“Menyoal (Tradisi ) ASN naik Gaji Menjelang Pemilu”






Oleh: Xivia N.E

Pemerintah akan menaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 8% pada tahun depan. Selain kenaikan PNS, Presiden Jokowi juga mengusulkan kenaikan gaji untuk ASN Pusat dan Daerah/ TNI/ Porli sebesar 8% dan kenaikan untuk pensiunan sebesar 12%, kenaikan gaji ini akan jauh lebih tinggi dibandingkan proyeksi inflasi untuk 2024. Dalam  Nota Keuangan dan  Rancangan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, inflasi diperkirakan mencapai 2,8%. Di kutip dari (CNBC Indonesia, 16-08-2023).
Rencana kenaikan gaji abdi negara tersebut sebenarnya sudah terendus sejak akhir Mei 2023. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat itu sudah memberikan kode bahwa kemungkinan gaji akan naik. Bahkan hal  tersebut menjadi salah satu pertimbangan besar Jokowi di akhir masa jabatannya.tuturnya.(tirto.id 20-08-2023).
Dari fakta diatas bisa dilihat bahwa memang kenaikan gaji PNS cukup tinggi, yaitu sebesar 8%. Namun tidak bisa menutup laju kenaikan harga-harga, apalagi ada ancaman perubahan iklim. Ini berarti perbaikan kesejahteraan masih menjadi utopis. Jikalau kenaikan gaji alasannya untuk meningkatkan kinerja, maka ini juga merupakan utopis di tengah etos kerja yang buruk dan banyak contoh perilaku pejabat yang tak layak dijadikan teladan.Di satu sisi, tradisi kenaikan gaji menjelang pemilu menyiratkan adanya kemungkinan pemanfaatan kedudukan terhadap pemilu yang diselenggarakan. Sebab, tidak ada makan siang yang gratis di sistem saat ini.
Inilah realitas ASN diera kapitalisme. Jika kita bandingkan dengan masa/era peradaban Islam maka ASN dipandang sebagai pekerja atau pegawai yang dipekerjakan oleh negara sehingga kepada mereka bisa diberlakukan hukum-hukum ijarah (kontrak kerja). Sebab, syariat islam mendefinisikan pekerja (Ajir) sebagai orang yang bekerja dengan gaji (upah) tertentu dan orang yang mempekerjakan (Musta’jir) pekerja disini bisa individu, jama’ah, maupun negara.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda”Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.”(H.R Ad-Daruquthni, dari Ibnu Mas’ud ra.).
Sementara itu untuk perihal gaji, islam mengatur bahwa gaji bagi pekerja harus jelas. Adapun penentuan upah, dilakukan oleh mereka yang memiliki keahlian menentukan upah. Pijakan penentuan upah tidak bisa berdasarkan produktivitas pekerja maupun batas taraf hidup paling rendah dalam komunitas tertentu. Alasannya karena adakalanya seorang pekerja secara fitrah memang lemah dan produktivitasnya rendah sehingga  jika upahnya di dasarkan pada produktivitas maka upahnya juga rendah dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, kesejahteraan tiap individu termasuk ASN diukur berdasarkan terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) mereka yang distribunya dijamin oleh penguasa secara individu perindividu. Dengan begitu, gaji atau upah warga tidak habis untuk membiayai kebutuhan mendasar tersebut.
Wallahu a’lam bish showab..!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak