Curamnya Jurang Kemiskinan dalam Sistem Kapitalisme

 



Oleh Daneen Mafaza

(Aktivis Muslimah Kalsel)


Masih hangat dalam ingatan bagaimana pandemi yang begitu nyata menguji dunia. Banyak keterpurukan yang dialami di seluruh penjuru tak terkecuali keterpurukan ekonomi. Alhasil kemiskinan menjadi problem serius di tengah masyarakat hari ini.


Melansir Detiknews (25/8/23), menurut laporan Bank Pembangunan Asia (ADB). Diperkirakan, sekitar 152,2 juta penduduk Asia hidup di bawah kemiskinan ekstrem. Jumlah tersebut meningkat 67,8 juta dibandingkan masa sebelum pandemi dan inflasi tinggi. Kemiskinan ekstrem menandai kelompok berpenghasilan sebesar USD2,15 (setara Rp32 ribu) per hari, atau berkisar di bawah Rp1 juta per bulan. Angka tersebut belum disesuaikan dengan kenaikan inflasi akibat perang di Ukraina yang melumpuhkan rantai suplai makanan global.


Lonjakan inflasi telah membuat masyarakat miskin menjadi pihak yang paling rugi. Bagaimana tidak, karena lonjakan itu mereka kehilangan kemampuan untuk membeli kebutuhan pokok berupa makanan dan bahan bakar. Ditambah lagi kenaikan harga barang membuat masyarakat miskin kehilangan kemampuan untuk membayar fasilitas kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial.


Mengutip kontan (02/07/23),  laporan "The Wealth Report segmen Wealth Sizing Mode" yang diluncurkan oleh Knight Frank Global, Indonesia bersama negara Singapura dan Malaysia memiliki pertumbuhan UHNWI tercepat di Asia yakni sebenar 7% hingga 9%. UHNWI merupakan orang pribadi yang memiliki kekayaan minimal US$ 30 juta atau Rp 447,1bf miliar. 


Sungguh miris, kesenjangan luar biasa sangat ketara dalam sistem ekonomi hari ini. Jika ditarik ke belakang lingkaran kemiskinan memang telah terjadi bahkan sebelum pandemi Covid dan inflasi. Pandemi Covid hanya memperparah kondisi kemiskinan yang telah ada sejak lama.


Sistem ekonomi yang berbasis sekuler kapitalisme lah yang menjadi aktor utama masalah kemiskinan. Dengan slogan “modal sekecil kecilnya demi untung sebesar besarnya” telah menjadikan setiap orang egois lagi serakah. Pengelolaan harta dalam sistem kapitalisme tidak sedikitpun menggunakan prinsip agama.


Buah dari praktik ekonomi kapitalisme adalah kesenjangan nyata. Si miskin makin miskin si kaya makin kaya. Bagaimana tidak, dalam praktiknya Pengelolaan SDA diserahkan kepada pihak swasta. Korporasi menjadi tonggak utama pengelolaan SDA sementata negara membeli kembali dengan harga mahal. Alhasil rakyat biasa yang menanggung derita sebab meroketnya barang jadi yang sampai kepada mereka. Pada akhirnya oligarki merdeka rakyat sengsara.


Tidak ada pengaturan kepemilikan dalam sistem kapitalisme. Siapa yang memiliki modal dialah yang berkuasa serta bebas dalam mengelola aset. Konsep seperti inilah yang membuat kesenjangan semakin menganga. Artinya tidak ada pengaturan aset milik negara, umum dan individu. Tidak ada pembatasan kepemilikan serta liberalisme SDA yang menjadi jurang keterpurukan masyarakat hari ini.


Akan sangat berbeda dengan sistem Islam. Kesejahteraan umat adalah tanggung jawab negara, oleh itu masalah kemiskinan tentu menjadi perhatian serius bagi negara.

Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi konsep Islam dalam penyejahteraan dan meminimalisir kemiskinan.


Pertama, konsep Islam dalam memenuhi kesejahteraan umat adalah dengan menjamin hak hak kehidupan mereka. Seperti pemenuhan bahan pokok berupa sandang pangan dan papan yang layak. Dengan pemenuhan yang cukup serta layak meniscayakan kehidupan yang baik bagi mereka.


Kedua, konsep kepemilikan didalam Islam dibagi menjadi tiga aspek. Kepemilikan individu, umum dan negara. 

Kepemilikan individu memperbolehkan setiap individu mencari dan mengelola harta ataupun usahanya sesuai hak nya di bawah ketentuan syara. Kepemilikan umum adalah SDA yang berlimpah seperti tambang, air dan hutan yang di kelola negara untuk dikembalikan kepada umat dalam bentuk fasilitas ataupun barang murah bahkan gratis.


Ketiga, pendistribusian kekayaan di dalam Islam sangat di perhatikan. Distribusi merata dan adil akan dilakukan oleh negara demi menjaga keseimbangan ekonomi dan kesejahteraan umat. Gap kesenjangan tidak akan terjadi jika konsep pendistribusian sesuai dengan syariat Islam. 


Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kekhilafahan Umar Bin Abdul Aziz. Dimana Amirul Mukminin mengutus Yahya Bin Said untuk mendistribusikan zakat ke Afrika. Sesampainya di sana ia tidak menemukan seorang pun yang layak diberikan zakat. Sebab semua orang hidup dalam berkecukupan. Pada akhirnya ia membeli dan memerdekakan budak dengan dana zakat tersebut.


Demikianlah beberapa gambaran syariat Islam dalam menjamin kesejahteraan ekonomi umat. Dengan konsep yang berlandaskan hukum Allah Swt. yaitu syariat Islam meniscayakan kesejahteraan umat. Betapa gemilangnya penerapan sistem ekonomi Islam. Oleh itu harusnya kita menyadari kegagalan sistem kapitalisme dalam memenuhi kesejahteraan umat. Kita harus mencampakan sistem kufur ini serta kembali kepada sistem Islam Rahmatan lil alamin. 


Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak