Oleh : Ummu Hadyan
Kelompok pemerhati lingkungan hidup mengajukan protes secara resmi kepada Bank Dunia karena terus memberikan dukungan keuangan untuk pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia. Hal tersebut dianggap melanggar janji sejumlah pemimpin negara untuk berhenti mendukung penggunaan bahan bakar fosil.
Anak perusahaan Bank Dunia di sektor swasta, International Financial Corporation (IFC), merupakan pendukung tidak langsung kompleks PLTU Suralaya di Banten melalui investasi ekuitasnya di Hana Bank Indonesia. Perusahaan tersebut merupakan salah satu penyandang dana proyek itu, kata koalisi kelompok lingkungan hidup pada Kamis (14/9).
PLTU Suralaya, yang merupakan PLTU terbesar di Asia Tenggara, memiliki delapan unit pembangkit yang beroperasi. Menurut rencana, pengembang proyek akan membangun dua pembangkit lagi yang diperkirakan akan melepaskan 250 juta ton karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan iklim ke atmosfer, kata kelompok tersebut dalam suratnya kepada ombudsman kepatuhan Bank Dunia Janine Ferretti.
Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berbasis di Helsinki mengatakan pada Selasa (12/9) bahwa kompleks PLTU Suralaya memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas udara di wilayah tersebut. Udara yang tercemar di area itu menyebabkan biaya kesehatan tahunan mencapai lebih dari $1 miliar. CREA mengatakan hal tersebut juga berkontribusi terhadap kabut asap di Ibu Kota Jakarta, yang menduduki puncak daftar kota paling tercemar di dunia pada Agustus. (voaindonesia.com 14/09/2023)
Pembangunan Kapitalistik VS Islami
Sungguh miris melihat negeri ini, disatu sisi negara juga membutuhkan ketersediaan listrik yang hal itupun menuntut adanya pembangunan industri pembangkit listrik. Namun disisi lain terdapat problem polusi udara yang begitu parah dan jelas jelas membahayakan kesehatan umat.
Namun karna pembangunan saat ini dilandasi mindset Kapitalisme, pembangunan akan selalu berorientasi mencari keuntungan dan mengabaikan potensi resiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat. Karna itu Bank Dunia sebagai lembaga keuangan Kapitalisme tetap memberi support adanya pembangunan PLTU sekalipun telah banyak terbukti kerusakan yang dihasilkan dari pembangunan ini.
Pembangunan merusak lingkungan tentu tidak akan ditemukan dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam yakni Daulah Khilafah. Islam memahami bahwa keberadaan industri termasuk industri pembangkit tenaga listrik seperti PLTU urgen dibutuhkan oleh umat.
Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Atha' Abu Rasytah dalam kitabnya yang berjudul "Politik Perindustrian Dan Membangun Negara Industri Dalam Pandangan Islam" yakni barangsiapa yang ingin membangun dan maju dalam bidang industri hal ini tidak akan didapatkan selain dengan memulai industri dengan inisiatif menciptakan industri permesinan dengan seketika tanpa bertahap.
Sebab tanpa adanya industri permesinan menjadikan negara kita tergantung pada negara maju asing dalam industri alat berat. Urgensitas keberadaan industri ini wajib diwujudkan oleh Daulah Khilafah dengan orientasi untuk kebaikan hidup manusia dalam menjalankan peran nya sebagai hamba Allah.
Maka pandangan Khilafah terhadap PLTU adalah sebagai sarana industri yang menyediakan kebutuhan pasokan energi bagi warga negara. Sumber bahan bakunya adalah batu bara yang notabene nya adalah hasil sumber daya alam berupa barang tambang. Maka keberadaan industri pembangkit energi inipun mengikuti hukum bahan bakunya yang merupakan harta milik umum.
Dalam Islam sumber daya alam termasuk harta kepemilikan umum sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
Artinya: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Konsekuensinya adalah negara yang berhak mengelola, mengeksplorasi hingga mengeksploitasi kekayaan alam tersebut dan hasilnya dikembalikan kepada warga daulah. Sehingga perindustrian pembangkit listrik wajib dibangun oleh negara dan Khilafah akan melarang individu atau swasta memilikinya.
Karna itu dalam Khilafah tidak akan mengenal investor investor asing dalam pengelolaan sumber daya alam karna melalui investasi para swasta kapital itu memiliki celah untuk menguasai hasil sumber daya alam.
Selain itu ketika Khilafah membangun industri pembangkit listrik seperti PLTU, pembangunan yang ada tidak boleh membawa dharar dan zalim. Sebagaimana disebutkan dalam hadits mengenai larangan berbuat dharar.
عَنْ أَبِـيْ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (Hadits hasan, HR Ibnu Majah)
Secara qadarnya pembakaran batu bara pasti akan menghasilkan polutan yang akan membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan. Karna itu Khilafah akan memerintahkan tim ahli lingkungan, pertambangan, ahli perindustrian untuk membuat mekanisme agar hasil dari pembakaran ini tidak menimbulkan dharar dan zalim, atau merancang ambang batas polutan yang boleh dihasilkan industri sehingga alam dapat merecovery polutan tersebut.
Sebenarnya teknologi semacam itu saat ini sudah dikembangkan seperti Electrostatic Precipitator (ESP) dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS). Teknologi ESP pada PLTU berfungsi menangkap debu dari emisi gas buang. Teknologi ini didesain untuk menyaring dan menangkap debu dengan ukuran sangat kecil kurang dari 2 micrometer hingga 99 persen, serta teknologi ramah lingkungan pengendali polutan lainnya seperti NOx dan SOx. Sedangkan teknologi CEMS adalah sistem untuk memantau tingkat emisi penyebab polusi udara dicerobong asap pabrik.
Hanya saja dalam negara Kapitalisme teknologi ini tidak masif digunakan karna alasan biaya produksi, sementara pembangunan industri terus masif hingga melampaui ambang batas daya lenting lingkungan. Namun dalam Khilafah teknologi ini wajib digunakan dalam setiap perindustrian bahkan akan dikembangkan dan dirancang agar hasil emisi karbon bisa mencapai 0 persen.
Demikianlah solusi Khilafah dalam menciptakan pembangunan industri yang ramah lingkungan dan tanpa membahayakan kesehatan manusia. Alhasil perintah syari'ah untuk mewujudkan maslahat dan menghindari mafsadat bagi umat bisa tercapai.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini