Oleh: Ami Ammara
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, berinisial MNZ (19 tahun) ditemukan tewas dalam keadaan terbungkus plastik di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok, Jumat (4/8/2023). Polisi kemudian mengungkap bahwa korban dibunuh oleh seniornya sendiri.
Wakasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Nirwan Pohan mengungkap, korban dibunuh oleh AAB (23 tahun), senior dan kenalan korban di kampus. Terduga pelaku membunuh MNZ karena iri dengan korban dan ingin mengambil barang berharganya.
"Pelaku iri dengan kesuksesan korban dan terlilit bayar kosan serta pijol (pinjam online). Kemudian mengambil laptop dan HP korban," jelas AKP Nirwan Pohan, Jumat (4/8/2023) Republika.co.id.
Nirwan menyebut, pelaku membunuh korban dengan cara menusuk korban mengunakan senjata tajam berupa pisau lipat. Kemudian korban dibungkus dengan kantong plastik hitam yang direkatkan dengan lakban.
"Pelaku mengakui melakukan pembunuhan tersebut dan dalam melakukan pembunuhan tersebut pelaku mengunakan pisau lipat. Setelah berhasil, kemudian pelaku mengambil barang milik pelaku berupa laptop, dompet serta HP," katanya.
"Setelah itu untuk menghilangkan jejak pelaku memasukan korban ke dalam kantong plastik hitam dan di lakban. Selanjutnya pelaku dibawa ke Polres Metro Depok berikut barang bukti guna pengusutan lebih lanjut," tambahnya.
Petaka Pendidikan Sekuler
Kasus perundungan ibarat mata rantai yang tidak pernah terputus. Kasus pembunuhan marak terjadi di satuan pendidikan menengah hingga perguruan tinggi. Begitu pula pergaulan bebas yang kian mengkhawatirkan, bahkan kini sudah menyasar anak-anak usia prabalig, turut menambah problem soal pendidikan.
Inilah petaka sistem pendidikan sekuler. Semua berawal dari penerapan sekularisme di lingkup pendidikan yang meminggirkan Islam sebagai aturan kehidupan. Agama sebatas pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan jam minim. Agama (Islam) hanya dikenal pada peringatan hari besar. Islam tidak menjadi dasar dan acuan dalam pendidikan.
Mari berpikir sejenak, berkali-kali negeri ini berganti kurikulum, tetapi faktanya output pendidikan tidak menghasilkan generasi berkepribadian mulia. Krisis adab menggejala, dekadensi moral merebak, dan generasi jatuh pada jurang kenistaan parah. Revolusi mental dan program nawacita berbasis pendidikan karakter yang dibangga-banggakan juga tidak berdaya menghadapi problematik pendidikan yang makin pelik. Sebaik apa pun program pendidikan, jika napas pendidikan masih berasas sekuler, tidak akan terwujud generasi berkualitas.
Dalam UU Siskdiknas 20/2013, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Namun, tujuan ini tidak akan tercapai selama masih mempertahankan sistem pendidikan sekuler. Bagaimana generasi bermartabat, jika moralnya hancur terlibas gaya hidup liberal dan hedonis? Bagaimana generasi bisa beriman dan bertakwa, jika aturan Allah Taala terabaikan?
Ini membuktikan bahwa sistem pendidikan sekuler gagal mewujudkan generasi harapan. Apa kontribusi positif pendidikan sekuler bagi generasi ini? Sistem ini hanya menjadi beban masalah bagi orang tua, pendidik, peserta didik, dan negara. Sistem ini juga hanya bisa menghasilkan generasi minus akhlak, berkepribadian labil, dan bimbang dengan dirinya sendiri alias krisis identitas.
Boleh jadi sistem pendidikan sekuler mewujudkan generasi berprestasi dalam akademik, tetapi mereka juga menjadi generasi yang individualis, kapitalistis, dan mendewakan materi sebagai tujuan hidup. Wajar jika perilaku manusia beriman dan bertakwa tidak tampak pada generasi sekarang.
Islam Mewujudkan Generasi Cemerlang
Mari kita lihat dan resapi rahasia peradaban yang seakan telah terkubur. Bahkan, banyak kalangan muslim yang belum mengetahui bahwa mereka pernah memiliki peradaban tinggi yang melahirkan generasi cemerlang.
Dalam catatan sejarah, peradaban Islam banyak melahirkan cendekiawan dan ilmuwan yang ahli berbagai bidang. Al-Khawarizmi, misalnya, seorang ahli matematika yang dikenal Barat dengan Algebra atau Aljabar. Dengan kecerdasannya, beliau merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan angka nol ketika kala itu peradaban Romawi masih menggunakan angka romawi yang susah dipelajari.
Seorang ahli kimia, Jabir Ibnu Hayyan, atau dikenal dengan nama Ibnu Geber, membuat rumusan yang menjadi dasar bagi ilmuwan Barat di bidang kimia. Ada pula Al-Idrisi sang penemu globe, juga Ibnu Batutah, seorang penjelajah dunia sekaligus penemu 300 jalur laut. Kehebatannya tidak kalah dari penjelajah Barat seperti Marco Polo atau Christopher Columbus. Ini menjadi bukti bahwa pada masa peradaban Islam tidak semata lihai dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu umum, sains, dan teknologi.
Kegemilangan Islam dan peradabannya di pentas dunia membuat Barat segan terhadapnya. Ini karena faktor keberhasilan mereka adalah keimanan dan keilmuannya. Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam, ditopang sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam. Alhasil, seluruh lapisan masyarakat merasakan hak pendidikan di semua jenjang secara gratis tanpa dipungut biaya.
Selama 13 abad, sistem Islam (Khilafah) mampu membangun generasi beriman dan berilmu. Tidak heran jika pada masa Khilafah memimpin peradaban, terlahir sosok-sosok terbaik di kalangan ulama, cendekiawan, maupun ilmuwan. Kecerdasan ilmu yang mereka miliki didedikasikan untuk kemaslahatan umat dan digunakan untuk menciptakan berbagai hal yang bermanfaat bagi rakyat dan negara.
Tidak adakah rasa rindu kita mewujudkan generasi terbaik seperti para pendahulu? Sudah saatnya selamatkan generasi kita. Teladan sudah ada, contoh perwujudannya sudah tercatat dalam sejarah. Satu-satunya kunci ketinggian peradaban generasi terdahulu adalah dengan sistem pendidikan Islam, sistem terbaik yang menghasilkan individu berkepribadian Islam serta menjadikan Islam sebagai jalan dan juga pedoman hidup bermasyarakat dan bernegara.
Wallahu alam bi ash-shawab.
Tags
Opini