Dunia Aman Hanya dalam Naungan Islam Kaffah




Oleh: Tri S, S.Si


Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar jangan memilih pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Hal ini disampaikan Yaqut mengingat tahun politik dan Pemilu 2024 semakin dekat (nasional.kompas.com, 14/09/2023). 


Pernyataan Menag mempertegas bahwa saat ini seolah-olah sistem terbaik yang harus diterapkan di negara kita adalah sekularisme. Paham sekularisme atau memisahkan kehidupan dunia dari agama jelas merupakan penyesatan akidah. Padahal seharusnya sebagai konsekwensi dari keimanan sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslim untuk menggunakan Islam sebagai solusi dalam kehidupannya. 

Allah berfirman dalam surat an nisa' ayat 59: 
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu"

Ayat di atas menegaskan urutan bagi seorang Muslim dalam menempatkan ketaatannya. Ketaatan pertama adalah kepada Allah, ketaatan kedua adalah kepada Rasul yang taat kepada Allah, ketaatan ketiga adalah kepada Ulil Amri yang taat kepada Allah dan rasul-Nya. 

Artinya pemimpin tersebut harus menjadikan Allah dan rasul-Nya sebagai hakim atas segala urusan kepemimpinannya. 
Bahkan di kalimat selanjutnya Allah menegaskan kewajiban umat Muslim untuk mengembalikan semua urusan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai konsekwensi dari keimanannya. 


Inilah definisi politik yang sebenarnya yaitu pengurusan seluruh urusan umat dalam kehidupan. Bukan sekedar aktifitas politik praktis parlemen yang dipahami kebanyakan orang saat ini. Sehingga meluruskan kembali pemahaman tentang makna politik yang sebenarnya dalam pandangan Islam wajib untuk kita lakukan. 


Sejatinya Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki dimensi kepengurusan pemerintahan dan politik Islam yang dibangun berdasarkan akidah Islam. Islam bukan hanya sekedar agama dalam konteks ketuhanan yang dibatasi dalam rumah ibadah saja atau dalam skala kehidupan pribadi, akan tetapi lebih dari itu islam adalah sebuah ideologi yang terpancar darinya sistem kehidupan. 


Al-Qur'an menegaskan bahwa Islam memiliki kepengaturan dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pelaku zina dan berbagai hukum Islam yang memiliki sifat zawajir dan jawabir. Yaitu sebagai pemberi efek jera dan menebus dosa di dunia, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menyatukan agama dengan kehidupan. 


Karena sejatinya aturan tersebut tak mungkin dapat dilaksanakan tanpa adanya institusi yang menerapkannya dalam ranah politik. Sistem inilah yang disebut dengan sistem Islam kaffah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya di Madinah saat menerapkan Islam secara menyeluruh dalam sebuah institusi negara. 


Ibnu Taimiyah di dalam kitab As-Siyasah asy-Syar’iyyah pada halaman 161 menyatakan: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan amar makruf nahi mungkar atas umat. Kewajiban ini tidak akan sempurna kecuali dengan kekuasaan (quwwah) dan pemimpinan (imarah).


Hal ini senada dengan perkataan Imam Ghazali bahwa agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar. Agama adalah pondasi, dan negara adalah penjaganya. Oleh karena itu memisahkan agama dari kekuasaan justru akan menghilangkan kemuliaannya. Apalagi menganggap bahwa agama Islam sebagai pemecah persatuan umat, jelas itu adalah pernyataan yang sesat. 


Tidak dapat kita pungkiri perpolitikan dalam sistem kapitalisme sekularisme memang begitu rusak. Namun rusaknya sistem perpolitikan kapitalisme justru karena jauhnya sistem politik kapitalisme sekular dari Islam. Bagaimana tidak, dalam sistem kapitalisme sekuler hukum manusia di anggap lebih mulia dari hukum Allah. Segala aktivitas sarat akan transaksi manfaat. 

Tidak heran, karena memang asas utama dalam sistem kapitalisme adalah materi dan manfaat. Tidak peduli halal atau haram, haq atau batil, semua dapat dilakukan atas dasar manfaat. Pemerintahan dikendalikan oleh para pemilik modal. Kekuasaan akhirnya digunakan sebagai alat penjajahan atas dasar kebebasan. Sistem politik inilah yang seharusnya ditinggalkan manusia, karena telah terbukti menimbulkan kerusakan sistemik dalam segala lini kehidupan. Sementara sistem politik Islam justru menjadi jawaban atas semrawutnya kehidupan kita saat ini diakibatkan oleh jauhnya kita dari aturan Allah. Wallahualam bis showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak