Oleh : Ummu Hadya
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023.
Permendikbudristek tersebut mengatur tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) sebagai Merdeka Belajar Episode 25.
Nadiem mengatakan, beberapa tahun terakhir, pihaknya melibatkan berbagai pihak untuk merancang sebuah regulasi yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan.
Permendikbudristek PPKSP disahkan sebagai payung hukum untuk seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan. Peraturan itu lahir untuk secara tegas menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi.
Permendikbudristek itu juga bertujuan membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi, mencakup kekerasan dalam bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban.
Nadiem juga menjelaskan, Permendikbudristek PPKSP menjadi bagian penting dalam memenuhi amanat Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang bertujuan untuk melindungi anak. (Kompas.com 8/8/2023)
Memahami Akar Masalah
Harus dipahami bahwa kekerasan yang dilakukan oleh generasi hari ini merupakan tanggung jawab semua pihak baik itu negara, tenaga pendidik, masyarakat, orang tua hingga anak itu sendiri. Sebagai pemilik wewenang kekuasaan sekaligus pembuat kebijakan dalam pendidikan, negara tentu menjadi pihak yang paling besar tanggung jawabnya untuk mengevaluasi kebijakan yang sudah diterapkan selama ini.
Sudah banyak aturan aturan yang berkaitan dengan pencegahan kekerasan yang pernah diberlakukan dari Permendikbud nomor 30 tahun 2021 hingga Permendikbud nomor 82 tahun 2015. Sayang nya berbagai aturan tersebut gagal dalam menyelesaikan persoalan kekerasan didunia pendidikan.
Faktanya kurang lebih 8 tahun kekerasan yang dilakukan generasi bukan makin berkurang malah semakin bertambah.
Disaat yang sama guru sebagai tenaga pendidik lebih fokus menyampaikan materi pelajaran pada siswa untuk mencapai standarisasi yang ditetapkan pemerintah tanpa memperhatikan perilaku yang terbentuk pada peserta didik, apakah mereka sudah berperilaku dengan baik hingga mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan benar.
Disisi lain yang membuat miris saat ini, guru juga menjadi pelaku kekerasan terhadap siswa didiknya. Adapun rumah, peran orang tua khususnya ibu sebagai pendidik generasi sudah semakin terabaikan. Banyak ibu yang harus ikut berjuang mencari nafkah karna hidup dalam kemiskinan.
Sementara itu ada banyak ibu yang terpengaruh arus pemberdayaan ekonomi perempuan yang dicanangkan pemerintah hingga disibukkan bekerja untuk eksistensi sekaligus menambah penghasilan keluarga. Maka tidak mengherankan dengan lepasnya tanggung jawab negara, tenaga pendidik dan orang tua, peserta didik berperilaku amoral hingga tega melakukan tindak kekerasan.
Problem rusaknya generasi sejatinya berakar pada paradigma salah yang mendasari pendidikan kita pada hari ini yakni Kapitalisme sekuler. Cara pandang Kapitalisme sekuler telah menjadikan standar keberhasilan pendidikan diletakkan pada ukuran materi. Nilai agama dan moral pun dijauhkan dari pendidikan karna dipandang tidak memberikan pengaruh terhadap nilai materi.
Pandangan ini pula yang dimiliki oleh orang tua mereka bahwa generasi sukses adalah generasi yang mampu menghasilkan materi sebesar besar nya. Ketika marak terjadi kekerasan dikalangan generasi, negara yang seharusnya berperan sebagai pelindung malah menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menyentuh akar masalah yang paradigmatik ini. Sejatinya solusi tuntas persoalan kekerasan hanya terwujud jika negara memberikan solusi menyeluruh dan mendasar.
Butuh Solusi Mengakar
Islam jelas memiliki solusi tuntas terhadap terjadinya kekerasan dilingkungan sekolah sebab pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi bertakwa bukan hanya menguasai banyak ilmu namun pengetahuan yang dimilikinya akan membangun pemahaman yang tercermin dalam tingkah laku nya. Keimanan menjadi pondasi perbuatannya.
Dalam kitab Usus Al Ta'liim Al Manhaji disebutkan tujuan pendidikan. Pertama, membentuk kepribadian Islam bagi peserta didik. Kedua, membekali peserta didik dengan tsaqafah Islam. Ketiga, membekali peserta didik dengan ilmu ilmu yang diperlukan dalam kehidupam seperti sains dan teknologi.
Jadi fungsi strategis pendidikan tidak hanya mentransfer berbagai pengetahuan seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Lebih dari itu pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup suatu bangsa atau umat. Terlaksananya pendidikan yang baik dan berkualitas ini membutuhkan kehadiran negara sebagai penanggung jawab berdsarkan sabda Nabi SAW :
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Tanggung jawab negara dalam masalah pendidikan paling tidak meliputi 3 perkara. Pertama, menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan cukup baik jumlah maupun jenisnya. Semua fasilitas tersebut harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan bisa didapatkan seluruh rakyat secara gratis.
Kedua, negara wajib menyiapkan tenaga pengajar yang mumpuni. Khalifah akan memastikan kemampuan dan kecakapan guru dalam mengajar. Khilafah juga memastikan guru menjadi teladan bagi peserta didik dan memahami tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang ditetapkan negara.
Ketiga, menerapkan kurikulum berbasis aqidah Islam. Seluruh materi dan metode pelajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut. Khilafah juga memastikan peran ibu sebagai pendidik putra putri nya berjalan optimal. Caranya, negara memastikan penanggung jawab nafkah dalam keluarga yakni suami atau ayah mendapatkan pekerjaan yang layak dan memiliki penghasilan yang cukup untuk mencukupi keluarga nya.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini