Bacaleg Bekas Napi Korupsi, Pantaskah?





 Oleh: Nurmalasari
 (Aktivis Muslimah Purwakarta)


Saat ini sedang ramai masyarakat berlomba mencalonkan dirinya untuk  
Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif di tingkat DPR, DPRD dan DPD. Bahkan mantan terpidana kasus korupsi ikut berpartisipasi dalam pemilihan ini. 

Sistem demokrasi yang menjadikan hal seperti ini terjadi, sebagaimana dalam Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan 15 mantan terpidana kasus korusi yang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif di tingkat DPR, DPRD dan DPD. Yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Agustus 2023.( VOA,26/08/2023)

Bacaleg mantan terpidana kasus korupsi itu mencalonkan diri untuk pemilihan umum (pemilu) 2024 di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka berasal dari berbagai partai politik.(VOA, 26/08/2023)

Kejadian seperti ini, membuat masyarakat menjadi geram sehingga warganet ramai-ramai merespon kabar soal diperbolehkannya mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2024 mendatang. Mereka mempertanyakan guna SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian).(CNN, 22/08/2023)

Sebenarnya apa gunanya SKCK ini? Sehingga mantan terpidana masih bisa lolos dalam seleksi pemilihan umum. Apakah negara tidak ada kehawatiran terjadinya korupsi yang mungkin terulang? Sistem kapitalis sekuler yang memisahkan kehidupan dari agama menjadikan hukuman untuk koruptor hanya sekedar penjara, bahkan para koruptor bisa mendapatkan keringanan dengan adanya remisi hari raya, tahun baru ataupun kemerdekaan. Sanksi ini tidak akan memberikan efek jera untuk para koruptor.

Penyebab Mantan Terpidana Bisa Mencalonkan Pemilihan Umum

Pertama, MA mengizinkan mantan narapidana kasus korupsi atau napi koruptor boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024 berkat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018. Dalam putusan itu, MA mengabulkan gugatan Lucianty atas larangan eks napi koruptor nyaleg yang diatur Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2018.(CNN. 24/08/2023)

Mantan narapidana korupsi boleh mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Pemilu 2024. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif hanya perlu membuat keterangan pernah dipenjara sebagai syarat administratif pencalonan. "Surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana," demikian bunyi Pasal 240 Ayat (2) huruf c UU Pemilu.(Kompas.com, 12/09/2022)


Kedua, tentang hak asasi manusia, pasal 43 Ayat (1) UU HAM pada pokoknya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu. Bunyinya sebagai berikut: Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(Kompas.com, 12/09/2022).

Liberalisme membuat HAM tidak tepat sasaran, bertingkah laku sesuka hati tanpa memikirkan kesejahteraan umat. Kesenangan duniawi yang menjadikan tujuan hidup saat ini, sehingga korupsi dijadikan hal biasa dan lumrah dikalangan petinggi negara.

Ketiga, kriteria pemimpin bertumpu hanya kepada popularitas dan kekayaan. Mantan narapidana yang memiliki modal besar untuk pencalonan pemiliu ini, akan dengan mudah lolos seleksi. Karena tidak di pungkiri hanya orang-orang yang memiliki modal besarlah yang siap untuk merebutkan kekuasaan saat ini. Dengan sistem kapitalis yang segala sesuatu bertujuan hanya untuk memperbanyak materi. Sehingga karakter amanah dan kepribadian islam tidak menjadi perhatian.

 Solusi dalam Islam

Sistem islam adalah sistem yang sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur segala bentuk interaksi antar sesama, tidak hanya ibadah ritual saja. Satu-satunya sistem yang mampu mengubah dunia menjadi negara yang menegakkan keadilan dan kemaslahatan umat. Yang hanya berpedoman kepada Al Quran dan hadits. 

Sanksi dalam sistem islam akan memberikan efek jera kepada para koruptor, sehingga umat tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Seperti yang Allah firmankan dalam surat al- ma'idah ayat 38. " Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana".

Setiap kejahatan ada hukumannya. Pelakunya akan dikenakan hukuman sesuai dengan penetapan nilai harta yang dicuri, hukum potong tangan bagi pelakunya yaitu sekurang-kurangnya seperempat dinar, berdasarkan sabda Rasulullah saw sebagai berikut. " Rasulullah saw memotong tangan pencuri itu yang mencuri seperempat dinar ke atas." (Riwayat al-Bukhari - Muslim dari Aisyah). Semua ini dilakukan agar pelaku dan orang-orang yang berniat untuk mencuri mendapatkan efek jera.

Kepemimpinan dalam Islam tidak memandang siapa yang lebih populer atau yang mempunyai pemodal yang besar. Namun dalam sistem Islam, ada beberapa kriteria yang harus di miliki seseorang sebagai pemimpin dalam islam yaitu:
1. Muslim
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal
5. Merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain)
6. Adil (bukan orang fasih/ahli maksiat)
7. Mampu (punya kapasitas untuk memimpin)

Salah satu syarat pertama dalam Islam adalah muslim, maknanya adalah untuk menjadi pemimpin harus orang yang beriman dan bertaqwa. Sehingga pemimpin bisa melaksanakan amanahnya dengan adil dan bijaksana. Semoga sistem Islam bisa segera di realisasikan di kehidupan ini, agar umat menjadi lebih sejahtera dan bertaqwa.

Waallahualam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak