Oleh: Hanifah Afriani
PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Indonesia mulai 1 September 2023.
Penyesuaian harga tersebut dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU. (katadata.co.id, 01/09/2023)
Harga BBM Pertamax naik Rp 900 menjadi Rp13.300 per liter dari sebelumnya Rp12.400 per liter per liter untuk wilayah Jabodetabek.
Harga BBM Pertamax Turbo naik Rp1.500 menjadi Rp15.900 per liter dari sebelumnya Rp14.400 per liter untuk wilayah Jabodetabek.
Harga BBM Pertamina Dex naik Rp2.550 menjadi Rp16.900 per liter dari sebelumnya Rp14.350 per liter untuk wilayah Jabodetabek.
Harga BBM Dexlite juga naik Rp 2.400 menjadi Rp16.350 per liter dari sebelumnya Rp13.950 per liter untuk wilayah Jabodetabek
Sedangkan untuk harga BBM jenis Pertalite dan Pertamina BioSolar tidak mengalami perubahan atau tetap. Rinciannya, Pertalite tetap Rp10.000 per liter dan Pertamina BioSolar di angka Rp6.800 per liter. (liputan6.com, 04/09/2023)
Meskipun kenaikan BBM tersebut jenis non-subsidi, akan tetapi kebijakan tersebut memberatkan rakyat yang menggunakan kendaraan pribadi.
BBM merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat yang harus disediakan oleh negara dengan harga terjangkau atau bahkan gratis. Namun, hal itu mustahil terjadi jika negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme.
Negara yang menerapkan sistem kapitalisme menjadikan BBM sebagai objek komersialisasi, sehingga siapa pun yang bermodal bisa mengelolanya.
Sistem kapitalisme tidak menempatkan sumber daya alam termasuk migas sebagai kepemilikan rakyat. Padahal sumber daya alam migas adalah kepemilikan umum rakyat, sebab jika dikelola oleh segelintir orang, sebagian yang lain akan sulit untuk mengaksesnya.
Sementara jamak dipahami, bahwa pengelola SDA alam oleh pihak swasta dibangun atas ruh bisnis untuk mendapat keuntungan, bukan ruh pelayanan. Tak heran, korporasi migas terus menaikkan harga migas, apalagi di tengah perekonomian kapitalisme yang sarat akan inflasi
Negara dalam sistem kapitalis hanya sebagai regulator saja, bukan penanggung jawab utama untuk mengurus hajat hidup rakyatnya, negara hanya mengesahkan segala aturan yang memudahkan para korporasi berinvestasi mengelola SDA.
Pengelolaan SDA dalam sistem kapitalisme sangat jauh berbeda dengan pengelolaan dalam sistem Islam. Sebagai negara yang menerapkan sistem Islam, tentunya aturan yang dipakai akan sesuai dengan syariat Islam yang berasal dari sang pencipta yakni Allah SWT.
Sistem yang berasal dari Allah tentunya akan mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia. Dalam tinjauan syariat Islam, BBM termasuk salah satu SDA kepemilikan umum karna jumlahnya yang berlimpah dan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat.
Islam melarang Pengelolaan BBM kepada pihak swasta/asing, akan tetapi harus dikelola oleh negara. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Berserikatnya ketiga hal tersebut bukan karena zatnya, akan tetapi sifatnya yang dibutuhkan banyak orang, yang jika tidak ada maka akan berselisih atau terjadi masalah untuk mencarinya.
Padang rumput, air dan api adalah fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama. Dalam hal minyak bumi, negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasilnya secara adil dan merata, serta tidak mengambil keuntungan dengan memperjualbelikan kepada rakyat secara komersial. Kalaupun negara mengambil keuntungan, maka negara harus mengembalikannya kepada rakyat dalam berbagai bentuk.
Tata kelola minyak dengan memakai syariat Islam, maka negara akan mampu memenuhi bahan bakar dalam negeri untuk rakyat secara murah atau bahkan gratis. Inilah wujud jaminan kesejahteraan dalam sistem Islam untuk rakyatnya.
Wallahu’alam.
Tags
Opini