Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Menjelang kontestasi, berbagai kebijakan mulai dibenahi. Pun demikian dengan kebijakan kenaikan gaji yang ditetapkan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara). Harapannya, agar kinerja makin meningkat dan sejahtera makin mendekat. Namun, apakah kebijakan tersebut mampu memperbaiki keadaan rakyat saat ini?
Tradisi Naik Gaji, Kebijakan Parsial ala Kapitalisme
Tahun depan, Presiden akan menaikkan gaji ASN (Aparatur Sipil Negara) sebesar 8% (CNBCIndonesia.com, 19/8/2023). Selain menaikkan gaji ASN pusat, daerah, TNI dan Polri, Presiden pun akan menaikkan uang pensiunan sebesar 12%. Semua ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja ASN. Hal ini diungkapkan Menpan-RB (Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara), Abdullah Azwar Anas saat ditemui di Gedung DPR, Jumat (18/8/2023) (kompas.com, 18/8/2023). Faktanya, kenaikan gaji di tengah etos kerja yang melemah hanyalah sebuah mimpi. Bak pungguk merindukan bulan, sungguh suatu kesia-siaan mengharapkan etos kerja yang tinggi, sementara tak ada teladan dari pemimpin. Contoh buruk para pejabat selalu dipertontonkan tanpa rasa malu. Seperti menjamurnya kasus korupsi. Tentu saja, gambaran pemimpin semacam ini tak mampu membangun teladan yang baik di tengah dunia kepemimpinan atau pelayanan masyarakat luas.
Di sisi lain, kebijakan kenaikan gaji ditetapkan di atas angka inflasi, yaitu sebesar 2,8% (Kementerian Keuangan, BPS, 2023). Meskipun ditetapkan jauh di atas nilai inflasi, namun faktanya kenaikan gaji tersebut tak mampu menutup laju kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Alhasil, rakyat masih jauh dari sejahtera.
Tak hanya kenaikan harga bahan pokok, rakyat pun terancam perubahan iklim akibat badai El Nino. Sehingga resiko masalah pangan semakin memburuk di tengah masyarakat.
Menilik berbagai kebijakan pemerintah yang ada dari tahun ke tahun, kenaikan gaji ASN sering dilakukan menjelang kontestasi politik. Seperti telah menjadi tradisi, kebijakan ini terus berulang ditetapkan. Namun, kesejahteraan belum juga terwujud sempurna. Kebijakan yang dijadikan tradisi ini menyiratkan adanya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan kedudukannya demi pencitraan dan keuntungan secara materialistis semata.
Betapa buruknya realita penerapan sistem kapitalisme sekuleristik dalam kehidupan. Setiap kebijakan yang ditetapkan hanya berdasarkan akal manusia yang lemah. Untung rugi dijadikan rujukan. Sementara kepentingan rakyat digadaikan. Wajar saja, saat kehidupan jauh dari sejahtera yang seutuhnya.
Islam, Wujudkan Sejahtera yang Sempurna
Islam, satu-satunya sistem yang menjamin pemenuhan kebutuhan setiap individu. Dan hal ini merupakan wujud tanggung jawab negara terhadap seluruh rakyatnya. Karena rakyat adalah prioritas utama.
Pemimpin yang lahir dalam sistem Islam merupakan pemimpin amanah yang penuh iman dan takwa. Semua ini sebagai wujud diterapkannya akidah Islam sebagai asas institusi negara, yakni dalam bingkai Khilafah manhaj An Nubuwwah.
Ibnu umar ra. berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakat yang dipimpinnya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Kesejahteraan rakyat bukan ditetapkan dari sejumlah gaji pegawai. Namun, kesejahteraan rakyat adalah semua usaha yang dikerahkan oleh negara kepada seluruh rakyatnya sebagai bentuk pelayanan terbaik demi menjaga kehidupan dan nyawa rakyat. Sementara gaji merupakan bentuk yang diberikan negara karena keahlian atau pengabdian pegawai kepada negara. Kesejahteraan rakyat pun merata karena pelayanan dan penjagaan negara yang optimal terhadap seluruh rakyatnya.
Betapa indah hidup dalam pengaturan sistem Islam. Semua dilaksanakan sebagai bentuk ketundukan makhluk kepada Allah SWT.
Wallahu a'lam bisshowwab