PENDIDIKAN MAHAL, GENERASI EMAS HANYA IMPIAN



 
Oleh : Ummu Aqeela
 
Universitas Brawijaya (UB) meluruskan keluhan pengeluaran Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMABA) Universitas Brawijaya yang menjadi perbincangan. Keluhan ini datang dari para calon mahasiswa baru (camaba).

Salah satu maba jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FIB), Ardiva Indonesia Puteri (20) mengatakan, soal maba yang pingsan, dirinya tidak mengetahui karena tidak berada di lapangan rektorat UB saat itu. Dirinya mengakui awalnya kewalahan mempersiapkan diri untuk mengikuti PKKMABA Universitas Brawijaya 2023. Selain itu, dikatakannya pemberian tugas juga mendadak.
"H -3 baru dikasih tahu tugasnya apa, banyak banget, ada enam tugas, esainya juga panjang 1600 kata, mereka (panitia) pas ditanya slow respon, kita kan bingung," katanya. Dia harus merogoh kocek ratusan ribu rupiah mempersiapkan segala kebutuhan untuk mengikuti PK2MABA UB 2023. Pasalnya ia harus membeli lagi beberapa kebutuhan yang mendadak.
 
Diberitakan sebelumnya, unggahan mengenai biaya pengeluaran PKKMABA atau ospek di Universitas Brawijaya menjadi perbincangan. Informasi itu tersebar melalui akun Twitter @asterOidsky. Pada unggahnya pengguna Twitter ini menyoroti bagaimana ospek diduga menguras biaya para mahasiswa baru (Maba).
 
Sudah bukan rahasia umum di negeri ini, bahwasanya menjangkau pendidikan tinggi adalah hak milik kaum berpunya. Sebab, bagaimana tidak, menjangkau pendidikan tinggi bagi rakyat menengah ke bawah ibarat mimpi di siang bolong. Masyarakat kelas sosial ini mestilah terlebih dahulu merogok kantong yang tidak sedikit jumlahnya. Dari pada menyekolahkan anak-anaknya di tengah kondisi ekonomi yang kian menghimpit, masyarakat golongan sosial ini lebih memilih mendahului takdir dengan memupus harapan untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya. Terlebih saat momentum sakral memasuki tahun ajaran baru. Sebagian ada yang menghela nafas dalam-dalam sembari memasuki lahan basah pendidikan, ada juga sebagian yang hanya menyaksikan sambil memupus harapannya dalam-dalam. Beginilah kisah getir pendidikan di negeri ini. Kisah yang hanya akan berakhir bahagia, dengan syarat memiliki uang yang melimpah.
 
Berbeda dengan Islam, Islam berupaya menyediakan infrastruktur pendidikan terbaik. Mulai dari sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, tenaga pengajar hingga biaya pendidikan yang lebih dari memadai. KH. Hafidz Abdurrahman pernah menuliskan bahwa pendidikan berkualitas kelas satu seperti itu diberikan dengan gratis alias cuma-cuma kepada seluruh warga negaranya. Hal itu dikarenakan Islam memandang bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara.  Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. (HR al-Bukhari).
 
Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam Islam diambil dari Baitul Mal. Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu: (1) pos fai’ dan kharaj seperti ghanîmah, khumuûs, jizyah, dan dharîbah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
 
Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama: untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua: untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan dan sebagainya.
 
Jelaslah bahwa pembiayaan dalam sistem pendidikan Islam tak harus ditopang perorangan. Semuanya langsung dipegang negara, tidak di kerjasamakan dengan swasta. Hal ini sangat berbeda dengan yang diterapkan kapitalisme saat ini. Kapitalisme memandang pendidikan sebagai salah satu aset mencetak generasi yang akan melanjutkan gerak roda perekonomian. Sehingga arah pendidikan beserta pembiayaan boleh dipegang oleh swasta atau pihak yang berkepentingan dengan kompetensi lulusan yang dimau. Walhasil ada celah pendanaan pendidikan yang dimasuki swasta. Dan pastinya ada konsekuensi yang akan menyertai investasi tersebut.
 
Oleh sebab itu, sudah selayaknya pendidikan dunia saat ini meniru kemandirian sistem pendidikan Islam. Sepenuhnya di bawah kendali negara dengan dukungan dana mandiri dalam negeri. Tanpa ditopang perorangan, niscaya pendidikan dapat diarahkan untuk mencetak aset generasi bangsa yang unggul dan siap memimpin dunia.

Wallahu a’ lam biashowab. 
 
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak