Si Hijau Mungil yang Kembali Langka



Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)




PT Pertamina (Persero) menjamin bahwa ketersediaan LPG subsidi 3 kilogram (kg) dalam kondisi aman, meskipun saat ini terjadi peningkatan konsumsi di berbagai daerah. Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, demi menjaga stok LPG, perusahaan akan melakukan pemantauan penyaluran LPG dan turut bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memastikan ketersediaan pasokan serta penyaluran LPG 3 kg bersubsidi tepat sasaran(tirtoco.id/25/7/23).

Emak-emak menjerit, pedagang makanan teriak, dan semuanya dibuat bingung karena kelangkaan tabung gas LPG 3 kg yang biasa disebut gas melon. Banyak daerah mengeluh karena kelangkaan gas melon. Kelangkaan tersebut membuat mereka berhenti memasak, berjualan, dan tidak bisa mengolah makanan. Tidak hanya itu, tiba-tiba harga makanan juga merangkak naik. Bisa jadi makanan jadi mahal karena susahnya mereka mendapatkan gas melon. Sekalipun dapat, harganya tidak seperti biasanya.

Kelangkaan gas melon hampir merata di seluruh daerah, di Jawa, Kalimantan, Denpasar, dan Sumatera. Seolah-olah memang kelangkaan gas melon ini terjadi secara sistematik. Sekalipun pemerintah mengonfirmasi melalui Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati yaitu penyebab kelangkaan LPG 3 kg karena terjadi peningkatan konsumsi akibat libur panjang. Namun, tetap saja kelangkaan ini di luar nalar, aneh, dan membuat rakyat marah.

Menanggapi kelangkaan gas elpiji 3 kg yang kembali berulang, Mubaligah dan Pemerhati Keluarga dan Perempuan Ustazah Wiwing Noeraini menilai, ini karena salah tata kelola. "Semua ini terjadi karena ada salah urus, salah kelola yang dilakukan oleh negara," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Ahad (6-8-2023).

Menurutnya, ini kesalahan dari awal kebijakan dalam memilih produksi elpiji (LPG), bukan LNG. Padahal LNG (Liquified Natural Gas) produksinya terus meningkat, bahkan diekspor secara besar-besaran.

"Di samping itu lebih bersih emisinya dan lebih aman penggunaannya," terangnya.

Ia melanjutkan, dari awal konversi minyak tanah ke LPG tahun 2007, produksi LPG sudah bermasalah karena saat itu sudah terjadi beberapa kali penurunan drastis produksi LPG.

Narasi-narasi yang berkembang soal kelangkaan gas LPG 3 kg adalah gas melon tidak tepat sasaran, banyak orang kaya yang menikmati gas melon, sehingga bikin anggaran jebol, dan sebagainya. Ada dua catatan terkait narasi-narasi tersebut. Pertama, seolah-olah pemerintah lepas tanggung jawab terhadap permasalahan kelangkaan gas melon ini. Bisa-bisanya mereka mengatakan tabung gas elpiji 3 kg, hanya untuk rakyat miskin? Padahal yang ingin mendapatkan gas LPG murah tidak cuma rakyat miskin, semua rakyat membutuhkannya. 

Terus kategori miskin yang seperti apa yang mereka canangkan? Padahal saat gas melon langka, semua teriak, emak-emak teriak, pedagang makanan, warung makan teriak. Harus semiskin apa kita agar bisa menikmati gas melon? Seolah-olah ini cuma gimmick-gimmick yang dimainkan agar rakyat terpaksa membeli tabung gas pink brightgas yang dibandrol Rp56 ribu laku di pasaran atau rakyat akhirnya beralih ke kompor listrik. Lagi-lagi inilah kenaikan harga yang dipaksakan akibat kelangkaan. 

Sebenarnya ini lagu lama, seperti kasus BBM, premium langka, lalu hilang, dan semua terpaksa beli pertalite. Bisa jadi pertalite nanti langka lalu hilang, biar semua beli Pertamax. Soal harga minyak goreng juga demikian, sebelum minyak goreng mengalami kenaikan harga yang cukup fantastis, di masyarakat terjadi kelangkaan terlebih dahulu. 

Kedua, pernyataan gas melon tidak tepat sasaran dan berdampak anggaran jebol adalah pernyataan yang playing victim. Pemerintah playing victim. Indonesia kaya akan sumber daya alam, kaya akan minyak bumi, lalu masih bilang anggaran jebal-jebol, bukan anggarannya yang jebol, tetapi memang pemerintah tidak becus mengelola sumber daya energi di negeri ini. Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam, termasuk gas alam. Di manakah daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia? Berikut adalah penjelasannya!

Dikutip dari Kompas.com (11-1-2023), Menurut Direktorat Jenderal Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam Statistik Minyak Bumi dan Gas Semester I (2021), cadangan gas alam yang dimiliki Indonesia adalah sebanyak 43.569 miliar kaki kubik persegi. Namun, di sisi lain pemerintah tetap mengimpor gas ke asing. Menurut data Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) (databoks.katadata.co.id, 11-5-2023), sepanjang 2022 Indonesia melakukan impor gas bumi sekitar 6,8 juta ton. Volume itu meningkat sekitar 5,5% dibanding 2021, sekaligus menjadi impor gas terbesar dalam lima tahun terakhir. Pada 2022 Indonesia paling banyak mengimpor gas dari Amerika Serikat, dengan volume sekitar 2,8 juta ton. Sementara Uni Emirat Arab menjadi pemasok terbesar nomor dua, dengan volume sekitar 1,9 juta ton.

Coba perhatikan, memiliki sumber gas tetapi impor gas. Pertanyaannya, lalu sumber gas yang ada di dalam negeri dikelola untuk siapa? Lalu mengapa impor sebanyak itu? Pasti pemerintah memiliki alasan-alasan dalam mengambil kebijakan itu, tetapi segala kebijakan yang ada seperti memihak pada korporasi, tunduk pada korporasi, sehingga harga-harga yang berkembang di masyarakat juga memenuhi standar bisnis korporasi, bukan lagi untuk mengayomi dan menyejahterakan rakyat.

Ketiga, jika pemerintah mencabut subsidi gas LPG 3 kg membuktikan kebijakan pemerintah makin hari makin menguatkan cengkeraman kapitalisme global. Melalui perjanjian perdagangan seperti World Trade Organization (WTO) meminta seluruh negara yang tergabung dalam organisasi itu untuk mencabut subsidi kepada rakyatnya. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara untuk rakyat menjadi dikapitalisasi secara besar-besaran. Sehingga dari sana, semua kebutuhan ibu yang berhubungan dengan sumber daya alam, energi, ataupun mineral diserahkan ke swasta, kapitalis, dan di bawah kendali korporasi asing.

Pemerintah yang berideologi kapitalisme memiliki mindset mengelola rakyat itu bukan sebagai penggembala tetapi hanya sebagai legitimator kepentingan korporasi asing. Banyak sekali kebijakan yang tidak pro rakyat. Contohnya saja subsidi gas dicabut alasan anggaran jebol, lha wong mereka sendiri yang menjebol sumber daya alam hingga dirampok dan digarong kapitalis asing. Kok yang disalahkan rakyat? Kalau anggaran jebol, makanya setop liberalisasi gas, kelola sendiri, jangan kasih konsesinya ke asing. Yang bikin jebol mereka yang jadi tumbal rakyat. Sekarang benar-benar rakyat menderita gegara kelangkaan gas melon.

Seperti UU migas dan UU teman-temannya itu yang membuat SDA mudah sekali dikuasai asing. Ketiga, karena pemerintah menggunakan mindset bisnis dan kapitalisme dalam mengelola rakyatnya, makanya lebih mengedepankan untung rugi, bukan pengorbanan demi kesejahteraan rakyat. Sudah jelas-jelas SDA kekayaan alam harus dikelola negara, karena SDA adalah milik publik dan haram dikelola swasta. Faktanya tetap saja diserahkan ke swasta.

Sebenarnya setiap mili liter atau setiap gram SDA milik Indonesia yang digarong keluar negeri oleh perusahaan asing, itu menciptakan investasi dosa terhadap penguasa yang telah membiarkan regulasi itu terjadi. Karena semua SDA yang digarong itu milik umat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Harusnya izin dulu, bahkan kalau rakyatnya masih butuh, gak boleh diimpor keluar. 

Pengelolaan sumber daya alam ataupun sumber energi adalah bagian dari tanggung jawab negara. Negara mengelolanya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Sekalipun negara menarik tarif, tujuannya adalah membantu cost biaya produksi. Dalam pandangan Islam barang tambang adalah bagian dari sektor publik. Oleh sebab itu, wajib dikelola negara untuk dikembalikan ke rakyat untuk kesejahteraan mereka. Tidak boleh diserahkan pada swasta atau milik perorangan, terlebih tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta asing. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis dikatakan: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara karena termasuk bagian dari urusan publik. Urusan publik dikelola negara agar tidak terjadi pertikaian dan pengurusannya berdasarkan bagaimana hukum Islam memandang. Islam akan mampu hadir di segala problematika kehidupan, karena Islam adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif memiliki hukum yang rinci untuk mengatur kehidupan. 

Pengelolaan energi yang berkesinambungan dengan sistem Islam kaffah yang akan menjadikan negara berdikari dan mampu menjamin hajat hidup umat, baik dari sektor pendidikan, kesehatan, maupun keamanan. Pengelolaan sumber daya alam sesuai Islam tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus disokong dengan penerapan sistem Islam secara totalitas di bawah naungan Islam. Hanya sistem pemerintahan Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Tidak ada sistem kehidupan yang lebih baik selain Islam, karena hanya Islam yang mampu menegakkan keadilan. Wallahu'alam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak