Karhutla Berselimut Kapitalis. Karhutla, Mengapa Bisa Terjadi (Kembali)?


Oleh : Demaryani
(Praktisi Pendidikan dan Aktivis Muslimah)



Selain menghadapi permasalahan Pencemaran lingkungan, Indonesia juga dihadang permasalahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Permasalahan ini terus berulang setiap tahunnya, sehingga dijuluki sebagai bencana tahunan. Permasalahan ini mengakibatkan kerugian diberbagai sektor dan berkurangnya jumlah kawasan perhutanan di Indonesia.

Faktanya terulang kembali pada tahun ini, di desa Kalumpang, Kecamatan Bungur, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), dengan luas wilayah kurang lebih seluas satu hektare. Kebakaran tersebut kian meluas dan merambat ke bahu jalan. Akibatnya mobilitas barang dan masyarakat terganggu, dikarenakan tebalnya kabut asap yang menutup arah pandang jalan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBP (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Tapin, Sofyan. (Kalsel.antaranews.com, Minggu, 20/08/23)

Kejadian serupa juga terjadi di berbagai wilayah di Kalimantan Barat. Penanganan yang telah dilakukan oleh satgas darat yang terdiri dari Brigade Dalkarhutla KLHK-Manggala Agni, TNI, POLRI, Masyarakat Peduli Api (MPA), BPBD, KPH, dan damkar swasta, telah mengupayakan pemadaman melalui jalur udara dengan cara waterboming (pengeboman air jalur udara)
Patroli pencegahan karhutla di Kalimantan Barat juga telah dilaksanakan sejak Maret 2023 mencakup wilayah Kabupaten/Kota Mempawah, Landak, Sintang, Pontianak, Sambas, Kubu Raya, Katingan, Sintang, Ketapang, Singkawang, Sanggau, Bengkayang, Kayong Utara, Kubu Raya, Landak, Sekadau, dan Melawi.

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Thomas Nifinluri mengungkapkan, luas karhutla di wilayah Kalimantan Barat tahun 2023 sampai dengan Juli seluas 1. 962,59 Ha. Diperkirakan luasan karhutla 2023 masih sangat mungkin meningkat. Karenanya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Telah menetapkan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan, terhitung 24 Februari sampai dengan 31 Oktober 2023. (ppid.menlhk.go.id 19/08/23)
Selain itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyebut pihaknya telah melakukan gugatan terhadap 22 korporasi ataupun perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. (kompas.tv, 20/08/23)

Kapitalis Kian Melenggang, Karhutla Terjadi Kembali

Secara tidak langsung, karhutla masih menjadi PR besar bagi Negara kita. Tercatat sepanjang 2023 ada seluas 16.637 hektare lahan dan hutan yang terbakar, juga diketahui wilayah yang paling banyak mengalami karhutla ialah Kalimantan Barat 2.736 hektare, Lampung 2.105 hektare, Sulawesi Tenggara 1.707 hektare, Maluku 1.531 hektare, Sulawesi Tengah 1.405 hektare dan Riau 1.092 hektare. dikutip dari mediaindonesia.com 12/06/23.
Permasalahan karhutla ini tidak akan pernah padam jika penangannanya hanya dipermukaan saja. Mitigasi bencana, penangkapan tersangka pembakaran, dan restorasi lahan gambut terus digiatkan, namun faktanya setiap tahun karhutla kian membara. Penyebab karhutla yang paling serius memanglah faktor manusia sendiri, pembakaran hutan dengan tujuan membuka lahan oleh industri adalah salah satu penyebabnya. 

Pembukaan lahan biasanya dilakukan pada musim kemarau dengan cara membakar lahan, hal tersebut mendukung visi kapitalis dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan meraup untung sebesar-besarnya, karenanya membuka lahan dengan cara tersebut memakan biaya yang lebih murah daripada harus menebang ratusan pohon dan semak belukar.
Karhutla membawa dampak kerugian kesehatan dan ekonomi bagi masyarakat, asap yang dihasilkan dari pembakaran hutan menjadi polusi dan membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat, pula selain itu berdampak menggangu lintasan penerbanganga karna jarak pandang yang terbatas, selain itu habitat alami dan keselamatan berbagai spesies flora dan fauna di hutan akan sangat terancam.

Menelusur lebih jauh perkara karhutla yang kian membara ialah akibat kesalahan penerapan kebijakan, dan penyimpangan dalam pelaksanaan di lapangan. Kebijakan tersebut dilandaskan pada undang-undang yang bersumber dari ideologi yang diyakini oleh pembuat kebijakan. Sedangkan undang-undang tersebut diciptakan dan dibuat oleh manusia yang pada hakikatnya syarat dengan keterbatasan dan kesalahan. Selanjutnya, sumber kesalahan penerapan ideologi kapitalis juga menjadi sumbangsih dalam permasalahan ini. 

Mengapa penerapan idelogi kapitalis menjadi sebuah kesalahan? Mari kita renungi, ideologi kapitalis ini menjunjung tinggi kepemilikan individu. Hutan juga dianggap sebagai kepemilikan individu, yakni milik para pengusaha melalui HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang diberikan oleh penguasa. Pandangan mengenai kepemilikan hutan ini menyebakan Negara memiliki kewenangan sepenuhnya atas hak konsesi hutan yang diberikan kepada swasta atau korporasi.

Mendukung hal tersebut, pemberlakuan UU Cipta Kerja terkait perusahaan yang kegiatan usahanya sudah terbangun di lahan produksi, maka dilegalkan mengajuka pelepasan dan pemutian. Ini berarti penguasa memberikan fasilitas terhadap hak konsesi hutan pada perusahaan atau korporasi. Hal tersebut tentu saja menjadi karpet merah bagi para korporasi untuk berinvestasi. 
Pengelolaan hutan dan lahan yang berparadigma sekuler kapitalis ini telah menjadi sumber kerusakan. Tujuan menumbuhkan perekonomian, meningkatkan pendapatan, dan lapangan kerja menjadi sirna dikarenakan pengelolaan hutan dan lahan diserahkan kepada korporasi yang tentunya lebih mengutamakan profit dibandingkan meriayah rakyat. 

Sampai saat ini, pemerintah Indonesia senantiasa mengakomodasikan segala usaha pengelolaan hutan dengan beragai hak konsesi pada korporasi. Misalnya, Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil hutan, hingga Hak Konsesi Tanaman Hutan (HTI). Hal tersebut mengakibatkan hutan dan lahan beruah menjadi wilayah eksploitasi dan kapitalisasi. Korporasi tersebut bergerak dibidang industri kayu, sawit, food estate, pertambangan dan lain-lain. Bahkan terkait proyek IKN, tidak sedikit perusahaan yang menerima hak membuka hutan untuk kawasan bisnis dan perumahan. 

Dalam mengelola hutan, korporasi menghitung untung rugi, sehingga membakar hutan adalah cara termudah dan menguntungkan untuk membuka lahan, sesuai dengan target tanpa mengeluarkan biaya besar. korporasi cenderung tidak menimbang atas dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, akiatnya sangat wajar jika karhutla terus berulang setiap tahunnya. 
Dampak kelanjutanya tentu akan menjadi mata rantai bagi permasalahan lingkungan. Keseimbangan ekosistem yang terganggu, longsor, puting beliung, dan banjir menjadi langganan yang tak dapat dihindarkan. Bahkan karhutla berpengaruh besar pada perubahan iklim dunia yang menyebabkan menyusutkan air bersih di berbagai tempat. 

Lazimnya merekalah yang sepantasnya bertanggung jawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan, namun nyatanya sangat sulit tersentuh hukum. Hukum yang ditawarkan hanya sebatas administratif, seperti pencabutan izin atau denda. Namun hal tersebut tidak memberikan efek jera karna tidak menyentuh pada akar permasalahan. 

Dengan berbagai dampak kerusakan yang ditimbukan, dan pengelolaan berpusat pada kepentingan korporasi bukan pada kesejahteraan rakyat, menyebabkan menerapkan ideologi kapitalis adalah sebuah kesalahan. Ini berarti peran Negara dan masyarakat terbilang abai dalam menjaga kelestarian hutan yang merupakan paru-paru dunia. 
Hal tersebut pula tidak sejalan dengan peraturan Islam yang menyatakan bahwa hutan bukan merupakan kepemilikan pribadi atau Negara, melainkan hutan termasuk ke dalam kepemilikan umum. Merujuk pada hadits Rasulullah Saw “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput (gembalaan) dan api.” (HR. Abu Dawud, Amad, Ibnu Majah).

Seperti hal nya hutan, yang semestinya pengelolaannya diserahkan kepada umat. Namun, dikarenakan pengelolaan hutan membutuhkan keahlian dibidangnya, dan biaya yang cukup besar, maka Negaralah yang diamanahi untuk mengelola perhutanan tersebut. Kemudian segala hasil dari pengelolaan hutan tersebut dapat dipergunakan untuk meriayah rakyat, dengan menyalurkannya kepada masyarakat melalui baitul mal atau kas Negara, sesuai kemaslahatan masyarakat. 

Karhutla Tuntas, Rakyat Bebas Bernafas 

Demi menyudahi pedihnya dampak karhutla, perlulah langkah tegas dalam mewujudkannya. Salahsatunya dengan mencampakkan paradigma kapitalis yang terbukti rusak dan merusak. Paradigma ini menghasilkan kerakusan dan eksploitasi yang berdampak pada kemaslahatan umat.

Selain itu kerugian yang didapat Negara tidaklah sebanding dengan denda dan pajak yang ditawarkan oleh korporasi, sedangkan yang menderita dan menanggung dampak kerusakan hutan ialah umat. Maka dari itu sudah selayaknya Negara beralih kepada paradigma Islam yang dapat menyelesaikan permasalahan dengan aturan-aturan langsung dari Allah swt sebagai pencipta manusia dan alam semesta. 

إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ، أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,’ mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” 
(QS Al-Baqarah: 11—12).

Allah telah mengingatkan umat bahwasannya tidak diperkenankan melakukan kerusakan di muka bumi, dan dengan segala kerusakan yang ditimbulkan paradigma kapitalis sudah sangat membuktikan bahwa praktek kapitalisasi tersebut haruslah dihentikan, mengingat tugas manusia sejatinya adalah untuk beribadah kepada Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 


Allah menunjuk manusia sebagai hamba dan khalifah fil ardhi, yang ditugaskan untuk beribadah dan mengatur mengurus alam. Allah menurunkan Islam sebagai risalah the way of life pedoman hidup umat manusia dalam mengatur dan menata kehidupan yang rahmatan lil allamiin. 
Islam dengan sempurna mengatur masalah kepemilikan harta kekayaan dan bagaimana cara mengelolanya, termasuk pula kepemilikan hutan dengan aturan pengelolaannya. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw tentang kepemilikan sumber daya amal yang telah dipaparkan diatas, bahwasannya hutan termasuk pada kepemilikan umum, dan untuk kemaslahatan umum. 

Maka siapapun termasuk Negara, semestinya tidak diperkenankan untuk mengkapitalisasi dan memprivatisasi hutan dan lahan, apalagi dengan memberikan hak pengelolaan kepada individu atau korporasi yang hanya bertujuan untuk kekayaan individu semata. 
Dalam peraturan Islam, Negaralah yang justru diamanahi untuk mengelola hutan dan lahan sebagai fasilitas gratis yang diberikan oleh Allah, agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, tentunya dengan cara-cara yang ahsan sesuai tuntunan Islam, dan demi kesejahteraan serta kemaslahatan umat, bukan dimanfaatkan untuk kepentingan individu atau korporasi.

Langkah tegas yang dimaksudkan tadi ialah mendukung terwujudnya institusi Islam, yang menerapkan peraturan Islam secara menyeluruh, melalui khilafah islamiyah. Aturan Islam merupakan sistem dengan konsep yang lengkap untuk mewujudkan kehidupan yang ramatan lil allamiin, dengan peraturan yang utuh dan menyeluruh, serta menjamin keadilan dan keselamatan untuk masyarakat dan lingkungan. 

Dalam penerapannya, apabila masih terdapat pelaku keserakahan, untuk menimbulkan efek jera pada pelaku pengeksploitasian sumberdaya alam, akan disanksi sesuai dengan hukum Islam, yang mana hukum tersebut merupaka sanksi teradil, yang dikeluarkan langsung oleh Allah sang pencipta alam, hukum yang sempurna dan sudah paten, hukum yang tidak bisa diotak-atik oleh siapapun.
Ketaatan dan ketundukan manusia teradap aturan Allah, akan membawa Negara kepada keberkahan yang nyata, sehingga komitmen ini akan berefek kepada kebijakan Negara untuk meriayah rakyatnya. 

Dengan menerapkan sistem Islam secara sempurna, maka segala permasalahan termasuk karhutla akan sigap ditangani, sehingga permasalahan karhutla akan tuntas dan rakyat dapat bernafas dengan bebas. Hanya sistem Islam yang mampu merangkul, menjaga dan melestarikan sumber daya alam termasuk hutan sebagai paru-paru dunia.
Wallahu a’lam bish-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak