Individualisme, Buah Peradaban Kapitalis Sekuler




Penulis: Nur Indayati
Pegiat Literasi 

Ditemukan jasad seorang ibu berinisial GAH (68) beserta anak laki-laki berinisial DAW (38) yang telah membusuk di kediaman mereka, Perumahan Bukit Cinere, Depok pada Kamis (7/9/2023). Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Hengki Haryad berujar, kepolisian bakal melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) usai menemukan sebuah surat dalam sebuah laptop (kompas[dot]com).

Individualisme adalah perilaku mementingkan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan orang lain.

Di kota besar, sikap individualisme tampak jelas, bahkan dengan tetangga yang berdekatan pun belum tentu saling kenal. Maka tidak heran jika ada tetangga yg wafat berhari-hari pun tidak tahu.

Penyebab individualisme

Kapitalisme sebagai ideologi pembentuk bangunan peradaban saat ini. Ia memiliki sistem sosial yang terbentuk dari asas sekuler yang menjadi akidah ideologi ini, menjadi pembentuk sistem sosial dalam peradaban kapitalisme, sekaligus  membentuk karakteristik perilaku orang-orang dalam peradaban ini yaitu materialistik dan individualistik.

Materialistik merupakan cara pandang seseorang atas kebahagian atau pencapaian dari sisi materi semata. Sikap ini akan menjadikan seseorang tumbuh menjadi narsistik dan tidak pernah merasa puas. Seseorang dengan sikap materialistik biasanya percaya bahwa memiliki barang berkualitas tinggi adalah definisi kesuksesan. 

Orang-orang materialistik berpandangan bahwa uang lebih dari apapun. Mereka bekerja tidak sekadar untuk menjadi sukses, tetapi karena telah terobsesi dengan uang. Tentu saja obsesi ini tergiring karena menjadikan uang atau materi sebagai kunci kebahagian.

Sikap materialistik yang terinstal dalam diri seseorang akan menjadi semakin parah saat menyatu dengan sifat dasar manusia yang memang tidak pernah puas, selalu ingin lebih dan lebih, menjadikan cenderung tamak. Maka tidak heran mereka akan bunuh diri jika mengalami cobaan ekonomi. Sehingga, wajar dalam peradaban kapitalisme ini banyak ditemui individu yang berkarakter serakah, hedonis, dan egois. Masyarakat yang tercipta adalah masyarakat yang orang-orangnya individualis, pragmatis, praktis.

Manusia di desa juga mulai punya sikap individualis. Kepedulian terhadap sesama mulai memudar. Hal ini sebagai salah satu gejala perilaku ini.

Faktor ekonomi juga mendorong munculnya sikap individualis. Ini berkaitan dengan persaingan ekonomi yang bertambah keras dan berat. Misal, orang berebut pekerjaan padahal lapangan kerja terbatas. Hal ini membuat orang hanya fokus pada dirinya sendiri dan acuh terhadap orang lain. 

Manusia adalah mahluk sosial yang tidak mampu bertahan hidup seorang diri. Suatu saat dia akan memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu, kepedulian terhadap sesama, saling membantu, saling menolong itu sebenarnya fitrah manusia yang tidak bisa dinafikan. Selain itu sifat individualisme membuat sesama warga masyarakat tidak bisa saling melindungi satu sama lain.

Kedudukan tetangga di dalam Islam

Orang terdekat dengan kita dalam kehidupan sehari-hari adalah tetangga. Karena paling dekat, maka kebersamaan hidup dengan baik harus dijaga. Tetangga memiliki peran penting untuk mewujudkan kehidupan yang nyaman dan tenang. Ketika hidup sehari-hari nyaman dan tenang akan sangat kondusif untuk banyak berbuat kebaikan. Anak-anak hidup nyaman, belajar, dan bergaul serta bertumbuh dengan baik. Masyarakat pun nyaman dan tentram.

Berbeda ketika kurang baik dalam bertetangga. Suasana keluarga tidak tenang serta was-was, pertumbuhan anak terutama kejiwaan juga terganggu, juga masyarakat secara umum tidak merasakan ketenangan dan ketentraman. 

Tetangga adalah orang atau keluarga yang tinggal di sekitar kita. Saking pentingnya hubungan baik antar tetangga, Islam sangat memperhatikan dan mengajarkan bagaimana berhubungan baik antar tetangga. Bahkan berbuat baik dan memuliakan tetangga dikaitkan dengan kesempurnaan iman terhadap Allah Swt. dan hari akhir.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori yang artinya, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tetangganya.” 

Banyak sekali bentuk-bentuk berbuat baik dan memuliakan tetangga, di antaranya adalah membantu ketika minta pertolongan, meminjamkan alat-alat yang diperlukan tetangga, memberikan hadiah, menengok ketika sakit dan lain-lain.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ

artinya, “Jika engkau memasak sayur, perbanyak kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagian kepada mereka dengan cara yang baik.” 

Bahkan jika kita tidak peduli dengan kondisi tetangga, dengan membiarkannya kelaparan, ini bukan merupakan karakter orang mukmin. Sebagaimana sabda Beliau:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

Artinya, ”Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan.” (HR Imam AlBaihaqi).

Saling memberi hadiah kepada tetangga akan meningkatkan kasih sayang. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Al bukhori dalam adabul mufrod:

تهادوا تحابوا

Artinya, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR Imam Al Bukhori)

Memberikan hadiah dengan ikhlas akan menimbulkan rasa saling sayang dan cinta. Yang perlu diperhatikan saat saling memberikan hadiah ini adalah jangan sampai dengan terpaksa dan malah memberatkan tetangga. 

Sering kali kita menyaksikan warga-warga yang mengeluh karena banyaknya undangan saat musim hajatan. Hal ini jangan sampai terjadi di masyarakat kita, dan kita sebagai keluarga/pribadi berusaha pula untuk tidak memberatkan tetangga kita.

Untuk menumbuhkan dan menjaga hubungan baik dengan tetangga, Rasulullah saw. mengingatkan dengan ancaman bagi mereka yang merusak hubungan antar tertangga dengan melakukan gangguan-gangguan.

Rasulullah saw. bersabda:

Artinya, ”Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari (kejahatannya).” (HR Imam Al Bukhori dan Imam Muslim).

Juga, sekalipun seseorang yang banyak melakukan ibadah seperti puasa dan salat malam, tetapi masih mengganggu tetangga maka dia bagaikan tidak punya kebaikan dan diberikan balasan di neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Imam Hakim yang artinya, ”Sesungguhnya Fulanah sering salat malam dan puasa. Namun, lisannya pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka.”
Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak