Oleh: Krisdianti Nurayu Wulandari
Dalam sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 India yang mengangkat tema 'One Family' di Bharat Mandapam, IECC, Pragati Maidan, New Delhi, India, pada Sabtu, 9 September 2023 Presiden Indonesia, Jokowi Widodo mengatakan bahwa saat ini dunia membutuhkan rumah yang aman. Jokowi berharap agar seluruh dunia bersatu menjadi satu keluarga besar (One Family), saling berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama dalam menciptakan perdamaian. Jokowi juga mendorong semua negara untuk menciptakan stabilitas global dengan cara menghentikan konflik bersenjata, mengikuti prinsip-prinsip hukum internasional, dan bersama-sama mewujudkan inklusifitas. (Dilansir dari Republika.co.id, 10/09/24)
Jargon "One Family" yang diungkapkan oleh Presiden Jokowi semestinya bukan hanya jargon semata. Akan tetapi juga harus diterapkan secara sungguh-sungguh. Artinya ada aksi yang harusnya segera ditindaklanjuti agar tidak menjadi jargon semata. Semua negara menjadi satu-kesatuan untuk menciptakan kehidupan yang damai juga kesejahteraan bagi rakyat.
Namun pada faktanya ada banyak problem dunia yang saat ini membuat rakyat tidak aman, bahkan justru semakin sengsara. Bukan hanya dilatarbelakangi oleh peperangan, tetapi juga semakin maraknya kemiskinan yang sejatinya merupakan konsekuensi penerapan dari sistem kapitalisme-sekuler.
Semakin maraknya kemiskinan adalah dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin sengsara. Hanya orang-orang yang mempunyai uanglah yang punya kuasa lebih. Hukum bisa dibeli, hukum bisa dibuat dan diubah sesuai dengan kepentingan pribadi. Tidak adalah daya bagi orang yang tak punya "materi" lebih untuk melawan hal yang seharunya tidak terjadi kepadanya.
Sepertihalnya kasus Rempang yang baru-baru ini muncul ke permukaan. Kasus ini dipicu oleh pemerintah yang hendak merelokasi 16 titik di Kampung Tua di Pulau Rempang dan Galang yang akan digunakan untuk pembangunan kawasan Rempang Eco-City. Proyek ini dicanangkan pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional yang landasan aturannya adalah UU Cipta Kerja. Namun, yang terjadi justru adanya pertikaian antara masyarakat dengan pemerintah. Sebab warga menolak penggusuran dan akhirnya terjadi bentrokan.
Ini baru satu kasus yang terjadi di Rempang. Entah masih berapa banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah lainnya yang mungkin tidak terdaftar. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah pasti masyarakat berada pada posisi yang lemah. Sebab, mereka menghadapi pihak yang lebih kuat darinya secara kekuatan dan kekuasaan. Yang pada ujungnya, pasti rakyat mengalami kekalahan dan kedzaliman atas konflik yang terjadi. Belum lagi ditambah dengan persoalan lainnya. Dari pendidikan hingga kesejahteraan sosial dan aspek lainnya. Rakyat hanya bisa jadi korban atas ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa.
Tidak hanya terjadi di Indonesia, di berbagai negara lainnya juga menghadapi problematika yang sama. Baik dalam bidang ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, peperangan dan militer, dan lain sebagainya. Dan sejatinya akar permasalahannya adalah diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama tidak diperbolehkan untuk mengatur urusan kehidupan. Padahal, Allah menurunkan syariat-Nya untuk kemaslahatan atau kebaikan hamba-Nya.
Sudah saatnya bagi umat untuk menjadikan Islam sebagai dasar keyakinan dan aturan kehidupan dalam semua aspek; ekonomi, sosial, militer, politik dan kenegaraan. Sebab, Islam adalah ideologi yang benar dan sempurna. Syariatnya memberikan perlindungan terhadap jiwa, akal, harta, kelahiran dan nasab, kehormatan, akidah, keamanan, dan negara. Dan tentunya dengan penerapan sistem Islam, mampu menjadikan dunia "aman" hanya dalam naungan negara Islam, yaitu Khilafah. Sebab hanya dengan Khilafah, syariat Islam dapat diterapkan secara keseluruhan dan menjadikan rahmat bagi seluruh alam. Wallaahu A'lam
Tags
Opini