Oleh : Ade Nugraheni
Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). (IDN Times26 Agustus 2023 Jakarta).
Hal yang samapun disampaikan oleh anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas bahwa pencegahan kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga. Keluarga yang sehat akan menciptakan anak yang sehat dan terhindar dari kekerasan seksual, (REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA)
Namun pada faktanya kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga saja. Kekerasan seksual pun banyak terjadi di tempat umum. Sekitar 48,9 % perempuan ternyata pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum (Unesa.ac.id, SURABAYA).
Sehingga kita tidak bisa beranggapan bahwa jika keluarga mampu menciptakan kondisi aman bagi setiap anggota maka bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Namun hal ini tidak bisa lepas dari paham sekuler-liberal yang diusung oleh suatu negara.
Dalam sistem sekuler-liberal, segala tindakan boleh dilakukan selama tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Dengan paham kebebasan, maka bagi setiap orang kebebasan dalam berperilaku, berekspresi dan berpendapat. Setiap orang bebas tidak menggunakan aturan tuhan bahkan tidak bertuhan pun tidak masalah.
Setiap orang bebas untuk berpakaian sesuai keinginannya meski aurat diumbar dimana-mana. Setiap orang bebas berperilaku layaknya suami istri meski tanpa ikatan pernikahan. Setiap orang bebas mengekpresikan diri sebagai laki -laki maupun perempuan sesuai keinginannya.
Bahkan Negara melalui Lembaga peradilan pun hadir untuk mendukung paham kebebasan dengan meloloskan permohonan perubahan gender agar sah di mata hukum.
Atas dasar tersebut, rasanya sulit untuk berharap sistem sekuler menyelesaikan berbagai kasus kekerasan seksual. Disatu sisi negara menginginkan masyarakat terbebas dari kekerasan seksual, tetapi pada sisi lain mengampanyekan kebebasan individu yang justru kerap menjadi pemicu bangkitnya naluri seksual. Hal ini berbeda dengan Islam, dimana Islam datang tidak hanya sebagain suatu agama tapi juga ideologi yang memberikan solusi yang sempurna terhadap segala permasalhan manusia.
Dalam pandangan Islam kejahatan seksual pada dasarnya dipicu naluri seksual yang ada pada diri manusia. yang bisa terangsang dan menuntut pemenuhan. Rangsangan muncul karena dua faktor: Pertama, pemikiran / fantasi / khayalan. Dan yang kedua adalah fakta / apa yang dilihat/ didengarnya, bisa berupa tontonan maupun lagu-lagu yang merangsang naluri seksualnya. Apa yang dilihat disekelilingnya, apa yang ditonton di TV maupun medsos berupa perempuan-perempuan tanpa mentup aurat bahkan berbau porno, maka itu semua membuat naluri seksual bangkit dan butuh dipenuhi.
Hal ini akhirnya membuka pintu maraknya kejahatan seksual termasuk kekerasan seksual. Oleh karena itu solusi kejahatan/kekerasan seksual dalam Islam adalah yang pertama dengan diterapkannya sistem aturan Islam. Sistem yang di dalamnya mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, mengatur urusan berpakaian, termasuk mengatur masalah siaran/tontonan baik melalui medsos, TV , musik, dll . Semua itu harus berdasarkan aturan Allah SWT.
Yang kedua di perlukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar harus ditegakkan baik oleh individu, masyarakat maupun negara. Rasulullah menggambarkan masyarakat yang amar ma'ruf dan nahi mungkar, dan masyarakat tidak melakukan amar ma'ruf nahi munkar, dengan menganalogikan para penumpang kapal yang mengundi tempat di kapal, sebagian mendapat tempat di atas dan sebagian mendapat tempat di bawah. Orang-orang yang bertempat di bawah apabila ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang ada di bagian atas, maka mereka berkata: kalau saja kita melubangi kapal agar tidak mengganggu orang di atas. Jika semua orang membiarkan niat mereka untuk melubangi kapal, maka semua orang yang ada di dalam kapal tersebut akan binasa. Namun jika niat mereka dihalangi/ dilakukan amar ma'ruf dan nahi munkar maka semua orang yang ada di kapal tersebut akan selamat.
Yang ketiga adalah perlu adanya sistem sanksi yang tegas bagi pelaku. Islam memiliki sanksi yang tegas terhadap pelaku tindak kejahatan/ kekerasan seksual. Contohnya tindak perkosaan, maka dalam hal ini para ulama’ menyatakan, bahwa sanksi bagi pelaku tindak perkosaan ini yang mempunyai saksi adalah had zinâ, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati jika pelakunya sudah menikah, dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun jika pelakunya belum menikah. Dengan sistem sanksi yang tegas ini maka orang akan takut untuk melakukan tindak kejahatan dan keadilan akan terwujud. Wallahu Alam