Oleh : Wilujeng Sri Lestari, Spd. I
Membangun keluarga perlu landasan agama yang kuat. Jika tidak, biduk rumah tangga bisa diambang kehancuran. Perceraian saat ini menjadi masalah yang kerap terjadi tengah masyarakat. Yang menjadi latar belakang meningkatnya kasus perceraian, tak lepas dari faktor ekonomi, judi online (chip domino), narkoba, hingga KDRT. Bahkan di Aceh, baru baru ini ditemukan kasus perceraian akibat salah satu pasangannya terindikasi homo atau lesbi.
Berdasarkan laporan statistik Indonesia per Mei 2023, pada 2022, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus. Jadi ada peningkatan sebesar 15% dari tahun sebelumnya yang mencapai 447.743 kasus. Sungguh kasus yang harus diselesaikan hingga ke akarnya.
Akar Masalah
Meningkatnya kasus perceraian ini, sesungguhnya tidak lepas dari sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan di negari ini. Hal ini berdampak pada sudut pandang masyarakat mengenai sebuah pernikahan.
Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan perempuan bekerja membanting tulang mencari uang. Bahkan nekat ke negeri tetangga demi menopang ekonomi keluarga. Akibatnya, keluarga tak terurus, suami rawan selingkuh.
Sekularisme juga mengakibatkan gaya konsumerisme menjangkiti masyarakat, khusunya perempuan. Tuntutan gaya hidup yang lebih mengedepankan keinginan daripada kebutuhan membuat perempuan kalap mata. Maka cekcok dengan pasangan kerap kali terjadi. Maka wajar ajar jika terjadi KDRT.
Kemudian datanglah Feminisme dengan konsep kesetaraan gender. Dimana faham feminisme memandang perempuan harus setara dengan laki - laki. Menurut mereka maraknya KDRT akibat kurangnya kemandirian ekonomi pada perempuan. Karena itu mereka memandang solusinya adalah melalui pemberdayaan perempuan.
Solusi Islam
Pernikahan merupakan bagian dari syariat. Untuk itu, Allah menurunkan hukum supaya rumah tangga menjadi harmonis dan diridhoi Allah. Allah menetapkan laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga. Sehingga seorang laki-laki wajib menafkahi dan mendidik istri dan anak anaknya agar senantiasa taat kepada Allah SWT. Allah juga menetapkan pada kaum perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt, yaitu pengurus dan pengatur rumah tangga suaminya. Maka kewajiban mendidik anak adalah tanggung jawab kedua orang tua.
Kewajiban ini merujuk pada syariat yang Allah tetapkan. Allah swt. berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (QS An-Nisâ: 34).
Masalah perceraian menjadi semakin kompleks karena sistem sosial, sistem ekonomi, sistem hukum dan sistem politik yang digunakan saat ini berlandaskan pada akal pikir manusia, yaitu sekulerisme.
Sistem ekonomi Islam, mewajibkan negara memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya baik, sandang, pangan dan papan. Islam juga menekankan seorang laki-laki untuk bekerja dan perempuan mengurus keluarga dan anak-anaknya sebagai generasi penerus. Namun bukan berarti perempuan tidak bisa menunjukkan eksistensinya seperti yang digaungkan para feminisme. Perempuan masih bisa berkiprah sesuai potensinya baik sebagai seorang guru, dokter maupun politisi yang ikut mengoreksi penguasa dalam dakwah.
Sistem sosial dalam Islam melarang laki-laki dan perempuan bercampur baru, menjaga interaksi sehingga kemungkinan perselingkuhan tidak akan terjadi. Begitu pula hukum dan politik dalam Islam akan memberikan sangsi yang berat bagi para pelanggar aturan yang ditetapkan oleh negara. Dalam hal ini syariat Islam. Maka aturan Islam disini adalah sebuah sistem yang tidak bisa dipisahkan.
Namun saat ini syariat Islam hanya dipandang sebagai ibadah ritual saja. Dimana aturan dan hukumnya tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka sangat wajar jika manusia tidak mendapatkan keberkahan dari sisi Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah Swt. QS Thaha: 124, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Maka, agar Islam bisa diterapkan sebagai sebuah sistem, hanya negaralah yang mampu menerapkannya. Negara memiliki peran yang besar dalam menghapus konsep-konsep sekuler kapitalisme yang sedang berlangsung saat ini. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, yang mampu mengatasi permasalahan keluarga yang terjadi saat ini.
Wallahu'alam bishowab.