Oleh. Lilik Yani
Banyak orang yang ingin uangnya berlipat ganda, kalau perlu tanpa kerja hartanya berlipat. Segala cara ditempuh meski tak sesuai aturan Allah. Mereka tak peduli yang penting harta kekayaannya berlimpah. Kalau bisa tak habis dimakan tujuh turunan.
Masalahnya cara yang ditempuh tidak memperhatikan halal haram. Tak takutkan akan dipertanyakan di akherat kelak? Bukankah setiap amal sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah?
**
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengakui bahwa masih banyak masyarakat yang lebih memilih pinjaman online (pinjol) untuk mendapatkan dana secara cepat. Padahal, suku bunga kredit di pinjol tentu jauh lebih tinggi dibandingkan bank.
Menurut Ogi, hal tersebut disebabkan oleh masih banyak masyarkat yang tidak memenuhi kriteria perbankan untuk mengajukan kredit. Untuk meminjam uang di bank, terdapat banyak persyaratan yang harus dipenuhi masyarakat. (KumparanBisnis.com 22/9/22)
Uang yang mengalir tersebut ternyata tidak sepenuhnya diperoleh dari perusahaan pinjol. Berbagai penyelenggara pinjol di Indonesia memiliki skema menarik dengan melibatkan masyarakat untuk memberikan pinjaman melalui aplikasi.
Uang nasabah yang disetorkan ke perusahaan pinjol akan diputar untuk dijadikan sebagai pinjaman lagi kepada akun lainnya. Nah nasabah/akun yang bersedia memberikan uangnya ke perusahaan pinjol kemudian dijanjikan bunga yang tinggi sebagai bentuk return dan keuntungan. (mediaindonesia.com 12/7/23)
Bolehkah Pinjol dalam Islam?
Pinjaman Online atau pinjol saat ini banyak dijadikan solusi cepat mengatasi keuangan. Namun pada prakteknya, tak sedikit orang yang justru terjerat hutang dan sulit melunasinya karena bunga yang tinggi.
Pinjol dianggap sebagai kegiatan yang meresahkan. Pinjaman berupa uang dalam aplikasi online, biasanya menerapkan bunga yang tinggi. Dalam pandangan Islam praktek pinjol sebenarnya dilarang dan termasuk perbuatan haram.
Orang yang meminjam uang diharuskan membayar dengan nominal yang jauh lebih tinggi daripada nilai pinjaman. Belum lagi adanya sistem tempo waktu yang dianggap menyulitkan. Apalagi bagi orang yang belum bisa membayar cicilan atau melunasi pinjaman akan mendapat berbagai teror serta ancaman.
Tak pelak, banyak orang yang kemudian menjadi stres dan bahkan rela mengakhiri hidup karena kejaran pinjol.
Fatwa MUI Terkait Pinjol Haram
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa pinjol tidak sesuai dengan syariat Islam. Pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar November 2021, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya fatwa mengenai pinjaman online.
Ijtima Ulama menetapkan aktivitas pinjaman online haram dikarenakan terdapat unsur riba, memberikan ancaman, dan membuka rahasia atau aib seseorang kepada rekan orang yang berutang.
Sebenarnya bukan hanya pinjaman online saja yang dianggap haram, hukum serupa juga ditetapkan pada pinjaman offline atau secara langsung yang juga mengandung unsur riba.
Pinjaman yang Diperbolehkan
Pinjol sebenarnya tidak seluruhnya haram, ada juga pinjol yang tergolong diperbolehkan. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Abdul Muiz Ali mengatakan, pinjam meminjam uang dengan cara online hukumnya boleh.
Pembolehan pada pinjol didasari teori dalam kitab Al-Ma'ayir As-Syar'iyah An-Nasshul Kamil lil Ma'ayiri As-Syar'iyah. Teori menyatakan, serah terima secara hukmiy (legal-formal/non-fisik) dianggap telah terjadi baik secara i'tibâran (adat) maupun secara hukman (syariah).
"Serah terima dilakukan dengan cara takhliyah (pelepasan hak kepemilikan) dan kewenangan untuk tasharruf(mengelola). Serah terima dianggap sudah terjadi dan sah, meski belum terjadi secara fisik (hissan)," jelas Abdul Muiz.
Fikih lain menjelaskan, yang dipertimbangkan dalam akad piutang adalah substansinya. Kegiatan jual beli melalui telepon dan media online lainnya menjadi salah satu pilihan, berikut haditsnya,
والعبرة في العقود لمعانيها لا لصور الألفاظ.... وعن البيع و الشراء بواسطة التليفون والتلكس والبرقيات, كل هذه الوسائل وأمثالها معتمدة اليوم وعليها العمل.
Artinya: "Yang dipertimbangkan dalam akad-akad adalah subtansinya bukan bentuk lafadznya, dan jual beli via telpon, telegram dan sejenisnya telah menjadi alternatif yang utama dan dipraktekkan." (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafiis, II/22)
Praktek pinjam meminjam dalam Islam sebenarnya diperbolehkan karena bentuk tabarru atau kebajikan atas dasar tolong menolong. Namun seluruhnya, baik secara online atau offline harus dilakukan sesuai prinsip-prinsip syariah.
Dalil tentang Pinjaman Sesuai Syariat Islam
Ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam praktek pinjol. Dijelaskan melalui ayat Al-Qur'an dan hadits terkait pinjaman yang diperbolehkan dalam Islam.
1. Tidak ada unsur riba
Riba artinya penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam.
Dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT melarang umat-Nya untuk melakukan riba:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
2. Berniat untuk segera melunasi utang
Bagi peminjam, sebaiknya memiliki niat untuk segera melunasi utang saat sudah memiliki uang. Dilarang untuk menunda membayar utang saat sudah ada rejeki. Ketika hal ini dilakukan maka hukumnya haram.
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
Artinya: "Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya." (HR Nasa'i).
3. Ikhlas dalam memberikan pinjaman
Bagi orang yang memberikan pinjaman, sebaiknya mengawalinya dengan niat ikhlas. Terkadang orang yang meminjam uang belum bisa melunasi utangnya, maka sang pemberi pinjaman sebaiknya tidak menagih terus menerus.
Dalam surat Al Baqarah ayat 280, Allah SWT berfirman:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
Senada dengan hal itu, riwayat hadits lainnya dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
كان تاجر يداين الناس، فإذا رأى معسراً قال لفتيانه تجاوزوا عنه لعل الله أن يتجاوز عنا، فتجاوز الله عنه
Artinya: "Ada seorang pedagang yang memberikan pinjaman kepada manusia, maka jika ia melihat orangnya kesulitan, ia berkata kepada pelayannya: Bebaskanlah ia, semoga Allah membebaskan kita (dari dosa-dosa dan adzab), maka Allah pun membebaskannya." (HR Muttafaq 'Alaih).
Itulah pandangan Islam terkait pinjaman online yang dilarang dan diperbolehkan. Bagaimanapun, pinjaman haruslah dikembalikan karena itu sebuah tanggung jawab yang harus diselesaikan.
Cara Melipatgandakan Harta dalam Islam
QS. Al-Baqarah Ayat 245
مَنۡ ذَا الَّذِىۡ يُقۡرِضُ اللّٰهَ قَرۡضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗۤ اَضۡعَافًا کَثِيۡرَةً ؕ وَاللّٰهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ ۖ وَ اِلَيۡهِ تُرۡجَعُوۡنَ
Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Maksudnys siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak.
Allah dengan segala kebijaksanaanNya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan.
Diriwiyatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Abi hatim, dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Umar ketika turun ayat 261 surah al-Baqarah yang menerangkan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan 7 tangkai; pada tiap-tiap tangkai berisi seratus biji, maka Rasulullah saw memohon, "Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu bagi umatku (lebih dari 700 kali).
Setelah dikisahkan tentang umat yang binasa disebabkan karena ketakutan dan kelemahan kayakinan, maka dalam ayat ini Allah menganjurkan agar umat rela berkorban menafkahkan hartanya di jalan Allah dan nafkah itu dinamakan pinjaman.
Allah, menamakannya pinjaman padahal Allah sendiri maha kaya, karena Allah mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia; hanya segolongan kecil saja yang rela berbuat demikian.
Hal ini dapat dirasakan di mana seorang hartawan kadang-kadang mudah saja mengeluarkan kelebihan hartanya untuk menolong kawan-kawannya, mungkin dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara kedudukan yang tinggi, terutama jika yang ditolong itu kerabatnya sendiri.
Tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan agama dan memelihara keluhurannya serta meninggikan kalimah Allah yang di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri secara langsung di dunia, maka tidak mudah baginya untuk melepaskan harta yang dicintainya itu, kecuali jika secara terang-terangan atau melalui saluran resmi.
Oleh karena itu, ungkapan yang dipergunakan untuk menafkahkan harta benda di jalan Allah itu sangat menarik, yaitu: "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, suatu pinjaman yang baik."
Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan ikhlas semata-mata untuk mencapai keridaan Allah swt. Allah menjanjikan akan memberi balasan yang berlipat ganda.
Allah memberikan perumpamaan tentang balasan yang berlipat ganda itu seperti sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh tangkai padi, setiap tangkai berisi 100 butir, sehingga menghasilkan 700 butir. Bahkan, Allah membalas itu tanpa batas sesuai dengan yang dimohonkan Rasulullah bagi umatnya dan sesuai dengan keikhlasan orang yang memberikan nafkah.
Allah swt membatasi rezeki kepada orang yang tidak mengetahui sunatullah dalam soal-soal pencarian harta benda karena mereka tidak giat membangun di pelbagai bidang yang telah ditunjukkan Allah.
Allah melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunatullah dan menggarap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil manfaatnya. Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya dalam kekuasaan Allah.
Anjuran Allah menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya agar mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri akan bertambah banyaklah berkahnya.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa semua makhluk akan dikembalikan kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing.
**
Sistem kapitalisme menjadikan hampir semua kepala berisi harta. Kalau bisa semua bisa dijadikan uang. Bahkan untuk dakwah pun ayat Allah dijual alias berbayar. Tidak ada makan siang gratis, semua harus memakai uang.
Bahkan mau menolong saudara yang kesulitan saja ada harganya. Jangankan memberi kan bantuan gratis, meminjamkan saja ada tambahan keuntungan alias bunga. Jika tak bisa membayar maka bunga akan berbunga juga.
Bagaimana mungkin akan bisa membayar segera sementara untuk membayar modal saja tidak ada. Kecuali jika pinjamnya untuk modal usaha, kemungkinan masih bisa mengembalikan hutangnya. Jika meminjamnya untuk biaya makan, anak sekolah, biaya kesehatan, bagaimana bisa membayar cepat?
Pinjaman online makin mencekik karena dibatasi waktu bayar dalam jangka tak lama. Bukankah sistem ini semakin mencekik dan menjerat para korban? Di sini perlunya negara untuk memutuskan agar pinjaman menjerat seperti pinjol harus dihentikan.
Pemimpin negeri Islam harus tahu bagaimana penerapan sistem pengelolaan harta sesuai Islam, dimana tidak ada sistem bunga karena mengandung riba. Niatkan memberikan bantuan kepada sahabat yang membutuhkan itu sebagai bentuk pertolongan.
Demikianlah pentingnya sistem Islam yang diterapkan oleh pemimpin Islam, hingga rakyat merasakan sejahtera.
Wallahu a'lam bish shawwab