Dimana Peran Negara terhadap Hak Difabel



Oleh: Arini



Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya meningkatkan literasi keuangan dan memperluas akses keuangan masyarakat termasuk para penyandang disabilitas agar memiliki kesempatan dan kemampuan untuk lebih mandiri secara finansial atau merdeka finansial. OJK mengungkap, saat ini tantangan yang dihadapi adalah kesetaraan akses produk dan jasa keuangan di Indonesia untuk para penyandang disabilitas. disabilitas.Republika.co.id. (15/8/2023).

Ironisnya, dari jumlah penyandang disabilitas, tidak semuanya bisa memperoleh pekerjaan. Kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan masih sangat rendah. Data di Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) menyebutkan, jumlah penyandang disabiltas yang tidak bekerja sebanyak 1,5 juta orang. Mereka yang memiliki keterbatasan fisik termasuk kalangan lanjut usia dan jomponmemiliki hak yang sama sebagai warga negara. Karena itu, lanjut Ismail Muhammad, negara memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memperhatikan dan mengurus mereka. Negara memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memperhatikan dan mengurus mereka. Di satu sisi, katanya, perhatian pemerintah juga mesti diprioritaskan untuk mereka. Suatu saat, Abu Maryam al-Azdi pernah berpesan satu hadis kepada Mua'wiyah. Hadis itu berisi ancaman bagi pemimpin yang lalai memenuhi kebutuhan para difabel. Riwayat ini dinukilkan dari Abu Dawud dan at-Tirmidzi.
Seperti apakah bentuk perhatian yang mesti diberikan pemerintah kepada mereka? Kembali, Prof Ismail memaparkan, perintah dituntut aktif melakukan upaya sosialiasi dan langkah penyadaran masyarakat untuk berinteraksi dengan baik terhadap difabel.
Rendahnya kesadaran dinilai menjadi penghambat bagi upaya pemberdayaan mereka. Ini sesuai dengan kaidah fikih, mencegah lebih baik daripada mengobati (ad-daf'u 'aqwa min ar-raf'i).

Pemerintah berkewajiban pula membuka akses pendidikan bagi para penyandang difabel. Pendidikan adalah salah satu instrumen penting untuk memperbaiki taraf kehidupan mereka. Sulit meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa memberikan pendidikan yang akomodatif, baik dan tepat. Prof Ismail menambahkan, pemerintah hendaknya mendirikan lembaga atau instansi khusus yang melayani Mereka.
Keterbatasan akses yang dihadapi kelompok difabel merentang dari berbagai sektor mulai dari ekonomi, politik, kebudayaan, sosial hingga keagamaan. Kondisi ini diperparah dengan stigma dan stereotip yang berkembang di masyarakat dan bahkan dalam pelayanan oleh negara. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pedoman yang memuat pandangan Islam tentang difabel supaya hak-hak sipil mereka terpenuhi sekaligus mengubah kekeliruan persepsi yang berkembang di masyarakat. Pandangan Islam Mengenai Disabilitas
Seluruh insan, termasuk kalangan penyandang disabilitas, adalah sama-sama manusia yang patut dimuliakan. Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan amal kalian” (HR Muslim).

Hadis di atas menegaskan bahwa keterbatasan fisik bukanlah indikator yang utama bagi seorang hamba Allah untuk bertakwa kepada-Nya. Dalam arti, seorang penyandang disabilitas boleh jadi memiliki kedudukan yang mulia dalam pandangan-Nya lantaran ia beriman dan beramal saleh secara ikhlas. Islam memandang para penyandang disabilitas sebagai kelompok masyarakat yang wajib diperhatikan karena beberapa alasan kuat. Yang paling mendasar ialah atas nama kesetaraan sebagai ciptaan Allah. Satu fakta yang tak bisa dimungkiri adalah, bahwa mereka sama-sama makhluk yang wajib dihormati. Seluruh insan, termasuk para penyandang disabilitas, adalah juga manusia. Mereka dimuliakan oleh Allah. Mereka diberikan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya.

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (QS al-Israa': 70).

Bukan hanya menekankan aspek kesetaraan, IslamIslam pun menganjurkan umat agar menebarkan kasih sayang dan penghormatan sesama manusia. Imbauan itu lebih-lebih pada sesama saudara seiman. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai.”

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud, Nabi SAW menegaskan bahwa mereka yang saling mengasihi akan disayang oleh Allah. Karenanya, hendaknya saling menebar kasih sayang untuk segenap penduduk bumi agar para penghuni kahyangan berbalik mengasihi mereka.
Dari sisi persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyyah), para penyandang disabilitas juga pada hakikatnya adalah saudara dari satu garis keturunan, yaitu Adam AS. Persaudaraan ini akan semakin bermakna jika diperkuat dengan tolong menolong.
Di sisi lain, bila yang bersangkutan adalah Muslim maka penekanannya akan bertambah. Sebab, ia juga merupakan saudara seiman. Maka, iman tersebut akan semakin sempurna dengan saling cinta-mencintai dan kasih-mengasih. Perwujudannya lewat tolong menolong. (HR Muslim).
Sejarah pun membuktikan, para pemimpin Muslim menunjukkan keteladanan dalam mengayomi kalangan penyandang disabilitas. Dan keamanan, kenyamanan, hanya akan terwujud dalam daulah ISLAM.

Wallahu 'alam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak