Oleh Ummu Beyza
Seperti yang kita ketahui bersama beberaap waktu lalu, bahwa banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berakhir gulung tikar dikarenakan bencana pandemi yang menyerang. Tidak hanya kegiatan yang dibatasi, namun secara spontan kegiatan ekonomi juga ikut menurun yang berdampak pada banyaknya para pengusah lokal yang akhirnya gulung tikar.
Kini kegiatan kembali normal, pandemi telah dinyatakan berlalu. Aktifitas masyarakat juga telah berangsur normal, namun apakah hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang kemudian dapat mensuport pelaku usaha?
Ternyata nyaranta tidak, usainya pandemi tak berarti usai tantangan para pejuant UMKM negeri ini. Puluhan juta unit usaha di sektor mikro, kecil dan menengah menghadapi persoalan besar yang tak kalah menakutkan dari pandemi, yaitu serangan impor.
Saat serangan impor terjadi tidak hanya perubahan pola konsumsi barang dan jasa masyarakat dari offline ke online. Namun ada persaingan harga, persaingan kualitas dan yang tak kalah penting adalah adanya persaingan regulasi. Hal ini tentu menyebabkan pelaku usaha kesulitan dalam mencapai target-target yang harus dicapai. Tentu tidak mudah bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar dapat survive ditengah tantangan yang tak kunjung usai.
Praktik perdagangan lintas negara berbasis elektronik atau cross border menyimpan bahaya yang berpotensi mematikan keberlangsungan pelaku usaha lokal. Maka dari itu regulasi terhadap praktik cross border jelas sangat diperlukan. Jika tidak, maka banyak pihak yang merugi akibat praktik cross border.
Para pelaku usaha lokal akan mengalami kerugian karena produk mereka kalah bersaing dengan produk lintas negara yang harganya jauh lebih murah, dimana salah satu penyebabnya adalah karena tidak kena pajak.
Seperti kita ketahui, saya ini produk impor telah membanjiri platform e-commerce. Hal ini tentu membuat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kalah saing dari segi harga, akhirnya banyak dari mereka gulung tikar akibat adanya persaingan harga yang tidak sehat.
Keberpihakan kepada rakyat haruslah nyata. Dalam membangun usaha atau membangun perekonomian dalam negeri yang bertujuan untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan mendukung kesejahteraan rakyat, penting adanya regulasi yang tepat.
Pemerintah harus menunjukkan keberpihakannya kepada pedagang lokal dengan membuat kebijakan yang menjaga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tetap berkembang dan mampu bersaing sehat. Bukan gulung tikar karena kalah bersaing dengan produk impor yang terus menggempur para pelaku usaha lokal.
Harus ada komitmen untuk mendukung pengusaha dalam negeri dengan dibuatnya regulasi yang melindungi rakyat dan tegas terhadap segala transaksi lintas negara yang dapat berpotensi membahayakan rakyat dalam bidang apapun.
Pemangku kebijakan harus bersatu dan fokus dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan dalam hal kesejahteraan rakyat. Hal ini tentu saja harus dilandasi karena dasar rasa cinta kepada rakyat, menjadikan rakyat sebagai prioritas saat membuat kebijakan.
Seruan ‘cintai produk dalam negeri’ saja tidak cukup untuk mendukung pengusaha dalam negeri, tapi perlu ada suport pasti dari segala aspek yang menunjukan keberpihakannya kepada masyarakat melalui regulasi yang tepat.
Penguasa dalam Islam akan melindungin pengusaha-pengusaha dalam negeri dalam rangka menerapkan hukum syara dan menunaikan kewajiban sebagai al-riayatul suunil ummah, yaitu mengurusi kepentingan umat.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa liberalisasi perdagangan dapat tumbuh subur seperti saat ini, karena didukung oleh sistem yang memang berasaskan kepentingan, yaitu kapitalisme.
Maka dari itu landasan kebijakan yang dibuat untuk perdagangan, harus dikembalikan berdasarkan asas-asas syariat. Sehingga pelaku bisnis mendapat suport yang kuat dalam membangun ekonomi yang akan sejalan dengan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran ditengah umat.
Wallahu’alam Bishowwab
Tags
Opini