Agama adalah Asas Berpolitik, Kekuasaan dan Bernegara, Tidak Bisa Dipisahkan



Oleh: Sulistyawati, IRT



Kembali Menag Yaqut Kholil Qoumas membuat pernyataan gaduh, yang membuat keresahan di masyarakat. Menjelang tahun panas, agama selalu jadi pihak tertuduh yang harus diadili di kursi pesakitan. Baru-baru ini, Menag Yaqut Kholil Qoumas membuat pernyataan yang isinya menghimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Menag Yaqut juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik, untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmat lil Islami, tok, " ujarnya. Pernyataan tersebut disampaikan Gus Yaqut dalam acara Tabligh Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 Di Pondok Pesantren Az Zawiyah, Tanjung Anom Garut. (Republika.co.id) Senin, 4 Sept 2023.

Ungkapan Menag tersebut sungguh sangat berbahaya, dan menyesatkan bagi kehidupan umat. Karena menuduh agama sebagai alat politik. Dalam sistem demokrasi sekuler, hal tersebut wajar dan memang wajahnya asli seperti itu. Justru sangat aneh jika pemimpinnya alim dan sholih. Akan tetapi, hal itu jadi berbahaya karena yang membuat pernyataan adalah pemimpin muslim, Menag nya seorang muslim yang sudah seharusnya seluruh landasan ucapan, berpikir, berbuat dan pengambil kebijakan selalu berasaskan pada agama Islam yang menjadi agamanya. Karena memang Islam adalah agama ruhiyah dan siyasiyah. Hal ini justru menegaskan, negeri ini, memang sekuler. Karena cara berfikir dan bersikap pemimpinnya saja seperti itu.

Dalam sistem demokrasi sekuler, standar berpolitiknya adalah menghalalkan segala cara yang penting tujuannya tercapai. Standarnya materi, dan untung rugi. Maka termasuk mempermainkan, menuduh agama sebagai bahan bulan bulanan propaganda kejinya itu hal biasa. Kapan agama dipakai alat pemenangan pemimpin, dimana simbol-simbol agama dipakai untuk pencitraan demi menaikkan elektabilitas calon, kapan agama dibantai, diplonco, dan dipersekusi dan diadili jadi pihak pesakitan, manakala agama mereka anggap sebagai penyebab kekalahan atau mengancam kepentingan calon mereka. Yaa itulah wajah asli sistem demokrasi sekuler. Akan sangat sulit menemukan posisi sakral bagi agama yang seharusnya di beri penghormatan dan pengagungan dalam masyarakatnya. Karena didikan sistem dan pemimpinnya sudah seperti itu. Hal ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Lalu bagaimana menurut Islam?

Dalam Islam, agama adalah asas dalam segala aktifitas, berfikir, dan berbuat. Baik dalam ranah pribadi, bermasyarakat maupun negara. Baik hablu minallah, habluminafsi, dan habluminannas. Bahkan standar sebuah negara, untuk disebut sebagai negara Islam atau kufur itu dilihat dari asas/ landasan berdirinya. Ketika negara Islam tegak, sudah pasti asas dan seluruh bangunan di atasnya adalah mutlak dari Islam, dan itu sudah hak paten. Gak bisa dan gak boleh dipisahkan atau dicampur dengan yang lain. Maka, ketika sebuah negara Islam berdiri: asasnya, seluruh sistemnya yang diberlakukan, ipoleksosbudhankam nya, keamanannya semuanya dari Islam. Sehingga seluruh alam, tidak hanya _lilmuslim_ saja yang mendapatkan rahmat sebagaimana tuduhan keji di atas. Karena sistem edukasi masyarakatnya orisinil bersumber dari Islam, wajib halal-haram, dari syariat Islam yang sempurna dan mulia, bukan asas manfaat atau politik oportunis.

Dalam Islam itu, wajib menjadikan agama menjadi sebagai landasan, sumber dari segala sumber hukum dalam seluruh aspek kehidupan, baik pribadi, bermasyarakat, berpolitik dan bernegara. Bukan sekedar alat politik pencitraan bagi pasangan calon pemimpin, yang justru ditolak oleh Islam dan menjadikan penyesalan di akherat. Karena jadi fatamorgana belaka. 

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak