Oleh : Sri Cahya Nurani, S. Kom.
(Aktivis muslimah Kota Lubuklinggau)
Wujud dari Toleransi seolah
menjadi bagian yang menjaga dan memperkokoh kerukunan antar umat beragama, Bhinneka Tunggal Ika. Pada 23 Juli lalu disebutkan bahwa telah diresmikan Gereja Katolik Paroki Santo Yoseph, di Muara Enim langsung oleh Pj Bupati Muara Enim, Usmawri Kaffah.
Dilihat dari detikSumbagsel, Minggu (23/7/2023), dalam video berdurasi 39 detik nampak beberapa pria dan wanita berpakaian putih sedang berada di atas panggung memainkan alat musik jenis rebana. Terdengar juga suara lantunan musik marawis yang dimainkan pemuda-pemudi tersebut. Namun, video itu pun sontak viral karena musik marawis itu dilantunkan dalam sebuah acara pemberkatan dan peresmian Gereja Katolik Paroki Santo Yoseph, di Lawang Kidul, Tanjung Enim, Muara Enim.
Kapolres Muara Enim AKBP Andi Supriadi tak menampik adanya kegiatan peresmian Gereja tersebut. Bahkan, selain dihadiri PJ Bupati, Andi mengaku dirinya juga hadir di sana. Dan kegiatan itu ditujukan murni untuk meningkat kerukunan (toleransi) antar umat beragama bagian menjaga kerukunan persatuan NKRI,“
Toleransi yang tanpa batas ini, nampak tidak lagi mengindahkan aturan agama Islam. Ini menunjukkan bahwasanya pluralisme semakin berkembang pesat di bumi nusantara. Hal ini akibat adanya tokoh umat islam yang mengaburkan hukum seputar keikutsertaan mereka dalam peresmian gereja tersebut adalah hal yang membentuk kesatuan NKRI, berupa pembenaran bahwa apa yang mereka lakukan diperbolehkan dalam islam.
Mereka mengklaim bahwa dengan ikut serta dengan menampilkan berbagai nuansa islami yang bergandengan dengan pemberkatan tersebut tidaklah masalah. Selama tidak ikut serta dalam ibadah mereka bahkan tidak memasuki tempat ibadah dengan pengecualian dihalaman saja. Bahkan ada yang mengatakan menghadiri acara ini tidak akan membahayakan akidah.
Tentu tidaklah benar hal demikian yang justru mencampur adukan akidah.Tidak diizinkan seorang muslim untuk menginjakkan kaki di tempat ibadah lain. Hadharah asing yang diusung berpengaruh besar dalam mensukseskan moderasi beragama, ada Upaya nativisasi islam dan penguburan peran islam.
Padahal adanya kota di muara enim itu diusung oleh ulama, muara enim kental dengan budaya-budaya muslim, karena pengaruh dari barat kekayaan alam yang melimpah, dijajah bersamaan penjajahan akidah dan sumber daya alam (sda). Karena dengan akidah yang kokoh tidak bisa mengambil sda.
Kemudian pembangunan gereja yg mewah ada Upaya dari pemerintah untuk memudahkan pembangunan gereja, sehingga sulit bagi masyarakat untuk menolak adanya gereja atas nama intoleransi dan keluar peraturan bahwa tidak harus ada izin dari masyarakat setempat, walaupun itu permukiman banyak muslim.
Terlihat sekali keberpihakan yang besar terhadap komunitas non-muslim. Melemahkan umat islam dengan narasi takut dilabelin intoleransi kemudian memilih diam supaya tidak ribut.
Pernyataan-pernyataan ini sangat berbahaya bagi umat Islam. Ini karena di dalamnya terkandung banyak hal yang bertentangan dengan Islam dan semuanya bermuara pada satu konsep, yaitu pluralisme.
Perkataan ‘menjaga tempat ibadah bersama dan menyelesaikan permasalahan keagamaan dengan musyawarah dan mufakat’ justru makin menguatkan pertentangan nya dengan Islam. Urusan agama yang merupakan urusan hukum syara' bukanlah hal yang bisa diambil mufakat, tetapi harus berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw.
Islam sendiri tidak pernah memandang buruk adanya keberagaman di tengah masyarakat. Memang pluralitas atau keberagaman merupakan suatu hal yang wajar, sunatullah yang kita terima sebagai suatu kenyataan.
Akan tetapi, pluralitas (keberagaman,) berbeda secara diametral dengan pluralisme. Menurut Wikipedia, plural atau pluralitas berarti ‘kemajemukan atau keberagaman’, sedangkan pluralisme adalah ‘kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas)’. Artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat, hingga pandangan hidup, pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi.
Telah sangat jelas bahwa Pluralisme bertentangan dengan Islam, bahkan berbahaya bagi umat. Oleh karenanya, tidak boleh diadopsi dan dipropagandakan oleh umat Islam. Hal ini adalah buah dari hadharah Barat yang digiring menjadikan pemisahan agama dari kehidupan sebagai asas.
Bagaimana islam menjaga kerukunan umat?
Seorang muslim, ketika melakukan suatu perbuatan, wajib baginya untuk mengikatkan diri dengan hukum syara’, sesuai kaidah al–ashlu fi al–af‘âl al–taqayyudu bi al-hukm al-syar’i (hukum asal dari suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’. Karena itu, kita harus mencari tahu dulu hukum dari menghadiri perayaan atau pun peresmian tempat ibadat kaum nasrani dari tinjauan dalil-dalil syar’i yang muktabar.
Adapun haramnya muslim berpartisipasi (musyarakah) dalam hari raya kaum kafir (seperti Natal, Waisak, Nyepi, dll.) ataupun sekedar ikut dalam peresmian tempat ibadat, dalilnya adalah firman Allah SWT,
وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
”Dan [ciri-ciri hamba Allah adalah] tidak menghadiri /mempersaksikan kedustaan/kepalsuan.” (walladziina laa yasyhaduuna az zuur). (QS Al Furqaan [25] : 72).
Di sepanjang penerapan syariat Islam oleh Daulah Khilafah Islam, tercipta kerukunan beragama yang tak pernah ada sebelum masa Islam. Kaum muslimin saat itu telah menguasai wilayah yang sangat luas. Mereka membebaskan Irak yang penduduknya sangat heterogen. Ada yang beragama Nasrani, Mazdak dan Zoroaster, dan ada pula yang berbangsa Arab dan Persia.
Menariknya, semua perbedaan itu berhasil dilebur dan diintegrasikan oleh Islam di bawah naungan khilafah. Prinsip “laa ikraha fiddiin” (tidak ada paksaan dalam beragama, QS Albaqarah 256) melahirkan kisah manis kerukunan umat beragama yang direkam dengan indah oleh Will Durant, dalam The Story of Civilization.
Will Durant menggambarkan bagaimana keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen di Spanyol di era Khilafah Bani Umayyah. Will Durant menuturkan, orang-orang yang Yahudi yang ditindas oleh Romawi, membantu kaum Muslim yang datang untuk membebaskan Spanyol. Mereka pun hidup aman, damai, dan bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke-12 M.
Harmoni kehidupan berdampingan dengan nonmuslim hanya bisa diwujudkan dengan penerapan hukum Islam. Dalam hukum Islam, siapa pun yang melanggar hak agama lain, apakah dia muslim atau nonmuslim akan mendapatkan sanksi tegas dari negara.
Dengan demikian muslim akan menjaga hak non muslim, dan sebaliknya non muslim juga menjaga hak muslim, tanpa melihat apakah posisi muslim mayoritas atau minoritas. Ini berarti tidak ada yang perlu ditakuti oleh non muslim dari penerapan Islam oleh institusi Khilafah Islamiah.
Kerukunan beragama pun bisa diwujudkan tanpa perlu mencampuradukkan ajaran agama satu dengan lainnya, tanpa perlu menghadiri perayaan agama lainnya, dan tanpa perlu membahayakan akidah masing-masing agama.
Sungguh, berbagai upaya musuh-musuh Islam untuk menjauhkan umat dari hukum-hukum Islam (seperti seruan pluralisme, Islam moderat, dan sebagainya) harus dijauhkan dari umat Islam. Sebaliknya upaya menyeru umat untuk berjuang bersama menerapkan Islam kaffah harus terus digencarkan.
Wallahualam bissawab
Tags
Opini