Oleh : Zunairoh
Baru saja harga telur meroket, kini harga beras terus melambung. Panel Badan Pangan mencatat bahwa beras Medium , Selasa (22/8/2023) naik Rp 20 ke Rp 12.110 per kg, rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran. Pengamat pertanian, Khudori memaparkan pemicu kenaikan beras ada 4 yaitu siklus panen, perkiraan produksi beras yang menurun, fenomena El nino, dan efek dinamika global yang tercermin dalam kebijakan negara-negara eksportir berat yang cenderung restriktif. India menutup ekspor beras non-basmati. Sehingga, negara-negara yang tergantung pada beras impor dari India akan terkena dampaknya.
Badan pangan PBB atau FAO khawatir dengan kenaikan harga beras yang terus naik mencapai level tertinggi dalam 12 tahun sehingga dapat memicu lonjakan inflasi pangan di Asia. Selain itu, lonjakan harga beras juga terjadi di Probolingga yang diakibatkan oleh naiknya biaya produksi seperti kenaikan harga pupuk, bibit dan tenaga kerja. Selain itu, disebabkan oleh rantai penjualan yang panjang di mana setiap titik memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan harga karena tambahan biaya tarnsportasi dan tenaga kerja.
Adanya kesalahan tata kelola pertanian di negeri ini menjadi penyebab krisis pangan yang terus berulang setiap tahun. Padahal siklus panen dan fenomena El Nino bisa diprediksi oleh para ahli dengan teknologi yang memadai. Kekayaan alam di Indonesia yang sangat melimpah juga aneka ragam komunitas pangannya, tanah yang subur membentang luas, banyaknya para pakar pertanian dan seluruh potensi yang ada ternyata tidak mampu memandirikan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya termasuk beras.
Selama negeri ini menerapkan paradigma kapitalisme neoliberal, kebutuhan pangan hanya sekedar komoditas ekonomi semata sehingga pengadaan pangan diukur dari sisi untung rugi. Ketika negara mengalami kekurangan stok pangan selalu kebijakan impor yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak memiliki kemandirian pangan. Negara hanya sebatas regulator dan fasilitator. Penguasaan rantai makanan justru diserahkan kepada korporasi-korporasi besar. Apalagi harga pangan juga dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi Internasional.
Dari hulu sampai hilir kebutuhan pangan dikuasai oleh korporasi. Mulai dari penguasaan lahan, sarana dan prasarana, produksi pertanian seperti pengadaan benih, pupuk akibatnya para petani sulit mengakses berbagai sarana produksi dengan mudah. Banyaknya para mafia pangan mulai dari penimbunan spekulan dan para kartel pangan menyebabkan para petani tergusur dan masyarakat sebagai konsumen semakin sulit mendapatkan kebutuhan pangan dengan harga terjangkau dan berkualitas.
Berbeda jauh dengan system Islam, negara hadir sebagai pelayan dan pengatur urusan umat. Rasulullah SAW bersabda “Imam (Khalifah) rain (pengurus) hajat hidup rakyat dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dan Ahmad). Khalifah akan mengupayakan secara maksimal seluruh potensi yang dimiliki supaya kebutuhan pangan bisa disediakan mandiri dan optimal.
Langkah optimalisasi pengelolaan ini dilaksanakan dengan beberapa kebijakan yang sesuai dengan ketetapan hukum syariat dari sector hulu sampai hilir. Dari sektor hulu, dilakukan peningkatan produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Sedangkan sector hilir, larangan adanya monopoli dan penguasaan barang atas korporasi-korporasi asing. Itulah bentuk tanggungjawab negara dalam mewujudkan kesejahteran rakyatnya.