pada masyarakat secara umum.
Mungkin hanya sistem Islam lah yang akan mampu mengatasi segala permasalahan yang ada tanpa menimbulkan masalah baru. Pada masa Khilafah Utsmaniyah, ada pengaturan transportasi dalam Islam yang telah terbukti dalam sejarah ketika sistem Islam diterapkan.
Dikutip dari tulisan Dr. Fahmi Amhar, bahwa ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengaturan transportasi;
Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, bukan cuma karena sifatnya yang menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta.
Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan di situ dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.
Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Wallahu A'lam Bishowab