Setelah Bertunangan, Bagaimana Hukum Pernikahannya?




Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beredar berita di media sosial berikut video di Instagram pertunangan artis transgender di Bali. Acara pertunangan yang megah bak pernikahan. Ya, setelah berkali-kali berpacaran sebagaimana ia juga berkali-kali operasi wajah dan tubuhnya kini dilamar pria bule asal Ukraina. 


Lengkap dengan gaun putih mengembang berikut bridesmaid, Cinta Luna merasa terharu dengan lamaran Arten Boltian alias Alan. Dan berharap bisa langgeng ke pernikahan (liputan6.com, 29/7/2023). Jika benar mereka bisa melangkah ke pelaminan, maka hukumnya bagaimana? Pernikahan beda agama yang sudah jelas bagaimana hukumnya saja masih menjadi polemik hingga harus menunggu keputusan MA. Yang notabene manusia, sementara, syariat yang mengharamkannya berasal dari Allah SWT.


Liberalisme Akut, Merangsek Pasti


Sungguh kita harus merasa prihatin dengan keadaan ini. Acara pertunangan itu berjalan lancar, diliput media dengan tenang. Sangat berbeda jika acara yang digelar adalah kajian Islam Kaffah, sematan kajian terorisme pasti sudah menggema berlanjut dengan pembubaran paksa. Padahal negeri ini adalah negara hukum, dan beribadah (kajian) sesuai dengan keyakinan setiap individu adalah sah dan dilindungi dengan undang-undang. 


Belum lagi jika ada yang berbicara Islam politik, pasti disinggung dengan jangan menggunakan politik identitas (baca: Islam). Politik harus netral dari agama. Dan itu artinya sekuler, pemisahan agama dari negara sekaligus kehidupan. Wajar jika dampak yang terjadi, setiap perbuatan sah meski melanggar hukum Allah bahkan menjadi trendsenter kawula muda. Tak ada lagi gambaran menakjubkan sebagai negara mayoritas penduduknya memeluk Islam, justru banyak jumlahnya itu bak buih di lautan. 


Bencana datang silih berganti, belum reda kasus pondok Zaytun yang melakukan banyak penyimpangan, pertemuan LGBT sedunia di Jakarta yang meski dipindah secara sembunyi-sembunyi jelas menunjukkan betapa ramahnya suasana Indonesia terhadap penyimpangan dan penyesatan tersebut. Apalagi jika bukan karena lemahnya hukum di negeri ini yang tak mampu menjerakan setiap penyimpangan.


Padahal dampak buruknya tak sekadar penyakit mental tapi juga penyakit fisik, terutama karena melakukan sek bebas, seks anal, berganti-ganti pasangan dan pemakaian hormon yang terus menerus mendatangkan berbagai penyakit, tak hanya kanker dan HIV AIDS, namun juga berbagai penyakit kelamin. Belum lagi jika pasangan homo atau gay itu menginginkan anak dengan jasa sewa rahim ( mother surrogate), makin memperlihatkan betapa buruknya sistem kapitalisme. Segala cara dihalalkan, bahkan menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan. 


Terkhusus LGBT, Mahfud MD bahkan mengatakan dalam undang-undang KUHP yang baru pun tak ada pasal yang cocok membahasnya. Dan bahwa perbuatan penyimpangan itu adalah kodrat. Kali ini pertunangan, entah berapa lama lagi pernikahan, jika tak ada undang-undang yang bisa membatalkan pernikahan ini bukankah sama saja dengan menghalalkan diri sendiri untuk diazab Allah SWT? 


Meskipun ada negara yang melarang keberadaan LGBT bahkan juga pernikahannya, namun selama organisasi PBB tak memberi sinyal keras melawan, maka efeknya bak sapi ompong, ironisnya, organisasi perdamaian dunia ini justru yang paling getol membentuk yayasan, organisasi, gelontoran dana untuk mendukung perkembangannya dengan alasan HAM. 


Islam Menghapus Perbuatan Keji


Cinta memang tak bisa diprediksi datangnya bahkan kepada siapa, namun Sekulerisme yang melahirkan kapitalisme dan liberalisme menjadikan cinta adalah segalanya. Seolah jika cinta tak diperjuangangkan akan membawa kematian. Maka, ide "loving yourselft" menjadi istilah yang populer sekaligus melegitimasi perbuatan mereka yang hanya memperturutkan hawa nafsu. 


Sebagaimana Allah SWT memberi pelajaran melalui kisah Nabi Luth, dimana tak hanya mereka yang melakukan, bahkan istri Nabi Luth sendiri terkena azab lantaran ikut membiarkan kemaksiatan dan kekejian itu terjadi. 


Islam akan tegas memberikan sanksi kepada pelaku keji ini, dan tak membiarkan mereka mengembangkan perilaku tak terpuji ini. Maka, aturan interaksi sosial akan diberlakukan hukum Islam yang diterapkan kepada seluruh rakyat meskipun non Muslim. Dan tak ada cara lain selain mencabut kapitalisme liberal dan menggantinya dengan syariat jika ingin ada perubahan. Wallahu a'lam bish showab. 

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak