Oleh: Rasni (Pegiat Literasi Sabulakoa)
Dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW), merilis 12 nama calon anggota legislatif (caleg) mantan terpidana korupsi yang akan ikut berkontestasi dalam pileg 2024 mendatang.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, 12 nama caleg tersebut hasil temuan dari daftar calon sementara (DCS) yang dirilis pada 19 Agustus 2023.
Hal ini Yang menjadi dasar bolehnya napi koruptor menjadi caleg adalah putusan mahkamah agung (MA) nomor 30 P/HUM/2018.
Putusan ini menjadikan legalisasi napi koruptor untuk menjadi peserta pileg 2024/2029.
Hal wajar jika putusan ini menuai banyak protes ditengah masyarakat, yang merasa bahwa seakan-akan para mantan narapidana kasus korupsi di beri karpet merah untuk menjadi caleg. Salah satu wawancara dengan masyarakat mengenai eks napi korupsi yang ikut pileg mereka berpendapat, bahwa lebih baik di pikirkan untuk membolehkan eks napi korupsi ikut pileg, bukan tidak mungkin mereka akan kembali berulah.
UU memang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak pilih dan memilih. Namun, apakah negeri ini sudah krisis rakyat yang mampu mengemban amanah secara jujur? Sayangnya, wajah asli sistem demokrasi hari ini adalah orang baik sekalipun yang mencalonkan diri dengan kekuatan modalnya, bukan hal yang tak mungkin melakukan praktik korupsi. Bagaimana tidak, yang menjadi target setelah menjabat adalah pengembalian modal yang telah dikeluarkannya, bagaimanapun caranya.
Ini menjadi salah satu akibat di terapkan sistem demokrasi yang menyengsarakan rakyat, yang di untungkan hanya segelintir orang yang loe punya uang loe punya kuasa. Wajah asli demokrasi sekuler yang tak bisa dipisahkan dari praktik korupsi, bahkan telah menjadi ciri khas yang melekat pada negeri ini.
Sejatinya seorang muslim harus senantiasa melakukan perbuatan yang berdasarkan hukum syara. Begitupun hal nya seorang pemimpin yang harus memiliki akidah yang kukuh dan taat kepada Allah SWT senantiasa takut kepadanya sehingga dalam menjalankan amanahnya takut untuk berbuat dosa karena terikat dengan syariat.
Sistem politik dalam Islam ketika dalam memilih penjabat tidak harus berbiaya mahal. Sebab, dalam kepemimpinan Islam hanya ada satu yaitu seorang Khalifah sekaligus yang berwenang dalam pengangkatan dan pemberhentian penjabat.
Sama halnya dengan sekarang ini sistem politik demokrasi yang sering terjadinya praktik politik kotor bukan hanya korupsi, di Dimana pelakunya leluasa untuk melakukan hal tersebut. Andaikan Islam menjadi sumber hukum mungkin hal seperti korupsi dan perbuatan buruk lainnya damal politik kemungkinan besar dapat di atasi bahkan membuat pelakunya jera. Sebab dalam Islam para pelaku di berikan sanksi yang berat dan berefek jera pada para pelaku .
sebagai contoh, seorang penjabat yang memiliki harta melebihi batas wajarnya maka akan di periksa serta ia harus mampu membuktikan sebagian harta tersebut apakah di dapat secara legal. Jika tidak, maka bisa saja harta tersebut hasil dari korupsi dan negara berhak untuk mengambil hartanya dan dimasukkan ke dalam Baitul mal.
Islam akan memberikan sanksi yang tegas kepada para pejabat yang melakukan korupsi serta hal yang merugikan lainnya bagi masyarakat dan negara. Kadar sanksi yang diberikan atas tindakan korupsi di ambil dari hasil ijtihad dan Qadhi.
Baik sanksinya di penjara ataupun hartanya di ambil bahkan bisa sampai di hukum mati tergantung kerugian yang di sebabkannya.
Begitulah Islam menyelesaikan berbagai problem dalam hidup bahkan dalam diri setiap manusia sekaligus dalam bernegara.
Hanya dengan menegakkan syariat Islam korupsi di negeri yang selama ini terjadi dapat di atasi. Wallahu a'lam bishowwab.