Oleh: Kurnia Dewi
Kaum munafik dan musuh Islam senantiasa menjauhkan umat Islam dari agamanya. Selalu melakukan berbagai cara untuk menghembuskan opini bahwasanya umat Islam tidak butuh Islam untuk dijadikan sebuah sistem negara, “Agama Islam jangan dicampur dengan politik!”, Kata mereka. Padahal, Rasulullah dan para sahabat bersusah-payah hingga mengorbankan nyawa demi Islam bisa berdiri tegak sebagai sebuah sistem yang diterapkan secara menyeluruh di Madinah sebagai negara Islam pertama, juga untuk disebarkan ke seluruh dunia. Malah yang mengaku umat beliau justru memisahkan Islam dari politik negaranya. Syekh Abdullah Ad-Dumaijî dalam konteks ini berkata :
إِنَّ الرَّسولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ أَقَامَ أَوَّلَ حُكومَةٍ إِسْلاميَّةٍ فِي المَدينَةِ ، وَصَارَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ أَوَّلَ إِمامٍ لِتِلْكَ الحُكومَةِ
”Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mendirikan pemerintahan Islam yang pertama di Madinah, sehingga Rasulullah SAW itulah yang menjadi Imam pertama untuk pemerintahan Islam itu… Rasulullah SAW melakukan tugas-tugas sebagai kepala pemerintahan, seperti mengadakan berbagai perjanjian, memimpin pasukan perang, mengirim duta dan utusan, dan sebagainya.” (Abdullah Ad-Dumaijî, Al-Imâmah Al-‘Uzhmâ ‘inda Ahlis Sunnah wa-Al-Jamâ’ah, hlm. 52).
Jika yang dimaksud adalah jangan mencampur agama Islam dengan kapitalisme, itu masih bisa diterima. Tapi bukan berarti diam saja membiarkan kapitalisme dijadikan ideologi. Jika yang dimaksud adalah jangan mencampur Islam dengan politik selama-lamanya, ini sesat.
Islam bukan hanya agama ritual kepada Allah Swt dengan wujud syahadat, salat, puasa, zakat dan haji saja. Islam adalah mabda/ideologi. Buktinya, Islam memiliki aturan terlengkap dari urusan kamar mandi hingga hubungan internasional. Mempunyai aturan yang mengatur seluruh umat manusia, bahkan jika mereka kafir sekalipun. Semuanya dimuliakan oleh Islam selama tidak memusuhinya.
Umat Islam yang menduduki kursi penguasa negara sekularisme amatlah dininabobokan oleh kekuasaannya. Sudah lupa bahwasanya sekularismelah yang perlahan namun pasti telah meruntuhkan Islam 100 tahun lalu setelah hampir 1400 tahun lamanya daulah Islam tegak sebagai negara adidaya yang memimpin 2/3 dunia. Bukan sebagai ampas Amerika sekaligus kacung China seperti saat ini.
Malapetaka runtuhnya khilafah seharusnya menjadi pengingat umat Islam supaya tidak bermesra-mesra dengan sekularisme. Menegakkan kembali khilafah ala minhajin nubuwah dan hukum Allah Swt secara kaffah sudah seharusnya menjadi persoalan utama bagi kaum muslim. Bukan malah memisahkan Islam dari politik. Sedangkan politik adalah segala hal yang mengurusi urusan umat.
Umat Islam tidak seharusnya alergi terhadap aturan Islam yang menuntut untuk ditegakkan secara kaffah. Karena ketaatan kepada Allah Swt tidak dapat dilaksanakan hanya oleh individu atau kelompok tertentu saja, seperti: jihad, hubungan internasional, ekonomi, kesehatan, militer dan politik. Islam bukanlah agama prasmanan. Dipilih yang disuka atau tidak membahayakan posisi, dan dibuang jika tidak disuka atau bisa mencabut kekuasaan.
Umat muslim yang masih sadar akan urgensi dari penegakan daulah Islam tidak boleh lengah dan menyerah. Jika para kapitalis bahkan mengirim profesor untuk “berdakwah” ke pelosok desa menyuarakan “Negara ini bukan mau dijadikan negara Islam”. Maka umat muslim harus lebih gencar lagi melawan opini sesat dan menyesatkan ini dengan dakwah Rasulullah. Khilafah adalah janji Allah Swt. Segera jemput janji kemenangan ini sampai nyawa berada di kerongkongan. Rasulullah ketika diminta oleh paman beliau (Abu Thalib) untuk menyerah mendakwahkan Islam dengan diiming-imingi kekuasaan, beliau bersabda:
Wahai Paman, demi Allah, apabila mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku menghentikan dakwahku, aku tidak akan menghentikannya sampai Allah memberikan kemenangan atau aku mati karenanya. Oleh karena itu, aku tidak akan menghentikannya (dakwah). (HR ath-Thabari).
Maukah anda melakukan ini wahai para penguasa?
Tags
Opini