Oleh: Nun Ashima
(Aktivis Muslimah)
Kini, para difabel dapat menjadi pahlawan ekonomi Nusantara. Hal ini dinyatakan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari.
Pihaknya mengajak seluruh pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi mereka yang difabel, seperti mempermudah penyandang disabilitas dalam membuka rekening, pembiayaan kredit bagi pelaku usaha, hingga memperoleh produk asuransi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berupaya mempermudah akses keuangan bagi penyandang disabilitas atau difabel karena penyandang disabilitas juga berkontribusi pada perekonomian nasional. Sebab, mayoritas mereka merupakan bagian dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Penyandang disabilitas mereka bisa kemudian menjadi pahlawan-pahlawan ekonomi nusantara. Menjadi tukang foto keliling, berjualan di pasar dan berbagai profesi lain di perkantoran menjadi deasainer, dan lain-lain, luar biasa," ujar Friderica Widyasari Dewi di perpusatakaan nasional, Selasa (15/8).
Memang benar, bahwa para penyandang disabilitas perlu dilatih kemandirian dan membutuhkan fasilitas dalam menjalankan ekonominya. Namun seharusnya negara membantu secara nyata bukan hanya dalam hal keuangan saja, seperti memberikan ruang khusus bagi para difabel agar produksi dan distribusinya tidak disamakan dengan pasar bebas saat ini. Sehingga tidak ada kata mengeksploitasi mereka dengan dalih pemberdayaan, apalagi membiarkan mereka dalam medan persaingan dengan pengusaha secara umum.
Perlu diingat kembali bahwa negara bertanggungjawab atas kebutuhan dasar warganya dalam hal sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan bahkan sampai pekerjaan. Apalagi bagi para laki-laki yang kelak dipundak mereka lah kewajiban nafkah terpenuhi untuk keluarganya. Mereka akan menjadi ladang pahala bagi para penguasa yang serius bertanggung jawab atas amanahnya. Dan seharusnya negara tidak merasa terbebani dengan keberadaan para disabilitas.
Negara tidak seharusnya menggantungkan perekonomian nasional kepada para difabel. Kalau sudah seperti ini, berarti negara seolah melepaskan tanggung jawab dan membiarkan mereka menanggung beban sendiri. Mereka hanya diberikan pelatihan dan pinjaman modal untuk bersaing dengan para korporasi yang tidak manusiawi. Miris.
Hal ini terjadi karena imbas dari sistem kapitalisme yang asas manfaat menjadi prioritas dalam kebijakannya. Sehingga, eksploitasi para disabilitas pun mereka kejar demi kepentingannya.
Berbeda dengan sistem islam. Islam menghargai dan menghormati para penyandang disabilitas. Islam memposisikan penguasa sebagai pengurus rakyatnya. Bertanggungjawab atas seluruh kebutuhan rakyat, baik yang fisiknya sempurna maupun difabel. Karena kedudukannya sama dihadapan Allah SWT.
Allah Ta'ala berfirman dalam QS. An Nur :61,
لَّیۡسَ عَلَى ٱلۡأَعۡمَىٰ حَرَجࣱ وَلَا عَلَى ٱلۡأَعۡرَجِ حَرَجࣱ وَلَا عَلَى ٱلۡمَرِیضِ حَرَجࣱ وَلَا عَلَىٰۤ أَنفُسِكُمۡ أَن تَأۡكُلُوا۟ مِنۢ بُیُوتِكُمۡ أَوۡ بُیُوتِ ءَابَاۤىِٕكُمۡ أَوۡ بُیُوتِ أُمَّهَـٰتِكُمۡ ...
"Tidak ada halangan bagi tunanetra, tidak (pula) bagi tunadaksa, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu..."
Ini bentuk dari realisasi negara bertanggungjawab atas nasib mereka, warga difabel adalah sama dengan warga pada umumnya.
Melalui berbagai mekanisme, islam memerintahkan negara memenuhi kebutuhan hidup para penyandang disabilitas dan menjamin kesejahteraannya dalam berbagai bentuk;
Pertama, negara memenuhi kebutuhan dasar para difabel, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Islam akan menyediakan layanan tersebut secara gratis, mudah dan berkualitas untuk seluruh rakyatnya. Terkhusus untuk para disabilitas akan mendapatkan layanan istimewa karena kondisi fisik mereka yang membutuhkan pelayanan lebih. Bisa melalui, membuat sekolah atau rumah sakit khusus difabel dan pemberian alat bantu secara murah maupun gratis sehingga dapat memudahkan mereka dalam beraktivitas.
Kedua, untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat individual seperti sandang, pangan dan papan. Negara wajib memfasilitasi para disabilitas yang masih bisa bekerja. Dan untuk mereka yang sudah tidak bisa bekerja, negara harus memastikan pemenuhan nafkah dari pihak keluarganya. Jika tidak ada keluarga yang mampu menafkahi, maka negaralah yang menanggungnya.
Darisini kita bisa melihat dengan jelas, bagaimana sistem Islam mensejahterakan para difabel. Tidak ada ekploitasi dalam diri mereka. Inilah ri'ayah yang dilakukan negara yang menerapkan sistem Islam secara komprehensif yaitu dalam bingkai khilafah Islamiyyah.
Wallahu'alam bishshowwab
Tags
Opini