Oleh: Tri S, S.Si
Media saat ini sangat memegang peranan penting. Media memiliki peran strategis dalam memberikan informasi di tengah masyarakat. Namun, faktanya banyak golongan yang justru menjadikan media sebagai corong penyebarluasan kepentingan tertentu. Kekuatan media, bahkan dijadikan untuk menguatkan bangunan demokrasi. Dan isu ini terus bergulir menjelang kontestasi politik yang sebentar lagi digelar. Wakil Presiden, Ma'aruf Amin menekankan perlunya menjaga peran media yang memiliki posisi strategis dalam menjaga stabilitas politik menjelang Pemilu 2024 (wapresri.com, 9/9/2023).
Wapres pun menekankan bahwa integritas media sebagai salah satu faktor penentu dalam menghadapi tantangan saat ini, seperti distintegrasi bangsa dan penyebaran berita bohong. Wapres mewanti-wanti agar jangan sampau media menjadi sarana provokasi yang menimbulkan perpecahan. Namun sayang, fakta yang ada justru berkata lain. Media yang ada kini dijadikan senjata untuk memukul lawan. Bahkan parahnya lagi, hal ini dilakukan kubu petahana untuk mempertahankan suara demi tampuk kekuasaan, agar kembali dalam pangkuan.
Beragam cara dilakukan, tidak peduli salah benar. Yang penting opini masyarakat mampu diboyong. Beragam kubu tercipta membentuk struktur skenario yang mampu ditebak alurnya. Kubu lawan dan kawan tercipta menebar pesona. Rakyat pun dibuat gundah. Keresahan ini menjadi sasaran empuk yang dijadikan media untuk terus mempromosikan janji-janji manis sang calon penguasa.
Inilah yang terjadi saat ini.
Tidak ada kawan dan lawan abadi. Apalagi menjelang kontestasi politik 2024. Hari ini lawan, mungkin saja besok jadi kawan. Saling sikut dan saling peluk menjadi pemandangan biasa. Tidak peduli apa yang sebetulnya dibutuhkan rakyat secara umum. Namun, saat kursi kekuasaan sudah didapat, kawan dan lawan melebur menjadi satu meninggalkan janji yang pernah terucap. Media yang ada justru mempromosikan skenario yang tersaji hingga akhirnya membentuk pola pikir tersendiri di mata rakyat. Betul sekali, media harus mampu menyajikan kabar yang benar agar tidak terbentuk opini yang keliru di tengah masyarakat.
Namun apa daya, saat media telah tersusupi ide kapitalisme demokrasi yang sekuler, segala berita "pesanan" disajikan demi menggiring opini publik. Parahnya lagi, tidak ada kepedulian bahwa kabar yang tersaji adalah kabar yang benar atau salah. Korporasi yang bermodal besar mampu menyetir media yang dituju. Demi kepentingan kekuasaan. Betapa fatal kekeliruan media yang dilahirkan dari sistem kapitalisme. Keuntungan materi menjadi tujuan utama yang menyelewengkan fungsi media yang sebenarnya. Kini, keberadaan media hanya ditujukan untuk mempromosikan demokrasi dan konsepnya yang menyesatkan pemikiran rakyat.
Alhasil, pemikiran rakyat jauh dari kecerdasan dan fakta yang riil terjadi.
Media merupakan salah satu corong yang mampu membentuk opini, kesadaran dan kecerdasan umat. Media yang mampu menyajikan berita yang benar dan terpercaya, hanya mampu terwujud dalam tatanan sistem Islam yang shahih.
Karena dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai pengawas utama yang menjaga peran dan fungsi media, agar senantiasa dalam koridor syariat Islam. Dengan metode ini, media mampu terhindar dari berbagai berita hoaks.
Tidak hanya itu, media pun mampu bersikap adil dan amanah terhadap beragam pendapat yang muncul, tentang segala aspek kehidupan. Terutama isu politik yang sangat sensitif dalam kehidupan. Sehingga umat mampu mencerap informasi yang benar dari media.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu."
(QS. Al-Hujurat :6)
Setiap berita yang diperoleh hendaknya diteliti terlebih dahulu, tentang kebenaran makna yang terkandung di dalamnya. Karena setiap pemberitaan yang keliru akan menghasilkan pola pikir dan pola sikap yang juga keliru di tengah umat.
Dalam sistem khilafah, pemberitaan media diatur dalam Departemen Penerangan. Aktivitas ini pun merupakan salah satu aktivitas utama dalam politik bernegara. Karena melalui media, segala bentuk konten dapat dengan mudah tersebar. Khilafah pun menetapkan bahwa media sebagai sarana atau wadah untuk dakwah Islam, menyebarkan konten yang mengandung pengajaran hukum syara sehingga mampu membuka pemikiran yang benar di tengah umat.
Dengan demikian, media tidak semena-mena menyajikan konten pesanan yang hakikatnya akan merusak pemahaman rakyat. Meskipun khilafah membolehkan swasta memiliki perusahaan media, namun negara akan tegas mengatur undang-undang yang mengatur penyebaran informasi.
Konten haram dan muatan informasi yang merusak akan ditetapkan sanksi oleh negara. Alhasil, media pun mampu menyajikan informasi yang betul-betul dibutuhkan umat. Untuk selalu berkesinambungan menjaga pemahaman dan syariat Islam. Tentang segala urusan yang berkaitan dengan kehidupan umat. Hanya dalam genggaman sistem Islam lah, media mampu memposisikan fungsinya sebagai wadah yang mencerdaskan umat. Karena syariat Islam menempatkan umat sebagai prioritas utama yang harus dijaga, salah satunya menjaga pemahaman umat agar senantiasa dalam bangunan akidah Islam. Wallahu a'lam bisshawwab.